Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol Firli Bahuri menyebut supervisi kasus korupsi yang menjerat Djoko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra sudah selesai dilakukan pihaknya. KPK sendiri pernah menerbitkan surat supervisi kasus Djoko Tjandra yang ditangani Kejagung ini pada awal September 2020.
"Supervisi KPK terhadap penanganan perkara tindak pidana korupsi kasus Djoko Tjandra telah selesai saat berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan," ujar Firli kepada Liputan6.com, Kamis (29/7/2021).
Baca Juga
Menurut Firli, perkara suap Djoko Tjandra telah ditangani dengan baik oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Advertisement
"Apa bila perkara berlarut-larut, tidak selesai, dan tidak mengungkap pelaku sesungguhnya, membuat perkara berpotensi tidak selesai, dan penanganan perkara terhambat karena melibatkan eksekutif, legislatif, atau yudikatif, maka sesuai pasal 10 A UU No 19 Tahun 2019 dan Perpres No 102 Tahun 2020, KPK bisa melangkah jauh melebihi peran supervisi. Kenyataannya tidak terjadi," kata Firli.
Terkait dengan pemangkasan hukuman yang dilakukan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Djoko Tjandra, menurut Firli itu sudah menjadi kewenangan hakim yang menyidangkan perkara tersebut.
"Apabila dalam proses persidangan terdapat hal-hal yang diduga mencederai rasa keadilan, maka masyarakat dapat melaporkan kepada Badan Pengawas Hakim dan atau Komisi Yudisial," kata Firli.
Firli mengatakan, jika dalam putusan terdapat pertimbangan hakim yang memerlukan tindak lanjut penanganan perkara lain seperti pelaku turut serta, maka menjadi kewajiban penuntut umum pada Kejagung melaporkan kepada Jaksa Agung untuk dimintakan perintah tindak lanjutnya.
"Jika dimungkinkan masyarakat juga dapat melaporkan suatu peristiwa tersebut kepada penegak hukum, KPK, Polri, atau Kejaksaan," kata Firli.
Namun Firli belum menjawab saat disinggung soal pelaporan masyarakat tentang adanya sosok King Maker dalam perkara Djoko Tjandra kepada KPK. Diketahui Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAK) melaporkan dan meminta KPK mengungkap sosok King Maker tersebut.
Firli belum menjawab apakah akan kembali menerbitkan surat supervisi yang menelusuri sosok King Maker.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
PT DKI Jakarta Kurangi Hukuman Djoko Tjandra
Diberitakan, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengurangi hukuman Djoko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra. Hukuman Djoko dikurangi dari 4 tahun 6 bulan menjadi 3 tahun 6 bulan penjara dalam upaya hukum banding.
"Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp 100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," demikian bunyi amar putusan sepeeti dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung (MA), Rabu (28/7/2021).
Duduk sebagai ketua majelis yakni Muhamad Yusuf dengan anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Rusydi, dan Renny Halida Ilham Malik.
Pada pengadilan tingkat pertama, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis hukuman 4 tahun dan 6 bulan, denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Djoko Soegiarto Tjandra. Hakim meyakini Djoko Tjandra bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Hakim meyakini Djoko terbukti menyuap dua jenderal polisi terkait pengecekan status red notice dan penghapusan namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO) di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Djoko melalui rekannya Tommy Sumardi memberikan uang kepada eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, sebanyak Sin$200 ribu dan US$370 ribu. Dia juga memberikan uang sebesar US$100 ribu kepada eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo.
Upaya tersebut dimaksudkan agar Djoko nantinya bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap oleh aparat penegak hukum lantaran berstatus buronan. Ia berencana mendaftar Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya dengan pidana 2 tahun penjara atas korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.
Selain itu, Djoko juga menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari, untuk pengurusan fatwa MA.
Fatwa itu dimaksudkan agar meloloskan Djoko dari hukuman MA dalam kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Djoko menyuap Pinangki dengan uang sebesar US$500 ribu. Hakim menerangkan uang itu merupakan fee dari jumlah US$1 juta yang dijanjikan Djoko. Uang itu diterima Pinangki melalui perantara yang merupakan kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya.
Hakim menyatakan bahwa Djoko juga terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki, Andi Irfan Jaya, dan Anita Dewi Kolopaking dalam pengurusan fatwa MA. Jaksa menyebut mereka menjanjikan uang US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.
Advertisement