Polemik Draf RUU PKS, Ketua Panja Janji Terima Masukan Masyarakat

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU PKS Willy Aditya mengklaim telah menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, baik dari kelompok pendukung maupun penolak.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 07 Sep 2021, 12:19 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2021, 12:19 WIB
DPR Bersolek Jelang Sidang Tahunan dan Perayaan Kemerdekaan
Petugas membersihkan area depan Gedung MPR/DPR/DPD yang meliputi Kolam, Halaman, Lobi gedung Nusantara Jakarta, Rabu (29/7/2020). Menjelang bulan Agustus yang juga Perayaan Kemerdekaan RI, Parlemen bersolek menyambut sidang Tahunan yang diselenggarakan 14 Agustus 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) Willy Aditya mengklaim telah menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, baik dari kelompok pendukung maupun penolak. Hal ini dilakukan sejak awal rapat. 

Dia menilai, panja telah menunjukkan kinerjanya dengan lahirnya draf RUU PKS baru yang diberi nama Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang berstatus sebagai draf awal.

"Ini artinya, berbagai masukan dan pandangan masih terbuka dalam pembahasan RUU ini di tahap-tahap selanjutnya," kata Willy dalam keterangannya, Selasa (7/9/2021).

Dalam RUU TPKS, Willy menyebut terjadi beberapa perubahan redaksi dan materi sebagai bagian dari dialektika yang terjadi agar pembahasan RUU. Jika draf baru ini menuai kritik dari sejumlah kelompok, dia menganggapnya sebagai hal wajar dan bisa dimaklumi.

Munculnya kritik baru, menurut dia, justru memperlihatkan RUU PKS yang baru ini telah mengalami kemajuan. "Yang berarti dan terjadi dialog berkualitas selama pembahasannya," ujar Willy.

Wakil Ketua Baleg ini juga menegaskan dialog adalah semangat utama dalam pembahasan RUU tersebut. Berbagai kajian terhadap pandangan yang berbeda atau bahkan bertolak belakang, diupayakan dicari titik temunya.

“Selain agar lahirnya payung hukum bagi ratusan ribu korban kekerasan seksual kian dekat untuk diwujudkan, juga agar kultur politik yang selaras dengan nilai-nilai permusyawaratan/perwakilan menjadi langgam utama (mainstream) dalam kehidupan berpolitik,” terangnya.

 


Berlandas Kesepakatan

Willy menegaskan, pembahasan sebuah RUU bukanlah zero sum game, kalau ada yang menang harus ada yang kalah. Namun, semua pihak sepakat fenomena kekerasan seksual sudah sangat meresahkan.

“Semua juga sepakat, bukan hanya melindungi korban yang penting namun juga memperhatikan perkembangan korban di masa depan. Adapun terhadap perbedaan-perbedaan lainnya, yang paling dibutuhkan adalah langkah-langkah dialog dengan hati dan pikiran terbuka," ujar Willy

Sementara terkait sejumlah pasal yang dihapus dalam draf RUU TPKS, Willy menjelaskan tim ahli sudah mempelajarinya dengan juga melihat beberapa undang-undang yang ada seperti RUU KUHP, Perkawinan dan KDRT, serta undang-undang lainnya.

"Prinsipnya apa yang sudah termaktub di dalam UU itu kita tidak bahas disini (RUU TPKS)," jelasnya.

Kalaupun ada kritikan, Willy tak mempermasalahkan karena niat dan tujuan dari RUU ini didedikasikan untuk kebaikan bagi seluruh rakyat.

“Namun, alangkah lebih baik jika semua didialogkan.Dialog untuk kemaslahatan kita bersama. Jangan saling caci maki, jangan saling tuding tidak pancasilais dan sebagainya," pungkasnya

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya