KPK Tetapkan Eks Wali Kota Banjar Herman Sutrisno Tersangka Suap dan Gratifikasi

KPK menyatakan, selama masa kepemimpinannya sebagai Wali Kota Banjar dari 2008-2013, Herman Sutrisno diduga banyak menerima uang dalam bentuk gratifikasi dari para kontraktor.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 23 Des 2021, 18:43 WIB
Diterbitkan 23 Des 2021, 18:42 WIB
Ketua KPK, Firli Bahuri saat membacakan rilis penetapan dan penahanan tersangka
Ketua KPK Firli Bahuri saat membacakan rilis penetapan dan penahanan tersangka suap dan gratifikasi pengadaan barang dan jasa di Kab Hulu Sungai Utara (HSU) 2021-2022, Gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/11/2021). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Wali Kota Banjar Herman Sutrisno (HS) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pekerjaan infrastruktur pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPRPKP) Kota Banjar tahun 2008 sampai 2013 dan dugaan penerimaan gratifikasi.

Selain Herman, KPK juga menjerat Direktur CV Prima Rahmat Wardi (RW) sebagai tersangka pemberi suap.

"KPK mengambil tindakan lanjutan dengan melakukan penyelidikan sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan perkara ini pada tahap penyidikan," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kamis (23/12/2021).

Firli mengatakan, Herman Sutrisno kerap memberi kemudahan kepada Rahmat untuk mendapatkan mendapatkan beberapa paket proyek pekerjaaan di Dinas PUPRPKP. Antara tahun 2012 sampai 2014, Rahmat mengerjakan 15 paket proyek pekerjaan dengan total nilai proyek sebesar Rp23,7 miliar.

"Sebagai bentuk komitmen atas kemudahan yang diberikan oleh Herman maka Rahmat memberikan fee proyek antara 5 persen sampai dengan 8 persen dari nilai proyek," kata Firli.

Diduga banyak menerima uang dalam bentuk gratifikasi

Selain itu, sekitar Juli 2013, Herman diduga memerintahkan Rahmat meminjam uang ke salah satu Bank di Banjar dengan nilai yang disetujui sekitar Rp 4,3 Miliar. Uang itu digunakan untuk keperluan pribadi Herman dan keluarganya, sedangkan untuk cicilan pelunasannya menjadi kewajiban Rahmat.

Rahmat juga beberapa kali memberi fasilitas pada Herman dan keluarganya. Di antaranya tanah dan bangunan untuk pendirian SPPBE di Kota Banjar. Rahmat juga diduga memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional Rumah Sakit Swasta yang didirikan oleh Herman.

Menurut Firli, selama masa kepemimpinannya sebagai Wali Kota Banjar dari tahun 2008 sampai dengan 2013, Herman diduga banyak menerima uang dalam bentuk gratifikasi dari para kontraktor dan pihak lainnya yang mengerjakan proyek di Pemerintahan Kota Banjar.

"Saat ini tim penyidik masih terus melakukan penghitungan jumlah nilai penerimaan gratifikasi dimaksud," kata Firli.

Pasal yang dikenakan

Atas perbuatannya, Herman disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.

Sementara Rahmat disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya