2 Tanggapan soal Berubahnya Aturan Perjalanan Dinas KPK

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengubah Peraturan KPK (Perkom) Nomor 6 Tahun 2020 menjadi Perkom 6 Tahun 2021 tetang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 10 Agu 2021, 07:04 WIB
Diterbitkan 10 Agu 2021, 07:04 WIB
Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengubah Peraturan KPK (Perkom) Nomor 6 Tahun 2020 menjadi Perkom 6 Tahun 2021 tetang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK.

Perubahan Perkom KPK itu pun menuai tanggapan. Salah satunya dari mantan juru bicara KPK Febri Diansyah.

Febri yang kini menjadi aktivis anti-korupsi itu meminta KPK menghindari celah terjadinya tindak pidana korupsi dan konflik kepentingan.

Hal tersebut menanggapi aturan baru dalam perjalanan dinas KPK yang dibiayai panitia penyelenggara negara.

Febri menilai, perubahan aturan perjalanan dinas itu seolah memperlihatkan prinsip dasar pendirian komisi antikorupsi yang kian memudar.

"Ada beberapa prinsip yang semakin pudar dan bahkan bisa hilang dari KPK, seperti perjalanan dinas bukan untuk mencari penghasilan tambahan, menghindari celah sekecil apapun bagi pimpinan dan pegawai KPK untuk menerima fasilitas dari pihak pengundang atau penyelenggara," ujar Febri dalam keterangannya, Senin 9 Agustus 2021.

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad juga turut angkat bicara. Dia memandang, apa yang dilakukan KPK tersebut jelas telah melegalkan praktik gratifikasi.

Berikut tanggapan terkait perubahan Perkom KPK soal perjalanan dinas dihimpun Liputan6.com:

 

Febri Diansyah

Febri Diansyah Lepas Jabatan Juru Bicara KPK
Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (26/12/2019). Febri melepas jabatan Juru Bicara KPK dan memilih sebagai Kabiro Humas KPK. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Aktivis anti-korupsi Febri Diansyah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghindari celah terjadinya tindak pidana korupsi dan konflik kepentingan.

Hal itu menanggapi aturan baru dalam perjalanan dinas KPK yang dibiayai panitia penyelenggara negara.

Mantan juru bicara KPK ini menilai, perubahan aturan perjalanan dinas itu seolah memperlihatkan prinsip dasar pendirian komisi antikorupsi yang kian memudar.

"Ada beberapa prinsip yang semakin pudar dan bahkan bisa hilang dari KPK, seperti perjalanan dinas bukan untuk mencari penghasilan tambahan, menghindari celah sekecil apapun bagi pimpinan dan pegawai KPK untuk menerima fasilitas dari pihak pengundang atau penyelenggara," ujar Febri dalam keterangannya, Senin 9 Agustus 2021.

Menurut Febri, seharusnya pimpinan KPK membuat aturan yang bisa diterapkan di lembaga antirasuah dan menjadi contoh bagi instansi lain di pemerintahan. Febri menyebut, KPK kini sudah jauh berbeda dari sebelumnya.

"Semakin banyak hal menyedihkan yang terjadi di KPK era baru saat ini," kata Febri.

Febri menyebut alasan KPK mengubah aturan perjalanan dinas lantaran berubahnya status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN), menjadi bukti bahwa revisi UU KPK akan melemahkan kinerja pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Ini justru semakin memperkuat bukti, revisi UU KPK yang menggeser KPK ke ranah eksekutif dan menjadi ASN benar-benar berdampak melemahkan sistem nilai di KPK. Perubahan-perubahan yang terjadi di KPK saat ini semakin menjauhkan KPK dari semangat awal ketika lembaga antikorupsi ini dibangun," kata Febri.

 

Abraham Samad

Abraham Samad Temui Pimpinan KPK
Mantan Ketua KPK Abraham Samad berjalan keluar usai melakukan pertemuan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/5/2019). Kedatangan Abraham Samad bersama Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi tersebut untuk membahas berbagai masalah yang menyangkut intrenal KPK. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad turut mengomentari aturan baru KPK soal perjalanan dinas lembaga antirasuah itu yang dibiayai panitia penyelenggara.

Dia memandang, apa yang dilakukan KPK tersebut jelas telah melegalkan praktik gratifikasi.

"Perkom ini sama sekali sudah melegalkan gratifikasi, dan ini akan meruntuhkan marwah dan wibawa KPK yang selama ini sanagat kuat menjaga interigritas insan KPK," ujar Samad dalam keterangannya.

Dia menilai, pemberlakuan aturan baru ini akan membawa KPK semakin hancur. Menurutnya, kehancuran tersebut karena ulah pimpinannya sendiri.

"Jadi yang menghancurkan dan Mematikan KPK sebenarnya Pimpinan KPK itu sendiri dengan kebijakan Perkomnya ini. Jadi Integritas yang selama ini sudah dibangun dihancurkan oleh Pimpinan KPK sekarang lewat peraturan baru ini," kata Samad.

75 Pegawai KPK Tak Lulus Tes Wawasan Kebangsaan

Infografis 75 Pegawai KPK Tak Lulus Tes Wawasan Kebangsaan. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 75 Pegawai KPK Tak Lulus Tes Wawasan Kebangsaan. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya