Liputan6.com, Jakarta Calon Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mochammad Afifuddin dicecar mengenai langkah yang akan digunakan untuk mencegah munculnya multi penafsiran di kalangan panitia ad hoc pemilu di lapangan.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Komarudin Watubun mengatakan bahwa selama ini dirinya kerap mendengar banyak masalah dalam penafsiran aturan di lapangan.
Advertisement
Baca Juga
"Pemilu itukan pelaksanaannya itu di tingkat ad hoc-nya, di tingkat pusat sampai provinsi tidak banyak bicara, regulasinya bagus. Tapi di tataran kecamatan sampai TPS itu yang biasa banyak masalah, karena apa? Karena sosialisasi aturan kita terbatas akibat dari luasnya wilayah Indonesia," kata Komarudin dalam Fit and Proper Test Calon Anggota KPU dan Bawaslu RI di Ruang Sidang Komisi II DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta pada Selasa (15/2/2022).
Komarudin menantang Afifuddin untuk menerangkan jurusnya dalam mengentaskan masalah tersebut jika kelak nanti menjadi anggota KPU RI.
"Kalau besok dan kita berdoa Pak Afif bisa jadi, bagaimana cara mengatasi itu sosialisasi sampai aturan sampai tingkat pelaksanaan di bawah itu mengerti aturan. Jadi tidak menafsirkan aturan menurut keinginannya sendiri-sendiri," tanyanya.
Â
Akui Banyak Salah Tafsir
Sementara itu, Mochammad Afifuddin mengakui bahwa masalah salah tafsir aturan di lapangan menjadi satu dari sekian masalah utama dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Dia menerka lantaran banyak panitia di lapangang yang terdiri dari panitia ad hoc yang direkrut hanya dalam tempo singkat.
Guna menanggulangi kendala tersebut, Afifuddin menawarkan skenario supaya modul buku panduan antara petugas KPPS dan pengawas TPS disamakan.
"Ini penting untuk kita atur kembali misalnya dengan bagaimana modul panduan di bawah itu digabung antara KPU dan Bawaslu, jika mungkin. Jika tidak, paling tidak bimtek bersama dilakukan," kata dia.
Jika begitu, harapannya pemahaman mereka akan aturan pemilu bermuara pada satu sumber.
Advertisement