Vaksinasi Booster Idealnya Gratis atau Berbayar? Ini Kata Epidemiolog

Ahli Epidemiologi Griffith University Austria Dicky Budiman mengungkapkan, bahwa semua masyarakat pada saatnya memang harus mendapatkan vaksinasi booster.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 04 Jan 2022, 14:47 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2022, 14:47 WIB
FOTO: Stasiun MRT Jakarta Gelar Vaksinasi COVID-19
Petugas menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada warga yang mengikuti vaksinasi gratis di Stasiun MRT, Jakarta, Jumat (23/7/2021). Penyuntikan vaksin COVID-19 dosis pertama tersebut berlangsung pada 22-24 Juli 2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ahli Epidemiologi Griffith University Austria Dicky Budiman mengungkapkan, bahwa semua masyarakat pada saatnya memang harus mendapatkan vaksinasi booster. Situasi ini dinilainya tidak dapat terhindarkan menyusul adanya varian covid-19 omicron.

"Karena fakta sains menunjukkan menunjukkan bahwa menghadapi omicron ini dua dosis saja tidak cukup. Apalagi ada penurunan proteksi setelah 7 bulan sehingga akhirnya seluruh masyarakat memang harus diberikan booster," ujar dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa (4/1/2022).

Namun dalam skema ini, lanjut dia, tentu harus ada aspek prioritas. Terutama yang harus dikejar lebih dulu selain dua dosis vaksin juga pemberian booster pada kelompok beresiko.

"Sejak awal saya sudah mengusulkan bahwa untuk vaksinasi booster ini pertama untuk penerima dari kelompok beresiko tinggi seperti lansia, komorbid. Itu dari sisi kondisi tubuhnya beresiko tinggi atau beresiko tinggi. Jadi ini yang harus diutamakan," ucap dia.

Kemudian dari sisi profesi, lanjut dia, ada kriteria yang pembiayaannya masuk dalam skema ditanggung negara. Karena mereka menjadi kelompok rentan dan perlu segera dicapai vaksinasi boosternya.

"Seperti pelayanan kesehatan, pelayan publik ya, itu semua itu harus gratis, harus gratis yang beresiko tinggi seperti itu, harus ditanggung pemerintah. Karena mereka menjadi kelompok yang sangat rawan dan perlu segera dicapai. Kalau bayar ya akan menjauhkan dari tujuan," ujar dia.

Kemudian masyarakat yang mendapatkan vaksinasi booster secara gratis, lanjut Dicky, mereka yang berasal dari kelompok miskin. Jumlah itu, kata dia, berada di kisaran angka 69 atau hampir 70 juta jiwa.

"Nah kelompok miskin ini, masyarakat miskin ini harus ditanggung oleh pemerintah melalui mekanisme, ya PBI-nya BPJS kesehatan. Karena mereka ini ya tidak akan memiliki kemampuan untuk bayar tapi mereka kelompoknya besar dan harus dicover," terang Dicky.

Sedangkan masyarakat umum, dia menambahkan, dapat disokong melalui mekanisme tanggungan BPJS. Selain itu, bisa juga lewat asuransi swasta.

"Yang artinya ya sebetulnya berbayar tapi kan dibayarkan oleh asuransinya. Dan artinya ada di situ mekanismen BPJS-nya, asuransi swasta atau pun milik pemerintah lainnya," ujar dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kelompok Mandiri

Selanjutnya, yang terakhir adalah kelompok yang sifatnya mandiri. Hal ini berarti, masyarakat tersebut membayar sendiri atau dibayarkan oleh institusi atau perkantoran atau lembaganya.

"Jadi seperti itu yang usulan saya untuk mekanisme vaksinasi berbayar untuk booster. Karena akhirnya sisa ringannya yang berbayar menjadi sedikit," ujar dia.

Dicky mengungkapkan, vaksinasi booster ini tentu dalam pelaksanaannya berbeda dengan vaksin dosis satu dan dua. Karena Ia melihat bahwa target utama pemerintah dalam pencapaian dua dosis.

"Dan kemudian juga memasuki tahun ketiga, kita juga melihat bahwa pemerintah tentu memiliki beban yang lebih besar," imbuh Dicky.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya