Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Cahya Harefa menyebut, perjalanan dinas dibiayai panitia penyelenggara negara adalah praktik yang sah sebagaimana dilakukan di seluruh kementerian dan lembaga negara.
Status kepegawaian KPK yang menjadi aparatur sipil negara (ASN) sejak 1 Juni 2021 membuat pimpinan KPK melakukan harmonisasi aturan internal dengan aturan yang berlaku secara umum di ASN atau kementerian dan lembaga.
Baca Juga
"Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) PMK 113/PMK.05/2012 di atas, bahwa pembebanan biaya perjalanan dinas dalam rangka mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara, sehingga hal tersebut merupakan praktik yang berlaku secara sah di seluruh kementerian lembaga," ujar Cahya dalam keterangannya, dikutip Selasa (10/8/2021).
Advertisement
Cahya menjelaskan, Pasal 2A ayat (1) dalam Peraturan KPK soal perjalanan dinas ini menyebutkan, pelaksanaan perjalanan dinas di lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengikuti rapat, seminar dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara.
Menurut dia, dalam hal panitia penyelenggara tidak menanggung biaya perjalanan dinasnya, maka biaya tersebut dibebankan kepada anggaran KPK dengan memerhatikan tidak adanya pembiayaan ganda dan mengedepankan efisiensi anggaran.
"Dalam Peraturan Komisi Nomor 7 Tahun 2012 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK Pasal 3 huruf g disebutkan, dalam komponen biaya perjalanan dinas dibayarkan oleh pihak atau instansi lain maka terhadap komponen biaya yang telah ditanggung tersebut tidak dibebankan lagi pada anggaran komisi," kata Cahya.
KPK Dapat Tanggung Biaya Perjalanan Dinas Pihak Terkait
Cahya menyebut, dalam sebuah kegiatan bersama dengan kementerian lembaga atau antar ASN, KPK juga dapat menanggung biaya perjalanan dinas pihak terkait. Dia menegaskan, pembebanan atas biaya perjalanan dinas kepada pihak penyelenggara hanya berlaku antar-kementerian lembaga atau dalam lingkup ASN.
"Peraturan ini tidak berlaku untuk kerja sama dengan pihak swasta," ucap Cahya.
Dia menyebut, bilamana pegawai KPK menjadi narasumber dalam rangka menjalankan tugas-tugas KPK, maka pegawai tersebut tidak diperkenankan menerima honor.
"Dengan demikian, berdasarkan Perpim tersebut, kini sistem perjalanan dinas KPK bisa mengakomodir atau sharing pembiayaan untuk mendorong agar pelaksanaan program kegiatan tidak terkendala karena ketidaktersediaan anggaran pada salah satu pihak," ujar Cahya.
Cahya mengklaim, sharing pembiayaan juga merupakan salah satu implementasi nilai kode etik KPK. Sinergi dengan para pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan tugas-tugas pemberantasan korupsi.
"KPK mengingatkan kembali bahwa biaya perjalanan dinas merupakan biaya operasional untuk melaksanakan suatu kegiatan yang diatur dan memiliki standar nominalnya. Bukan gratifikasi apalagi suap," kata Cahya.
Advertisement
KPK Ubah Perkom
Pimpinan KPK mengubah Peraturan KPK (Perkom) Nomor 6 Tahun 2020 menjadi Perkom 6 Tahun 2021 tetang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK. Dalam Perkom 6 Tahun 2021, pimpinan KPK menyisipkan dua pasal baru, yakni Pasal 2A dan Pasal 2B.
Pasal 2A yang baru disisipkan berbunyi;
(1) Pelaksanaan perjalanan dinas di lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengikuti rapat, seminar dan, sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara.
(2) Dalam hal panitia penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menanggung biayanya maka biaya perjalanan dinas tersebut dibebankan kepada anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi dan dengan memperhatikan tidak adanya pembiayaan ganda.
Pasal 2B
(1) Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menugaskan pihak lain untuk melakukan perjalanan dinas dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi.
(2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi orang selain Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), dan pejabat lainnya yang melakukan perjalanan dinas.
(3) Penggolongan pihak lain sebagaimana dimaksud ayat (2) ditentukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen dengan mempertimbangkan tingkat pendidikan/kepatutan/tugas yang bersangkutan.
(4) Penggolongan pihak lain sebagaimana dimaksud ayat (3) disesuaikan dengan penyetaraan tingkat perjalanan dinas sebagaimana tercantum Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pimpinan ini.
Â