Partai Gelora Ingatkan Potensi Polarisasi dan Politik Identitas bila Pilpres 2024 Diundur

Mahfudz mengingatkan semua pihak untuk mengantisipasi munculnya kembali politik identitas yang menciptakan pembelahan atau polarisasi dahsyat di masyarakat

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Jan 2022, 01:27 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2022, 14:28 WIB
Mahfudz Siddiq
Sekjen DPP Partai Gelora Mahfudz Siddiq.

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfudz Siddiq memprediksi kemungkinan bakal munculnya politik identitas di pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

"Kemunculan politik identitas itu, antara lain bisa muncul dari tokoh-tokoh politik yang rekam jejaknya menunjukkan keterkaitan dengan politik identitas. Kita sama-sama tahu, kini sudah muncul nama-nama tokoh dalam survei-survei calon presiden, termasuk yang dilakukan SMRC," kata Mahfudz dalam Webinar Moya Institute bertajuk "Pandemi dan Siklus Politik Indonesia Jelang 2024 ", di Jakarta, Jumat, 22 Januari 2022. 

Mahfudz mengingatkan semua pihak untuk mengantisipasi munculnya kembali politik identitas yang menciptakan pembelahan atau polarisasi dahsyat di masyarakat. Padahal, menurut Mahfudz, pembelahan sebagai dampak dari Pemilu 2019 belum sepenuhnya hilang.

Mahfudz pun menyoroti ide pengunduran jadwal pemilu 2024, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.

Menurutnya bila Pemilu 2024 diundur dua atau tiga tahun, hal itu akan memberikan peluang pada kelompok-kelompok yang mengusung politik identitas untuk melakukan mobilisasi.

"Itu akan membuat pembelahan masyarakat semakin dahsyat, serta kohesi sosial terganggu," ujar dia. 

Situasi Krisis Pontensi Munculkan Politik Identitas

pemilu-ilustrasi-131024c.jpg
Ilustrasi pemilih surat suara.

Dalam kesempatan yang sama, Pemerhati Politik dan Isu-isu Strategis Prof Imron Cotan menyatakan politik identitas selalu tumbuh apabila situasi krisis, seperti yang diakibatkan pandemi Covid-19 muncul dan berkelanjutan.

Berdasarkan kajian ilmu politik, kata dia, krisis berkelanjutan memang mengundang munculnya politik identitas.

"Yang selalu dijadikan rujukan oleh para pakar, dan saya sepakati, adalah kemunculan Presiden Donald Trump di Amerika serta Presiden Jair Bolsonaro di Brasil. Keduanya muncul berbasiskan politik identitas, akibat krisis yang melanda negeri mereka masing-masing. Hal itu yang kita tidak inginkan terjadi di Indonesia," ujar Imron.

Oleh karena itu, kata dia, untuk mencegah politik identitas maupun polarisasi muncul di tengah masyarakat, situasi pandemi ini harus ditangani dengan baik. Sejauh ini, tambahnya, penanganan pandemi oleh negara sudah cukup baik, bahkan urutan kelima terbaik di dunia.

"Bila penanganan pandemi ini baik, ekonomi membaik, potensi kemunculan politik identitas dan dikotomi masyarakat juga bisa dicegah. Dan, Indonesia bisa melaksanakan pemilu 2024 dengan baik juga," ujar Imron.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya