Kematian Anak Akibat Covid-19 Tinggi, Indonesia Terancam Lost Generation?

Relawan Lapor Covid, Tri Maharani mengatakan kematian di Indonesia itu sangat tinggi untuk anak-anak.

oleh Yopi Makdori diperbarui 28 Jun 2021, 19:41 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2021, 19:31 WIB
Ilustrasi anak tertular COVID-19 (Liputan6.com / Abdillah)
Ilustrasi anak tertular COVID-19 (Liputan6.com / Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus covid-19 yang menyerang anak-anak dinilai sebagai keadaan khusus yang disebut Multisystem inflammatory syndrome (Miss C). Di mana itu terjadi pada anak-anak yang kondisinya akan lebih buruk dari dewasa jika anak mengalami kondisi multiple organ disfungtion.

"Apalagi untuk tahu dia ada keluhan atau tidak kan susah. Nah sehingga kita tahunya, apalagi anak-anak yang belum bisa ngomong lancar, itu baru kita tahu ketika sudan buruk saat dia enggak bisa apa-apa," ujar Relawan Lapor Covid, Tri Maharani kepada Liputan6.com, Senin (28/6/2021).

"Jadi memang sangat berbahaya sekali," imbuh Tri.

Jadi dengan kondisi Miss C, lanjut dia, menimbulkan kondisi betul-betul ada ruam, hipotermia, gambaran inflamasi, gejala-gejala yang akan sulit untuk bisa makan.

"Terus organ-organ yang vitalnya dia mengalami kerusakan, ya tentu saja oksigen turun, kemudian parunya juga penemoni dan sebagainya," ujar dia.

Karena itu, dia menegaskan, kondisi infeksi covid-19 pada anak akan lebih berat ketimbang kondisi pada orang dewasa. "Dan kita tahu tuh kematian di Indonesia itu sangat tinggi untuk anak-anak," ujar dia.

Tri mengungkapkan data covid-19 yang menyasar anak-anak sungguh sangat mengkhawatirkan. Bahkan mendekati angka di luar batas normal.

"Sangat mengkhawatirkan, karena pada anak-anak kematiannya kan harus di bawah 1 persen tuh mas. 0 koma berapa gitu, kalau enggak salah 0,7 sedangkan kita udah satu lebih tuh angkanya," ungkap dia.

Dengan kondisi seperti ini, menurutnya, jika pandemi tidak diselesaikan akan membuat korban meninggal dari anak berjatuhan. Imbasnya, Indonesia akan lost generation.

"Kalau kita enggak mau punah ya memang harus dibuat langkah kegawatdaruratan yang sekarang, bukan besok," ujar Tri.

Menurutnya, untuk menyelamatkan anak-anak dari lost generasi, semua yang terpapar covid langsung dilakukan isolasi termonitoring atau di bawah RS. Karena kalau tidak, mereka akan menjadi lebih buruk.

"Kalau lebih buruk, anak-anak itu lebih cepat meninggal dibandingkan orang dewasa," ucap dia.

"Jadi pertolongan kepada anak-anak sedini mungkin dan semaksimal mungkin," dia menekankan.

Selain itu, harus dilakukan langkah preventif ketimbang kuratif. Mereka yang masih mengalami stadium ringan dilakukan penanganan secepat mungkin agar tidak menjadi berat yang berujung pada kematian.

"Caranya semua anak-anak yang terkena Covid di stadium ringan segara diobati, kemudian anak-anak yang masuk stadium berat, segera dilakukan prtolongan gawat darurat tadi," kata dia.

"Yang bagus adalah ringan sedang tadi langsung dibawa ke tempat pelayanan kesehatan. Jangan biarkan mereka isolasi di rumah, karena kalau isolasi di rumah mereka itu enggak bisa ngeluh. Apa lagi kalau anak-anak masih balita," ujar dia.

Dia enggan berpolemik terkait istilah yang digunakan untuk menekan laju covid-19. Menurutnya, PPKM tidak akan mengatasi masalah yang sudah terlalu besar sedangkan lockdown juga membuat ekonomi tidak berjalan.

"Jadi aku menyarankan untuk dilakukan imobilisasi masyarakat aja. Jadi masyarakat dibuat enggak bergerak kemana-mana, setuju enggak?" kata dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Imobilisasi Masyarakat

Dengan imobilisasi masyarakat, Tri menjelaskan, benturan terhadap roda ekonomi bisa diselesaikan jika proses itu berjalan cepat. Menurutnya, imobilisasi tidak membutuhkan waktu sampai bertahun-tahun.

"Lihat saja Malaysia paling melakukannya dua minggu. Wis saya bilang imobilisasi satu minggu ini saja, kemudian nanti dibuka lagi kemudian imobilisasi lagi," terangnya.

Jadi, kata dia, jika ingin kehidupan ekonomi berjalan, satu minggu imobilisasi kemudian minggu depannya dilakukan pelonggaran sehingga para tenaga kesehatan dan orang-orang sakit bisa ditolong. "Kalau enggak nambah terus nambah, mati semua nanti," dia menambahkan.

Tri memastikan, roda ekonomi bakal berputar dengan baik jika pemerintah berorientasi kepada ekonomi. Namun yang perlu diingat ialah bahwa ekonomi tidak memberikan manfaat bila nyawa rakyatnya lebih dekat dengan kematian.

"Jadi ini semua pilihan yang enggak mudah memang. Harus dibuat sebuah kebijakan yang betul-betul berasal dari sebuah kebutuhan masyarakat. Jadi bukan hanya kepentingan orang-orang yang enggak mau rugi," kata dia.

Tri menilai saat ini menjadi kesempatan pengambil kebijakan untuk menunjukkan diri sebagai bangsa. Indonesia bisa berkaca kepada India saat menangani wabah ini.

"Nah apa yang dialami India, sekarang India kan sudah surut langsung, artinya keputusan dari pemegang kebijakan tepat. Ketika ada sebuah wabah yang begitu luar bisa hebat mereka bisa mengatasinya dengan cepat, dengan keputusan-keputusan yang sesuai," jelas dia.

Karena itu, menurutnya, di masa disaster seperti ini menjadi kesempatan untuk menunjukkan rasa kemanusiaan kepada orang lain. "Bila ini berhasil dilakukan, pemangku kebijakan sudah lolos dalam ujian terhadap bangsa," ujar dokter spesialis emergensi satu-satunya dengan subspesialisasai toksinologi di Indonesia.

INFOGRAFIS: Waspada Anak Tertular COVID-19 (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: Waspada Anak Tertular COVID-19 (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya