Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform, Erasmus Napitupulu, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan mengusut kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin.
“Presiden harus mengevaluasi jajarannya apabila ada yang diduga terlibat untuk mengetahui adanya praktik ini,” ucap Erasmus di Jakarta, Selasa, (25/1/2022).
Selain itu, kata dia, presiden juga harus memastikan bahwa UU Narkotika segera direvisi dengan pendekatan kesehatan untuk menghindarkan adanya stigma atas kriminalisasi pengguna dan pecandu narkotika yang dapat berujung pada praktik penyiksaan, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia.
Advertisement
“Seolah menggunakan narkotika adalah bentuk kesalahan begitu besar sehingga perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan diperkenankan,” tutur dia seperti dikutip dari Antara.
Kemudian, ICJR juga meminta Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman, dan LPSK, atau lembaga yang tergabung dalam kerja sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) agar memantau terus kasus manusia dikerangkeng di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin.
“Investigasi independen harus dilakukan KuPP untuk menangkal narasi yang seolah membenarkan praktik ini dari kepolisian,” kata Erasmus.
Tempat untuk Rehabilitasi Pengguna Narkoba?
Polisi mengaku menemukan fakta, para penghuni kerangkeng manusia yang ada di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin sengaja masuk dengan membuat surat keterangan kesediaan. Mereka diantar keluarga atau orangtuanya untuk menjalani pembinaan dalam bangunan layaknya sel penjara itu.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyampaikan, hasil keterangan dari penjaga bangunan di rumah Bupati Langkat menyatakan, tempat itu merupakan penampungan sekaligus fasilitas rehabilitasi warga yang kecanduan narkoba dan terlibat kenakalan remaja.
"Di mana para penghuni tersebut diserahkan oleh pihak keluarganya, pihak keluarganya menyerahkan kepada pengelola untuk dilakukan pembinaan, dilakukan pembinaan yang mana orang-orang tersebut kecanduan narkoba dan diserahkan dengan membuat surat pernyataan," tutur Ahmad di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (25/1/2022).
Menurut dia, awalnya penjaga bangunan menyatakan ada 48 warga binaan. Namun hasil pengecekan, tinggal 30 orang penghuni kerangkeng manusia itu.
"Kemudian kami sampaikan bahwa dari sebagian dipekerjakan di pabrik kelapa sawit milik bupati, dengan maksud untuk membekali warga binaan keahlian yang berguna bagi mereka saat mereka keluar dari tempat binaan. Dan mereka tidak diberikan upah sebagaimana pekerja karena mereka warga binaan," jelas Ahmad.
Berdasarkan hasil penyelidikan, kerangkeng manusia itu didirikan di atas tanah seluas 1 hektare dengan ukuran bangunan 6x6 meter persegi dan terbagi menjadi dua kamar dengan kapasitas lebih 30 orang. Penyidik sejauh ini masih mendalami dugaan praktik perbudakan dalam kasus tersebut.
"Ini masih dalam proses, karena kita melihat, sudah saya jelaskan dengan kesadaran sendiri orang tua mengantar dan menyerahkan, kemudian dengan surat pernyataan. Nah, tetapi apa itu nanti kita lain, nanti lihat kita dalami bagaimana prosesnya, kita belum bisa cepat-cepat memberikan kesimpulan," Ahmad menandaskan.
Advertisement