Epidemiolog Minta Kemendagri Tegur Bupati Banjarnegara yang Masih Izinkan Hajatan

Pernyataan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono dinilai kontraproduktif dengan upaya pemerintah menanggulangi Covid-19.

oleh Yopi Makdori diperbarui 22 Jun 2021, 12:02 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2021, 12:02 WIB
Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono mengumumkan perkembangan Covid-19. (Foto: Liputan6.com/Tangkapan layar/Muhamad Ridlo)
Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono mengumumkan perkembangan Covid-19. (Foto: Liputan6.com/Tangkapan layar/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Jakarta - Pernyataan Bupati Banjarnegara, Jawa Tengah, Budhi Sarwono yang mengizinkan warganya mengadakan kegiatan yang memicu kerumunan, seperti hajatan dan pengajian menjadi sorotan di tengah lonjakan Covid-19.

Dalam sebuah video yang tersebar di media sosial, Budhi menyatakan bahwa dirinya bakal bertanggung jawab atas segala risiko dan membolehkan warganya mengadakan acara di tengah situasi pandemi Covid-19. Menurut Budhi, yang terpenting adalah warga tetap mematuhi protokol kesehatan.

Epidemiolog Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, dr Yudhi Wibowo menyesalkan sikap Bupati Banjarnegara. Untuk itu, ia mendesak agar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegur Budhi Sarwono.

"Ya harusnya gubernur bisa menegur atau Mendagri, agar sejalan dengan kebijakan pemerintah," kata Yudhi kepada Liputan6.com, Minggu (20/6/2021).

Yudhi mengakui memang di awal-awal tak ada yang salah dalam video itu. Namun menurutnya pernyataan sang bupati soal semua pasien di-Covid-kan justru dapat menyesatkan masyarakat. Apalagi masyarakat yang awam soal Covid-19 dikhawatirkan bakal bergegas mempercayainya.

"Tapi di tengah-tengah seolah-olah semua-semua (pasien) disebut Covid dan tidak boleh ngapa-ngapain. Ini bisa miss-informasi di tengah masyarakat yang mungkin belum paham benar tentang penyakit Covid," ujar dia.

Yudhi menyatakan, cara yang dilakukan Budhi jelas kontraproduktif dengan upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk menekan laju penularan Covid-19 di tengah masyarakat. Cara itu, kata Yudhi tak lebih dari laku pimpinan daerah yang tengah mencari muka di mata rakyatnya.

"Ada tren di beberapa daerah pimpinan daerah mencoba mencari muka di hadapan rakyatnya. Untuk kepentingan Pilbup, Pilgub dan mungkin persiapan Pilpres. Jadi sering kebijakannya tidak tegas sesuai Inmendagri No 13 Tahun 2021," ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Beri Sanksi Tegas

Warga DKI yang Tolak Tes Covid-19 Didenda Rp5 Juta
Warga mengikuti tes usap (swab test) COVID-19 di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Senin (19/10/2020). Pemprov DKI dan DPRD DKI Jakarta berencana mengatur sanksi denda Rp 5juta bagi warga yang menolak rapid test maupun swab test atau tes PCR (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Oleh karena itu, Yudhi meminta supaya pemerintah memberikan sanksi yang tegas bagi siapa pun yang masih membangkang soal pencegahan penyebaran virus Corona. Menurutnya, sebuah regulasi butuh penegakan hukum atas aturan yang sudah diputuskan.

"Karena masyarakat belum sepenuhnya berperilaku sesuai prokes seperti yang diharapkan pemerintah. Jika perlu Inmendagri ini diperkuat menjadi sebuah Peraturan Presiden, diturunkan menjadi Peraturan Daerah agar lebih kuat," desak Yudhi.

"Sudah saatnya ada penegakkan hukum selain tentunya pemerintah sendiri mengeluarkan aturan yang sinkron, tidak ambigu," imbuhnya.


Infografis Kasus Covid-19 Melonjak, Rumah Sakit Terancam Kolaps

Infografis Kasus Covid-19 Melonjak, Rumah Sakit Terancam Kolaps. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Kasus Covid-19 Melonjak, Rumah Sakit Terancam Kolaps. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya