Muhammadiyah Minta Jokowi Batalkan Hasil TWK Pegawai KPK

Ada tiga poin tuntutan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo atau Jokowi tersebut.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 19 Agu 2021, 13:14 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2021, 13:14 WIB
Mantan Pimpinan KPK Beri Penyuluhan Antikorupsi
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik, M Busyro Muqoddas (kanan). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menuliskan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait temuan Ombudsman RI dan Komnas HAM atas dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi ASN. Ormas Islam tersebut meminta Presiden untuk membatalkan hasil dari ujian tersebut.

Surat itu diteken oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik, M Busyro Muqoddas. Ada tiga poin tuntutan dalam surat tersebut.

"Menyusul rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia, laporan Komnas HAM mengenai hasil pemantauan dan penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM pada asesmen TWK dalam proses alih status pegawai KPK, semakin menguatkan adanya dugaan upaya bentuk penyingkiran terhadap pegawai tertentu dengan latar belakang tertentu," tulis pembukaan surat tersebut yang dikutip, Kamis (19/8/2021).

Adapun poin pertama adalah, Jokowi yang menjabat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan serta pejabat pembina kepegawaian tertinggi, harus mengambil alih proses alih status pegawai KPK serta membatalkan hasil asesmen TWK.

Kedua, Presiden Jokowi harus memulihkan nama baik 75 pegawai KPK yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan telah mendapatkan stigma pelabelan identitas tertentu.

Dari situ, Muhammadiyah meminta Jokowi untuk mengangkat kembali 75 pegawai KPK yang dinyatakan TMS sebagai bagian dari lembaga antirasuah itu. Tentunya hal itu dinilai menjadi bentuk komitmen Presiden terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.

Kemudian yang ketiga, Muhammadiyah menilai asesmen TWK tidak sepenuhnya menjalankan perintah UU Nomor 19 Tahun 2019 dan PP Nomor 41 Tahun 2020, dan pengabaian arahan Presiden Republik Indonesia yang telah disampaikan secara terbuka di hadapan masyarakat.

 

Bentuk Pengabaian Kontitusi

Pelaksana TWK dinilai tidak menjadikan Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019 sebagai pertimbangan dalam alih status pegawai KPK dan jelas merupakan bentuk pengabaian kontitusi.

"Dengan demikian secara tegas Presiden harus mengevaluasi serta mengambil langkah yang dianggap perlu kepada pimpinan kementerian atau lembaga yang terlibat dalam asesmen TWK pegawai KPK, dikarenakan telah mengabaikan prinsip-prinsip profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, serta tidak memenuhi asas keadilan yang sesuai dengan standar hak asasi manusia," tutup surat tersebut.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya