Liputan6.com, Jakarta - Akun instagram BEM UI, bemui_official, belakangan menjadi sorotan setelah mengunggah kritikan terhadap Presidenn Jokowi. Dalam meme itu, Jokowi tampak mengenakan jas biru yang dilengkapi dasi merah. Di atas kepala Jokowi, ada sejenis mahkota layaknya seorang raja
Di bagian bawah, tertulis Jokowi: The King of Lip service. Selain itu juga tertera narasi yang berisi kritikan terhadap Jokowi.
Baca Juga
Halo, UI dan Indonesia!
Advertisement
Jokowi kerap kali mengobral janji manisnya, tetapi realitanya sering kali juga tak selaras. Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya. Semua mengindikasikan bahwa perkataan yang dilontarkan tidak lebih dari sekadar bentuk "lip service" semata.
Berhenti membual, rakyat sudah mual!
Brigade UI 2021#BergerakProgresif.
Poster yang diunggah sejak dua hari lalu itu mendapat respons netizen. Hingga Senin (28/6/2021), pukul 18.15, postingan ini disukai oleh 197.796 netizen serta 20.601 komentar.
Setelah unggahan kritikan Jokowi viral, Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra mengaku akun WhatsApp pengurus BEM UI diretas pada 28 Juni 2021. Pengurus yang mengalami peretasan adalah Kepala Biro Hubungan Masyarakat BEM UI 2021 Tiara. WhatsApp Tiara diduga diretas pada pukul 00.56 WIB dan tidak bisa diakses hingga hari ini.
Kemudian, Wakil Ketua BEM UI Yogie juga mengalami peretasan. WhatsApp Yogie tidak bisa diakses pada pukul 7.11 WIB, serta muncul pemberitahuan akun tersebut tersambung dengan handphone lain yang bukan milik Yogie. Saat ini, Yogie telah bisa mengakses akun WhatsAppnya.
Koordinator Bidang Sosial Lingkungan BEM UI Naifah Uzlah juga mengalami hal yang sama. Akun Telegram miliknya tidak bisa diakses pada pukul 02.15 WIB dini hari.
Serangan peretasan keempat dialami Kepala Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI Syahrul Badri. Akun Instagram miliknya mengalami restriksi setelah mengunggah instastory pemanggilan fungsionaris BEM UI oleh pihak UI. Akun Instagram Syahrul belum bisa digunakan seperti biasa sampai hari ini.
BEM UI mengecam keras bentuk-bentuk serangan digital terhadap pengurusnya.
"Dengan ini kami mengecam keras segala bentuk serangan digital yang dilakukan kepada beberapa pengurus BEM UI 2021," kata Leon dalam keterangannya, Senin (28/6/2021).
Tak hanya itu, unggahan ini juga membuat sejumlah pihak tersengat. Melalui surat yang diteken Direktur Kemahasiswaan UI, Tito Latif Indra pada 27 Juni 2021, Rektorat Universitas Indonesia (UI) memanggil BEM UI.
Surat itu ditujukan kepada Ketua BEM UI, Wakil Ketua, Koordinator Bidang Sosial Politik, Kepala Kantor Komunikasi dan Informasi. Kemudian, Kepala Departemen Aksi dan Propaganda, Wakil Kepala Departemen Aksi dan Propaganda.
"Sehubungan dengan beredarnya poster yang dikeluarkan oleh BEM UI melalui akun medsos official BEM UI yang menggunakan foto Presiden RI, dengan ini kami memanggil saudara pada Minggu 27 Juni 2021 pada pukul 15.00 WIB. Pertemuan bertempat di ruang rapat Ditmawa lantai 1. Untuk menyampaikan keterangan dan penjelasan terkait narasi yang disampaikan melalui poster tersebut," demikian isi sudah surat pemanggilan tersebut.
Mendapat pemanggilan, Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra langsung memenuhi undangan itu. Ia memaparkan hasil pertemuan yang berlangsung pada Minggu petang lalu.
"Pihak rektorat bertanya, apakah bisa posting-an tersebut ditakedown? Kami menyatakan tidak mungkin atau tidak bisa," ujar Leon kepada Liputan6.com, Senin (28/6/2021).
Menurut dia, pihak kampus tak menjelaskan alasan permintaan untuk menurunkan posting-an meme Jokowi tersebut. Setelah itu, pihak rektorat menjelaskan ke jajaran BEM UI bakal membahas hasil pertemuan itu ke level atas.
"Kemudian pihak rektorat menyampaikan bahwa akan membahas hasil klarifikasi dari kami kepada tingkat universitas," kata Leon.
Selain ditanya soal itu, Leon dan rekannya diminta untuk mengklarifikasi maksud dan tujuan meme tersebut. Di hadapan pihak rektorat, Leon menerangkan, maksud unggahan itu adalah untuk mengkritik ucapan Jokowi, supaya seirama dengan kebijakannya.
"Kami jelaskan tujuan kami itu untuk mengkritik agar Pak Jokowi bisa memastikan bahwa pernyataan-pernyataan Beliau sesuai dengan realita di lapangan pada pelaksanaannya," ujar Leon.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Klaim Junjung Kebebasan Berekspresi
Sementara itu, Humas Universitas Indonesia (UI), Amelita Lusia mengklaim Universitas Indonesia menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan juga penyampaian pendapat.
"Pada intinya UI menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat," tegas Amelita Lusia saat dihubungi Liputan6.com, Senin (28/6/2021).
Namun demikian, dia meminta kritik terhadap Jokowi juga harus didasari oleh kajian akademis. Agar tidak melanggar aturan hukum di Indonesia.
"UI dan civitas akademika harus merujuk pada kajian akademis dan memenuhi tata aturan hukum yang berlaku di Indonesia," ucap Amelita.
Suara yang sama disampaikan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral. Dia menyebut pemerintah tidak pernah antikritik namun kritik harus bisa dipertanggungjawabkan.
"Saya harus tegaskan bahwa pemerintah tidak antikritik. Asal kritik bisa dipertanggungjawabkan pasti akan direspons," kata Donny pada wartawan, Senin (28/6/2021).
Donny menyebut kritikan BEM UI seharusnya berdasarkan data dan fakta. Dengan adanya data, maka pihaknya dapat merespons dan berdiskusi.
"Ekspresi dari adek adek mahasiwa dan tentu ekspresi harus mengandung data dan fakta yang harus direspons dengan data dan fakta. Oleh karena itu apabila ada data data, kita berdiskusi," ucap dia.
Salah satu kritikan soal Jokowi kangen didemo, menurut Donny, pernyataan Jokowi tidak bisa digeneralisir bahwa Jokowi merindukan semua jenis demo.
"Kalau soal demo, kita tidak bisa generalisir, harus dilihat satu persatu, case per case, apakah demonya mengandung unsur pidana sehingga ditangkap. Pada intinya pemerintah tidak antikritik asal kritik tersebut sesuai data dan fakta dan kita meresponsnya dengan data dan fakta juga," pungkas Donny.
Advertisement
Jangan Baper
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyayangkan respons negatif terhadap BEM UI. Setelah ramai kritikan oleh BEM yang menyebut Presiden Joko Widodo King of Lip Service
Mardani mengatakan, suara mahasiswa merupakan suara yang jujur. Semua pihak seharusnya melihat kritikan BEM UI itu sebagai pematangan peran kepemimpinan para mahasiswa.
"Suara mahasiswa hati nurani. Suara mahasiswa jujur. Semua pihak mesti melihatnya sebagai bagian dari proses pematangan peran kepemimpinan para mahasiswa," ujar Mardani kepada merdeka.com.
Mardani menilai, semua pihak tidak perlu tersinggung. Termasuk pihak Rektorat UI yang memanggil BEM UI setelah ramai kritikan tersebut. Kampus seharusnya jadi lahan subur demokrasi, bukan alat oligarki.
"Dan enggak usah baper semua pihak. Termasuk rektorat. Jadikan kampus lahan subur bagi demokrasi, jangan jadi alat oligarki," kata anggota Komisi II DPR RI ini.
Senada dengan Mardani, Anggota DPR Fraksi Gerindra Fadli Zon juga mengecam sikap rektorat UI. Ia menyebut pemanggilan itu upaya membungkam kebebasan berekspresi BEM UI.
"Sebagai alumni UI, saya mengecam sikap Rektorat @univ_indonesia yang cenderung membungkam kebebasan berekspresi @BEMUI_Official. UI harusnya mengkaji dan mendalami apa yang disampaikan BEM UI secara akademik. Coba masuk ke substansi dan argumentasi. Sungguh memalukan pakai “panggilan” segala," ucap Fadli Zon.
Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan, kritik yang disampaikan BEM UI patut diapresiasi. Supaya, Presiden Jokowi tidak salah langkah dan mengambil kebijakan keliru.
"Tentunya keberanian dan posisi nonpartisan adik-adik mahasiswa seperti ini harus terus kita dukung, sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dalam iklim demokrasi yang sehat. Ada oase di tengah gersangnya demokrasi hari ini di Indonesia," ujar Herzaky kepada wartawan, Senin (28/6/2021).
Dia menilai, secara subtansi, kritik BEM UI tidak asal. Sebab menggunakan kajian dan referensi yang jelas.
"Gaya mengkritik seperti ini pun patut mendapatkan apresiasi dan dijadikan contoh. Bukan sekedar melontarkan kritik, melainkan berdasarkan kajian. Ada data dan fakta yang diungkap. Perlu dijadikan budaya baru bagi anak-anak muda dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang dianggap tak berpihak ke rakyat," kata dia.
Menurut dia, pemanggilan pihak kampus terhadap BEM tidak perlu dipaksa untuk mencapai kesepakatan. Herzaky berharap para mahasiswa tersebut tidak diberikan sanksi akademis.
"Bila memang kemudian tidak bersepakat, kami berharap tidak ada mahasiswa yang diberi sanksi akademis atas sikap dan kritikannya," kata Herzaky.