Kepala BRIN Bantah Isu Pemecatan Honorer LBM Eijkman: Kontraknya Telah Berakhir

Laksana Tri Handoko meluruskan kabar dibalik proses integrasi Lembaga Biologi Molekuler Eijkman ke badan yang dipimpinnya.

oleh Yopi Makdori diperbarui 07 Jan 2022, 07:15 WIB
Diterbitkan 07 Jan 2022, 07:15 WIB
Foto Laksana Tri Handoko, Kepala BRIN
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko. (Foto: Dok. BRIN).

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko meluruskan kabar dibalik proses integrasi Lembaga Biologi Molekuler Eijkman ke badan yang dipimpinnya.

Dia membantah bahwa proses integrasi ini berujung pada pemecatan sejumlah peneliti LBM Eijkman.

Menurutnya, selama ini mereka direkrut oleh Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang sekarang terintegrasi dengan BRIN.

Handoko menegaskan, tidak ada pemecatan terhadap sejumlah tenaga honorer.

"Isu tersebut tidak benar. Kondisi sebenarnya adalah, kontrak mereka telah berakhir di bulan Desember 2021," kata dia dalam keterangan tertulis, Jumat (7/1/2022).

"Sesuai PP 11/2017, PP 17/2020 dan PP 49/2018 sebagai turunan dari UU 5/2014, lembaga pemerintah sudah tidak diperbolehkan merekrut personel sebagai individu, selain dengan skema PNS dan PPPK dengan batas hingga 2023," sambungnya.

Tetapi di lain sisi, lanjut Handoko, sesuai regulasi honorer hanya bisa dikontrak selama satu tahun anggaran. Sehingga setiap akhir tahun pasti harus diberhentikan.

Meskipun kebiasaan selama ini di awal tahun akan kembali dikontrak.

"Sehingga tidak benar bahwa mereka diberhentikan karena ada integrasi. Tetapi karena sesuai kontrak hanya 1 tahun dan sesuai regulasi, kami sudah tidak bisa lagi merekrut honorer," kata Handoko.

 

Menuai Kritik

Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai proses menata ulang kelembagaan riset dan teknologi nasional yang dilakukan pemerintah sudah masuk tahap mengkhawatirkan.

Upaya peleburan beberapa lembaga riset ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bukannya membuat kegiatan riset terus berkembang tapi malah menimbulkan kegaduhan.

Mulyanto menyebut, saat ini yang terjadi di dunia ristek nasional adalah upaya politisasi dan de-Habibienisasi oleh kelompok tertentu yang ambisius. Sehingga tak heran bila semua lembaga bentukan begawan ristek Habibie dihilangkan.

"Apa yang terjadi di bidang ristek saat ini adalah efek bola salju dari politisasi Iptek dan de-habibienisasi. Pemerintah terlalu memaksakan diri dan sradak-sruduk dalam menata kelembagaan Ristek nasional. Jadi terkesan bukannya menata, tetapi malah mengacak-acak," katanya dalam keterangan tulis, Rabu (5/1/2022).

Mulyanto mencatat ada beberapa kebijakan Pemerintah di bidang Ristek yang mengkhawatirkan. Di antaranya menghapus Kementerian Riset dan Teknologi, membubarkan Dewan Riset Nasional (DRN) menghapus LAPAN dan BATAN, membubarkan BPPT dan LIPI. Dan terakhir mengubah Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menjadi Pusat Riset Biomolekuler di bawah BRIN.

"Perombakan struktur ristek ini, terutama pembubaran Kemenristek, mengakibatkan tugas perumusan dan koordinasi kebijakan ristek menjadi terbelah antara Kemendikbud-Ristek dan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional)," tegas Mulyanto.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya