MUI: Wajib Rapatkan Saf Saat Salat Berjemaah jika Kasus Covid-19 Nol

Ketika angka Covid-19 sudah melandai atau bahkan sudah tidak ada, masyarakat wajib untuk merapatkan saf. Namun, jika pemerintah memutuskan belum aman, dia meminta muslim taat kebijakan.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 24 Okt 2021, 12:02 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2021, 11:51 WIB
Suasana Salat Jumat Pertama di Masjid At-Tin
Seorang jemaah melaksanakan salat di Masjid At-Tin, Jakarta, Jumat (13/08/2021). Pengurus Masjid At-Tin melakukan pembatasan jumlah jamaah secara terbatas yakni 25 persen dari total kapasitas serta mematuhi protokol kesehatan secara ketat. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menegaskan, tidak ada masalah jika pelaksanaan ajaran Islam menyesuaikan upaya pengendalian pandemi Covid-19. Salah satunya dalam saf salat berjamaah.

Selama pandemi Covid-19, salat berjamaah harus berjarak dan dilakukan di daerah yang angka penularan Covid-19 rendah.

Ketika angka Covid-19 sudah melandai atau bahkan sudah tidak ada, kata dia, masyarakat wajib untuk merapatkan saf. Namun, jika pemerintah memutuskan belum aman, dia meminta muslim taat kebijakan.

"Seandainya menurut para ahli di daerah tersebut memang Covid-nya sudah melandai dan bahkan sudah tidak ada, ya wajiblah kita untuk merapatkan saf. Tetapi kalau para ahli masih ragu dan pemerintah masih ragu, belum aman, ya jangan dulu," kata Anwar dalam webinar Perspektif Kesehatan untuk Pemulihan Kehidupan Masyarakat di Masa Pandemi berbasis Fatwa Majelis Ulama, Minggu (24/10/2021).

Menurut dia, agama Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga diri. Covid-19 sifatnya berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, muslim harus menghindarkan diri dari virus Corona dengan mematuhi protokol kesehatan.

"Jadi tetap jaga jarak, sepanjang pengetahuan saya, menjaga diri," jelas Anwar.

 

Belajar dari Masjidil Haram

Ketua PB IDI dr Adib Khumaidi mengatakan kunci utama mengendalikan pandemi ini adalah senantiasa menjaga kesehatan diri. Dia yakin, dengan menjaga kesehatan diri, maka masyarakat dapat menjaga kesehatan orang sekitar lingkungan.

"Kekebalan komunal amat penting untuk dicapai. Pada daerah dengan tingkat vaksinasi dan paling tidak 70 persen dari penduduk, shalat berjamaah dengan shaf rapat dapat dikaji untuk diterapkan. Saya sudah berbicara dengaan beberapa ulama soal ini,” kata Adib.

Belajar dari Masjidil Haram, sambung Adib, shalat berjamaah dengan saf rapat dilakukan setelah lebih dari separuh populasi sudah divaksinasi. Jamaah harus tetap memakai masker selama di dalam masjid. Selain itu, jamaah juga wajib mendaftar masuk masjid melalui dua aplikasi, yakni Tawakkalna dan Eatmarna.

Diketahui, Tawakkalna berfungsi sebagai pemantau pergerakan jemaah. Aplikasi itu akan mencatat mobilitas jemaah dan merekam siapa saja yang berdekatan selama pergerakan. Sementara Eatmarna merupakan aplikasi untuk mendapat izin masuk Masjidil Haram.

"Eatmarna terhubung dengan Tawakkalna. Jemaah yang tidak mengajukan izin masuk Masjidil Haram lewat Eatmarna tidak akan diizinkan untuk mendekati masjid suci itu," ungkap Adib.

 

Jangan Ragu Vaksin

Senada, Wakil Ketua Lembaga Kesehatan MUI Andi Alfian Zainuddin mendorong, umat Islam jangan ragu vaksinasi. Sebab, vaksin Covid-19 sesuai Syariah dan sudah terbukti secara saintifik.

"Untuk menyikapi wabah, perlu mengikuti kebenaran Syariah dan sains. Sejauh ini, sudah banyak aneka upaya pengendalian pandemi berbasis sains dan Syariah," kata Alfian.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya