Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Mengakhiri Sistem Pemerintahan Liberal Indonesia

Dekrit Presiden dikeluarkan hari Minggu, 5 Juli 1959 pukul 17.00 WIB di Istana Merdeka Jakarta.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 05 Jul 2021, 07:33 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2021, 07:33 WIB
PHOTO: Ini Gaya Presiden RI Sukarno yang Berpeci dan Berkacamata Hitam
Presiden Republik Indonesia Sukarno saat memimpin upacara HUT Kemerdekaan RI ke 21 di Lapangan Merdeka, Istana Merdeka, Jakarta, 17 Agustus 1966. (AFP PHOTO)

Liputan6.com, Jakarta Pada 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden. Dekrit dikeluarkan karena kegagalan dari Badan Konstituante menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) baru pengganti UUD Sementara 1950.

Ada sejumlah peristiwa yang terjadi sebelum dikeluarkannya Dekrit Presiden. Faktor utama penyebab dikeluarkannya dekrit presiden, karena kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan undang-undang baru untuk mengganti UUDS 1959.

Badan Konstituante adalah lembaga negara yang dibentuk lewat Pemilihan Umum (Pemilu) 1955. Badan tersebut dibentuk untuk merumuskan UU baru, tapi sejak dimulai persidangan pada 1956 hingga 1959 tidak berhasil merumuskan.

Kondisi itu membuat Indonesia semakin buruk dan kacau. Banyak muncul pemberontakan di daerah-daerah, mereka tidak mengakui keberadaan pemerintahan pusat dan membuat sistem pemerintahan sendiri. Pada 22 April 1959 diadakan sidang lengkap Konstituante di Bandung.

Pada sidang tersebut Presiden Sukarno mengusulkan untuk kembali ke UUD 1945. Dalam pidatonya, Soekarno mengkritik cara kerja Konstituante yang kurang mengalami kemajuan selama dua tahun lima bulan dan 12 hari.

Kemudian meminta supaya usul pemerintah disetujui dengan segera. Usulan Presiden Sukarno untuk kembali ke UUD 1945 menjadi pro dan kontra, ada yang mendukung dan menolak. Dua partai besar, PNI dan PKI menerima usul rencana pemerintah tentang UUD 1945, sedangkan Masjumi menolak.

Di kalangan yang menolak menjelaskan kekhwatirannya tentang akibat-akibat pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dengan pelaksanaan UUD 1945. Namun dalam sidang Konstituante telah beberapa kali dilakukan pemungutan suara tidak berhasil memecahkan usul pemerintah tersebut.

Terdapat tiga blok dalam Badan Konstituante. Blok terbesar yakni Blok Pancasila terdiri dari PNI, PKI, PSI, dua partai Nasrani dan beberapa partai nasionalis kecil lain seperti IPKI.

Blok Islam di dalamnya terdapat Masyumi, PNU, PSII, dan Perti. Kemudian Blok Sosial Ekonomi berisi Partai Buruh dan Murba.

Mereka memiliki pandangan yang berbeda-beda dan sulit mencapai titik temu. Ini yang membuat negara terombang-ambing dalam kondisi yang tidak pasti karena landasan konstitusional tidak jelas.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Politik Kembali Stabil

Akhirnya, Minggu, 5 Juli 1959 pukul 17.00 WIB di Istana Merdeka, Jakarta, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden. Selain karena alasan Konstituante, dekrit dikeluarkan juga karena adanya desakan dari masyarakat untuk kembali ke UUD 1945.

Berikut isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959:

1. Dibubarkannya Konstituante

2. Diberlakukannya kembali UUD 1945

3. Tidak berlakunya UUDS 1950

4. Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) yang diberlakukan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Dikeluarkannya Dekrit Presiden mendapat dukungan dari rakyat Indonesia. Karena dengan dekrit tersebut membuat kondisi politik di Indonesia kembali stabil. Upaya yang dilakukan Presiden ini dasarnya adalah hukum keselamatan negara dalam bahaya yang luar biasa yang terpaksa dijalankan.

Dengan adanya Dekrit Presiden, sistem pemerintahan liberal dan kabinet parlementar berakhir. Kemudian diganti dengan sistem pemerintahan terpimpin dan kabinet diganti dengan presidensial.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya