Liputan6.com, Jakarta Kritik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) yang menyebut Jokowi The King of Lip Service dalam sebuah meme dan postingan di media sosial mengundang polemik.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Komunikasi StudiMahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker), Azka Aufary Ramli menilai apa yang disampaikan BEM UI merupakan akumulasi kekecawaan dari mahasiswa dan masyarakat Indonesia. Karena itu sikap Rektorat UI yang langsung memanggil para petinggi BEM dinilai berlebihan.
"Apa yang disuarakan oleh kawan-kawan BEM UI itu hal yang biasa terjadi, jadi pihak rektorat UI tidak perlu lebay menanggapinya,” ucap Azka dalam keterangan tertulisnya, Senin (28/6/2021).
Advertisement
Menurutnya, kritik BEM UI merupakan akumulasi kekecewaan sejak aksi mahasiswa September 2019 lalu hingga saat ini. Setiap mahasiswa menyampaikan aspirasi selalu ada pembungkaman, tindakan represif di lapangan, intervensi pihak kampus, serangan buzzer yang berlebihan, dan banyak lainnya.
"Dan bahkan apa yang diaspirasikan mahasiswa hanya diterima sekedar formalitas, dan ini lah yang menyebabkan julukan “The King of Lip Service” bagi presiden Jokowi akhirnya tersebar cepat resonansinya,” ucap dia.
Azka mengatakan, mahasiswa sejatinya merupakan pilar penting di masyarakat, khususnya dalam fungsi kontrol setiap kebijakan dan situasi sosial politik di bangsa kita.
"Jadi, apa yang disuarakan kawan-kawan UI merupakan hal lumrah menurut saya, pihak Rektorat UI jangan terlalu lebay menanggapinya. Ini bagian dari pelibatan publik di negara demokrasi.” Ucap Azka Aufary Ramli.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Jangan Alergi Kritik Mahasiswa
Senada dengan yang disampaikan Azka Aufary Ramli, Presiden mahasiswa Universitas Trisakti periode 2019-2020, Dinno Ardiansyah menilai mahasiswa mengkritik presiden merupakan hal yang wajar.
"Apalagi presiden itu sah-sah saja kok, kenapa sih pada alergi dengan kritikan mahasiswa? Toh ada UU Kebebasan Berpendapat dan ada juga UU 12/2012 tentang Perguruan Tinggi dan disitu mahasiswa punya hak mimbar akademik kok," Ungkap Dinno Ardiansyah.
Menurut dia, kiritk BEM UI justru bisa menjadi momentum bagi Jokowi untuk membuktikan kapasitasnya dan prestasi kerjanya.
"Buktikan apa yang dituduhkan mahasiswa UI itu salah. Tapi kalau memang tidak bisa membuktikan, berarti bukan tidak mungkin bahwa pak presiden benar-benar The King of Lip Service," kata dia.
Advertisement
Tak Cerminkan Insan Akademis
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyayangkan kritika Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) yang menyebut Jokowi The King of Lip Service.
Muhadjir menyebut tindakan BEM UI tidak sesuai dengan karakter akademisi. "Apa yang dilakukan tidak mencerminkan karakternya sebagai insan akademis,” kata Muhadjir pada wartawan, Senin (28/6/2021).
Muhadjir menyampaikan perguruan tinggi memang harus menjamin dua hak, yakni kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik.
"Kebebasan akademik diperlukan dalam relasi antar sesama dosen dan sesama mahasiswa, atau antara dosen dan mahasiswa. kebebasan mimbar akademik digunakan dalam relasi warga kampus, khususnya guru besar dengan pihak luar,” bebernya.
Namun, untuk dapat menggunakan hak tersebut, menurutnya harus berpegang pada prinsip-prinsip akademik. Sayangnya, Muhadjir menilai hal itu tidak tidak diterapkan oleh BEM UI.
Sebagai insan akademis, untuk menggunakan hak-hak itu mereka harus berpegang pada prinsip-prinsip akademik, di samping fatsun sebagai alat timbang tentang bagaimana kebebasan itu harus diekspresikan dengan elegan dan berkepatutan,” pungkasnya.