Liputan6.com, Jakarta Kebijakan pembuatan sumur resapan di Jakarta hingga kini terus menuai polemik. Progam drainase vertikal yang ditujukan untuk mempercepat surutnya genangan saat hujan besar ini dianggap tidak sesuai harapan karena dianggap tidak efektif menangkal banjir di Jakarta.Â
Belum lagi, proyek tersebut dianggap cukup menganggu pengguna jalan karena konstruksinya yang lebih rendah dari permukaan jalan, atau malah menjadi tonjolan seperti gundukan.Â
Baca Juga
Pakar Hidrologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Pramono Hadi menyatakan dalam pembangunan sumur resapan harus didasarkan pada sejumlah aspek. Salah satunya yaitu terkait karakteristik atau struktur tanah pada setiap wilayah.Â
Advertisement
Sebab fungsi utama sumur resapan adalah membantu meresapkan air hujan di wilayah yang sudah berubah fungsi sehingga tidak mampu berfungsi meresapkan air.
"Sumur resapan harus mampu meresapkan air yang tertampung di sumur, dan ini tergantung pada karakteristik tanah. Tanah clay (lempung) cenderung tidak bisa meresapkan air, jika tanahnya pasiran maka air dalam sumur masih bisa meresap (ini yang diharapkan)," kata Pramono saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (1/12/2021).Â
Pramono mempertanyakan apakah DKI Jakarta telah menguji karakteristik tanah saat menempatkan lokasi pembuatan sumur resapan.
Kata dia, berdasarkan kajian terdahulu, daerah-daerah dataran rendah di Jakarta tersusun dari endapan marin dan aluvium karena proses fluvial atau bentang alam sungai. Yakni tekstur tanahnya cenderung halus atau lempung.
Lanjut Pramono, bila kajian tersebut benar maka sumur resapan yang dibangun tidak cukup efektif.Â
"Volume sumur resapan yang dibangun, cenderung berfungsi sebagai sumur tampungan. Pada saat hujan, sumur ini cepat terisi air hingga penuh. Jika sudah penuh dengan air, maka sumur ini sudah tidak berfungsi lagi mengendalikan banjir," papar dia.Â
Pramono menyatakan, pembangunan sumur resapan idealnya pada lahan atau tanah pasiran. Sebab jenis tanah tersebut mudah meresapkan air.Â
Lanjut dia, sebelum pembangunan sumur resapan juga perlu diperhatikan yaitu kedalaman muka air tanah. Ketika air tanahnya dangkal, maka sumur serapan tidak bisa dibangun.Â
"Kedalaman sumur serapan harus labih kecil dari kedalaman muka air tanah. Maka sebaiknya dicari di derah-daerah hulu, bukan di daerah hilir (dataran rendah), yang mana cenderung memiliki air tanah yang dangkal," jelas dia.Â
Klaim Minimalisir Banjir dan Genangan
Sebelumnya, Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Riza Patria mengklaim, keberadaan sumur resapan dan tali air di Ibu Kota efektif menyurutkan genangan hingga banjir akibat hujan deras.
Dia menuturkan, tak ada masalah saat sumur resapan tidak tersedia di semua trotoar atau pedestrian. Sebab, menurut Riza, keberadaan tali air telah membantu air hujan yang menggenang mengalir menuju titik resapan.
"Tidak masalah sekalipun sumur resapan tidak ada di semua trotoar, tapi disiapkannya tali air tetap dapat masuk, sekalipun tidak melalui mulut sumur resapan," kata Riza, Jumat (12/11/2021).
Riza menyatakan, setiap sumur resapan dan tali air di Ibu Kota sudah diperiksa Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta. Menurut laporan yang diterima, tidak adanya sumur resapan di setiap trotar karena keterbatasan tempat.
"Jadi dicari tempat yang baik, ternyata dimungkinkan karena emang di situ dibutuhkan resapan air. Jadi kalau mau lihat contohnya ada di Gandaria Selatan," tambah Riza.
Riza mengklaim, sejauh ini sumur resapan dan tali air berjalan efektif menangani genangan air yang disebabkan hujan. Hal itu dibuktikan dengan cepat surutnya air di sejumlah titik langganan genangan di Jakarta.
"Sejauh ini kalau teman-teman lihat hasil sumur resapan kan cukup efektif terjadi genangan cepat surut," kata Riza.
Advertisement