Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penggeledahan dan penyitaan terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) Tahun 2015-2021. Penggeledahan pada Selasa (18/1/2022) dilakukan di tiga lokasi.Â
"Jampidsus lakukan tindakan penggeledahan dan penyitaan di tiga lokasi yang terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek satelit," kata Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangannya.
Advertisement
Baca Juga
Adapun tiga lokasi yang digeledah, di antaranya Kantor PT Dini Nusa Kusuma yang beralamat di Jalan Prapanca Raya, Jakarta Selatan; Kantor PT Dini Nusa Kusuma yang beralamat di Panin Tower Senayan City Lantai 18A Jakarta Pusat; dan Apartemen milik saksi SW selaku Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma/Tim Ahli Kementerian Pertahanan.
Dari hasil penggeledahan kasus dugaan korupsi satelit itu, petugas mendapatkan sejumlah barang yang disita, di antaranya; sejumlah dokumen sebanyak tiga kontainer plastik serta barang Bukti Elektronik dengan total kurang lebih 30 buah.
"Terhadap barang yang disita tersebut akan dijadikan barang bukti dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015-2021," jelas Leonard.
Berpotensi Rugikan Rp 500 Miliar
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Ardiansyah mengatakan, negara telah mengalami kerugian sebesar Rp 500 miliar terkait dengan dugaan korupsi proyek satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015-2016.
"Jadi indikasi kerugian negara yang kita temukan hasil dari diskusi dengan rekan-rekan auditor, ini kita perkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp 500 miliar lebih dan ada potensi. Karena kita sedang digugat di arbitrase sebesar 20 juta USD," kata Febrie saat konpers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (14/1/2021).
Ia menjelaskan, total segitu diperuntukkan untuk membayar biaya sewa Avanti sebesar Rp 491 miliar, kemudian untuk biaya konsultan sebesar Rp 18,5 miliar. Selanjutnya untuk biaya Arbitrase Navajo senilai Rp 4,7 miliar.
"Nah ini yang masih kita sebut potensi ya, karena ini masih berlangsung dan kita melihat bahwa timbulnya kerugian atau pun potensi sebagaimana tadi yang disampaikan di persidangan Arbitrase ini," jelasnya.
"Karena memang ada kejahatan yang kualifikasinya ketika ekspose dilakukan, ini masuk ke dalam kualifikasi tindak pidana korupsi," sambungnya.
Â
Reporter: Bachtiarudin Alam
Merdeka.com
Advertisement