Ancaman Nadiem untuk Kampus yang Tolak Permendikbudristek 30/2021

Pasal lainnya dalam Permendikbudristek juga menjelaskan adanya sanksi administratif penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana untuk perguruan tinggi.

oleh Yopi Makdori diperbarui 15 Nov 2021, 23:49 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2021, 13:06 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memperkenalkan konsep Kampus Merdeka.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memperkenalkan konsep Kampus Merdeka. (Foto: Kemendikbud)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengancam akan menurunkan akreditasi bagi kampus yang menolak untuk menerapkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Permebdikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Hal itu tertuang dalam Pasal 18 Huruf b aturan itu.

"Penurunan tingkat akreditasi untuk Perguruan Tinggi," bunyi aturan dimaksud dikutip Senin (15/11/2021).

Bukan hanya itu, perguruan tinggi yang tidak melakukan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dikenai sanksi administratif penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana untuk perguruan tinggi.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudrikstek) telah menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek PPKS) sebagai Merdeka Belajar Episode Keempat Belas: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual. 

Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Andy Yentriyani menuturkan pada tahun 2020, angka kasus kekerasan seksual khususnya terhadap perempuan terus meningkat. 

"Tahun ini terdapat 2.389 kasus kekerasan. 53% dari jumlah tersebut adalah kasus kekerasan seksual, termasuk di dalam lembaga pendidikan. Ini adalah kasus yang berhasil dilaporkan ke Komnas Perempuan. Banyak kasus yang tidak terlaporkan sama sekali," ujar Andy dalam keterangannya, dikutip Senin (15/11/2021). 

Hambatan Terbesar Penyelesaian Kekerasan Seksual

Lebih lanjut Andy menyampaikan bahwa kasus kekerasan seksual, bisa terjadi terhadap mahasiswi oleh mahasiswa atau oleh dosen, atau dosen terhadap dosen yang lain. Ataupun juga terhadap karyawan ataupun pekerja lain di dalam lingkungan pendidikan. 

"Konsep menyalahkan kekerasan seksual sebagai tindakan suka sama suka menjadi hambatan terbesar dalam penyelesaian kasus kekerasan seksual," tegas Andy.

Untuk itu, kata Andy, Permendikbudristek PPKS ini penting untuk hadir khususnya di perguruan tinggi.

"Komnas Perempuan sangat mengapresiasi Permendikbudristek PPKS yang diterbitkan di bawah kepemimpinan Mas Menteri. Terutama Pasal 19 yang menekankan bahwa jika upaya untuk menyikapi, baik itu pencegahan dan penanganan kekerasan ini tidak dilakukan maka juga ada sanksi. Bukan hanya saja kepada pelaku tetapi kepada lembaga pendidikan itu sendiri," tuturnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya