BPBD Jabar Siapkan Antisipasi Potensi Bencana di DAS Citarum

Karakteristik bencana yang rawan terjadi di DAS Citarum termasuk dalam becana hidrometeorologi basah dan kering.

oleh stella maris diperbarui 12 Jun 2021, 11:53 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2021, 11:53 WIB
Tim Ahli Satgas Citarum Harum
Tim Ahli Satgas Citarum Harum bersama Patriot Desa membahas kolaborasi Citarum Harum secara virtual di Command Center Satgas Citarum Harum, Kamis (20/5/2021). (Foto: Sekretariat Satgas PPK DAS Citarum Harum).

Liputan6.com, Jakarta Beberapa wilayah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum mendapat perhatian khusus karena adanya potensi bencana yang rawan terjadi. Daerah itu pun bahkan sudah masuk ke catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat (Jabar).

Kepala Pelaksana BPBD Jabar Dani Ramdan mengatakan, dari 13 kota dan kabupaten yang terlewati Sungai Citarum, jika dilihat dari sisi kajian risiko bencana terdapat dua jenis potensi bencana yaitu banjir dan longsor.

Untuk daerah rawan banjir yang menjadi perhatian mereka adalah Kabupaten Bandung, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Subang. Sementara untuk rawan longsor, yaitu Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Purwakarta.

"Di situ DAS Citarum melewati area-area yang kemiringannya cukup tinggi," ujar Dani dalam siaran Podcast Ngobrolin Citarum (Ngonci) di kantornya, Selasa (8/6) kemarin.

Dikatakan Dani, karakteristik bencana yang rawan terjadi di DAS Citarum termasuk dalam becana hidrometeorologi basah dan kering. "

"Yang basah seperti banjir, longsor. Banjirnya juga ada banjir biasa, genangan, juga banjir bandang. Kebetulan di daerah aliran sungai itu bisa terjadi. Lalu untuk hidrometeorologi keringnya yaitu kekeringan. Ada beberapa daerah di DAS Citarum pada saat kemarau dia kekurangan air bersih," tuturnya.

Lainnya juga, kata Dani, karena DAS Citarum itu juga terdampak oleh patahan di Lembang dan lahan kritis di bagian barat, hal itu juga mempunyai kemungkinan mengalami gempa tektonik, dan juga gempa vulkanik, terkait dengan adanya gunung merapi di tempat tersebut.

Adapun upaya yang sudah dilakukan pemerintah dan stakeholder terkait untuk mengantisipasi terjadinya bencana di DAS Citarum, tambah Dani, pihaknya sangat beruntung karena sudah ada Satgas Citarum Harum yang sudah mengeluarkan sebuah produk hukum yang disebut Rencana Aksi Citarum Harum.

Di dalamnya, bukan hanya aspek-aspek pemulihan kualitas sungai, ekologi, ekosistemn dan segala macam, tapi juga mengatasi kebencanaannya.

"Jadi sebenarnya kita hanya tinggal mengikuti apa yang diarahkan dalam Rencana Aksi itu, dilaksanakan secara konsisten, maka aspek kebencanaannya juga akan banyak terkurangi risikonya," ucapnya.

Selain Satgas Citarum Harum, pihaknya juga bekerja sama dengan BBWS Citarum pemegang otoritas pengelolaan Sungai Citarum.

"Mereka juga punya kapasitas, karena anggarannya besar, untuk melakukan berbagai mitigasi dari sisi strukturalnya. Pembuatan-pembuatan seperti bendungan, tanggul, dan sebagainya, termasuk situ-situ di DAS Citarum," ujar Dani.

Menurut Dani, Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar mempunyai Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 1 Tahun 2020 mengenai blue print peningkatan ketangguhan masyarakat Jabar dari bencana.

"Isinya adalah cetak biru kita untuk masyarakat tangguh bencana dalam kurun waktu 20 tahun. Kita menyadari Jabar ini daerah yang rawan bencana tinggi. Hampir setiap jengkal tanahnya itu punya potensi untuk longsor, banjir, angin putting beliung, dan lainnya. Maka satu-satunya kita bisa hidup dengan nyaman dan berkembang kebih maju di Jabar harus punya budaya tangguh bencana," kata Dani.

Dalam cetak biru tersebut, diamanatkan enam hal. Yang pertama ketangguhan warga negaranya, kedua ketangguhan infrastrukturnya, ketiga ketangguhan lingkungannya, keempat ketangguhan institution/kelembagaan/kebijakannya, kelima ketangguhan dari knowledge, dan yang terakhir adalah ketangguhan pembiayaan.

Pelaksanaan pergub tersebut, kata dia, meskipun perumusnya BPBD, tetapi implementasinya adalah pentahelix.

"Kami sudah bagi peran yaitu peran pemerintah, masyarakat, komunitas, media dan perguruan tinggi. Dan melakukan kolaborasi dalam berbagai kegiatan. Maka dari itu kami membentuk cluster-cluster seperti cluster siaga bencana yaitu lembaga, instansi, dan komunitas-komunitas yang fokus pada upaya mengurangi risiko bencana, baik melakukan penghijauan, maupun terhadap manusianya untuk berperilaku tidak buang sampah sembarangan. Selain itu ada juga cluster logistik, cluster kedaruratan (SAR/Rescue), dan pemulihan pasca bencana," tutur Dani.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya