PPKM Level 3 Saat Nataru Batal, Epidemiolog UI Yakin Tak Ada Gelombang Ketiga Covid-19

Pandu menegaskan, bahwa PPKM level 3 ke semua wilayah Indonesia tidak bisa ditegakkan tanpa ada dasar.

oleh Yopi Makdori diperbarui 07 Des 2021, 17:00 WIB
Diterbitkan 07 Des 2021, 16:59 WIB
Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Prof. dr. Pandu Riono, MPH, Ph.D
Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Prof. dr. Pandu Riono, MPH, Ph.D.

Liputan6.com, Jakarta Ahli Epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono menyambut positif langkah pemerintah yang membatalkan PPKM level 3 saat libur Nataru. Ia mengaku keputusan tersebut berdasarkan masukan dari dirinya.

"Ya itu kan usul saya, iyalah (menyambut positif), ngapain pakai PPKM," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (7/12/2021).

Untuk pengendalian agar kasus covid-19 tidak kembali menanjak, kata Pandu, pemerintah telah membuat strategi. Langkah-langkah itu telah disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Manivest), Luhut Binsar Pandjaitan.

"Ya mereka sudah buat kok di dalam suratnya dari Menko Pak Luhut, sudah ada langkah-langkahnya," kata dia.

Pandu menegaskan, bahwa PPKM level 3 ke semua wilayah Indonesia tidak bisa ditegakkan tanpa ada dasar. Pijakan yang diambil dalam penerapan level tersebut dinilainya hanya berlandaskan pada asumsi semata.

"Dasarnya enggak bisa karena kekhawatiran, ketakutan, mau mencegah gelombang ke-3. Enggak bisa, kan ada ketentuannya mau menaikkan menurunkan level itu ada ketentuannya," tegas dia.

Pandu meyakini ancaman Omicron tidak berpotensi menimbulkan gelombang ketiga. Ini lantaran hingga saat ini, varian covid-19 tersebut belum terdeteksi di Indonesia.

"Enggak (berpotensi), masuk aja belum. Paniknya karena semua mass media memberitakan hal-hal yang panik. Semuanya bilang mau gini dua kali lipat, orang semuanya masih belum pasti. Para ahli udah bilang, kita belum tahu tentang Omicron. Kemungkinan ini itu, tapi enggak ada bukti. Selama enggak ada bukti ya enggak bisa dipercaya, itukan teori berdasarkan perubahan virus. Emgnya virus berubah, ganti baju terus bisa cepat menularkan, ya enggak bisa lah tanpa dasar, enggak mungkin gitu loh," terang dia.

Jadi semua itu, Pandu melanjutkan, tidak bisa hanya berdasarkan laboratorium. Harus berdasarkan fakta di lapangan.

"Selama ini dari data-data di Afsel di banyak negara enggak ada kenaikan kasus yang luar biasa, enggak ada kematian karena Omicron," ungkap dia.

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua

Tetap Cegah Potensi Lonjakan Kasus

Namun begitu, Indonesia tetap harus mencegah potensi lonjakan kasus covid-19. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara yang tepat.

"Ada caranya. Setiap potensi lonjakan kan dicegah kan, nah itu dalam suratnya (Menko Luhut) yang boleh melakukan perjalanan itu orang yang udah divaksiansi dua kali. Kalau sekali aja enggak boleh, itu diubah," kata dia.

"Jadi persyaratan untuk terbang, dulu (vaksin) sekali boleh terbang, sekarang enggak boleh," Pandu menambahkan.

Selain itu, juga ada tes terhadap penumpang pesawat. Dan kerumunan yang berpotensi menimbulkan penularan virus, juga dibatasi. Peraturan peraturan itu, kata Pandu, tetap diberlakukan kendati PPKM level 3 dibatalkan.

"Jadi bukan PPKM-nya, aturan apa yang dipakai untuk mencegah Nataru, aturan-aturan itu yang penting," ujar dia.

"Kalau PPKM kan luas sekali, sampai menutup sekolah, kantor harus 50 persen, mall ditutup, mau seperti itu? Kan enggak," imbud Pandu.

Pandu mengungkapkan, kasus covid-19 yang sudah menurun tajam sejak Juli lantaran berkat vaksinasi yang digenacarkan pemerintah. Sehingga kekebalan penduduk sudah tinggi.

Namun saat ditanya apakah hal tersebut termasuk herd Immunitu? "Ya saya enggak bilang herd immunity," jawab Pandu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya