Kejagung Tetapkan 5 Tersangka Korupsi LPEI, Rugikan Negara Rp 2,6 Triliun

Lima tersangka kasus dugaan korupsi LPEI itu langsung ditahan Kejagung untuk memudahkan proses penyidikan.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Jan 2022, 23:05 WIB
Diterbitkan 06 Jan 2022, 22:58 WIB
Ilustrasi Kejaksaan Agung RI (Kejagung).
Gedung Kejaksaan Agung RI (Kejagung). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan lima orang tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Tahun 2013-2019 yang merugikan negara hingga Rp 2,6 triliun.

"Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah menetapkan 5 (lima) orang tersangka," kata Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/1/2022).

Adapun kelima tersangka yakni, AS selaku Direktur Pelaksana IV/Komite Pembiayaan dan selaku pemutus awal sampai akhir Group Walet serta selaku Direktur Pelaksana Tiga LPEI periode 2016 dan selaku Komite Pembiayaan (Pemutus) Group Johan Darsono.

Lalu, FS selaku Kepala Divisi Pembiayaan UKM 2015-2018; JAS selaku Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) LPEI Surakarta periode 2016; JD selaku Direktur PT Mount Dreams Indonesia; dan S selaku Direktur PT Jasa Mulia Indonesia, PT Mulia Walet Indonesia dan PT Borneo Walet Indonesia.

Kelima tersangka korupsi itu langsung ditahan guna mempercepat proses penyidikan. Untuk AS; FS; dan JD ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari sampai 25 Januari nanti.

Sementara untuk dua tersangka lainnya yaitu, JAS dan S ditahan selama 20 hari sampai 25 Januari di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Duduk Perkara

Ilustrasi impor ekspor
Ilustrasi impor ekspor (Foto:Shutterstock)

Kelima tersangka ini merupakan tersangka dari perkara pokok dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI tahun 2013-2019.

Leonard menjelaskan, berdasarkan laporan LPEI 31 Desember 2019 memperlihatkan, LPEI mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp4,7 triliun.

Dalam kasus ini, LPEI memberikan fasilitas pembiayaan kepada delapan grup yang terdiri dari 27 perusahaan. Namun, fasilitas itu diberikan tanpa melihat tata kelola perusahaan dan tidak sesuai dengan kebijakan perkreditan LPEI. Lalu, tak sesuai dengan sistem informasi manajemen risiko.

"Pembiayaan itu dalam posisi kolektibilitas lima atau macet per 31 Desember 2019," kata Leonard.

Seperti dikutip dari Antara, perusahaan pertama yang mendapatkan pembiayaan dari LPEI yakni Grup Walet sebesar Rp576 miliar.

Grup Walet tersebut terdiri dari tiga perusahaan, yakni CV Mulia Wallet Indonesia yang memperoleh pembiayaan sebesar Rp90 miliar yang diambil alih oleh PT Mulia Walet Indonesia dengan jumlah pembiayaan Rp175 miliar.

Kemudian, PT Jasa Mulia Indonesia memperoleh pembiayaan Rp275 miliar, dan PT Borneo Walet Indonesia mendapat fasilitas pembiayaan Rp125 miliar.

"Bahwa untuk Group Walet, total fasilitas pembiayaan yang diberikan LPEI sebesar Rp576 miliar," kata Leonard.

Selain Walet Group, perusahaan lainnya yang mendapat pembiayaan ada Johan Darsono Grup yang terdiri atas 12 perusahaan.

Ke 12 perusahaan tersebut, yakni PT Kemilau Kemas Timur menerima fasilitas pembiayaan Rp200 miliar. CV Abhayagiri menerima fasilitas pembayaran Rp15 miliar. CV Multi Mandala menerima pembiayaan Rp15 miliar.

Lalu, CV Prima Garuda menerima pembiayaan sebesar Rp15 miliar. CV Inti Makmur menerima pembiayaan senilai Rp15 miliar, dan PT Permata Sinita Kemasindo sebesar Rp200 miliar.

Selanjutnya, PT Summit Paper Indonesia juga menerima fasilitas pembiayaan sebesar Rp199,6 miliar.

Masih pada Johan Darsono Group, ada PT Elite Paper Indonesia menerima fasilitas pembiayaan sebesar Rp200 miliar. PT Everbliss Packaging Indonesia menerima pembiayaan Rp200 miliar. PT Mount Dreams Indonesia menerima fasilitas pembiayaan sebesar Rp645 miliar.

Selanjutnya, PT Gunung Geliat menerima 30 juta dolar AS setara Rp345 miliar (kurs Rp11.500). PT Kertas Basuki Rahmat menerima pembiayaan 45 juta dolar AS atau setara Rp460 miliar (dengan kurs Rp11.500).

"Untuk grup Johan Darsono total fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh LPEI senilai Rp2,1 triliun,” ujar Leonard lagi.

Leonard menambahkan, pemberian fasilitas kredit itu menyebabkan kerugian negara sekitar Rp2,6 triliun.

Nilai kerugian negara itu kemungkinan masih bisa bertambah. Sebab, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih melakukan perhitungan.

"Saat ini masih dilakukan perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPK RI," kata Leonard.

Penyidik menjerat para tersangka dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP subsider Pasal 3 UU tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya