Jaksa Agung: Kasus Korupsi Garuda Indonesia Untungkan Perusahaan Asing

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat udara pada PT Garuda Indonesia Tahun 2011-2021.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 24 Feb 2022, 21:15 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2022, 21:15 WIB
Jaksa Agung ST Burhanuddin
Jaksa Agung ST Burhanuddin. (foto: dokumentasi Kejagung)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat udara pada PT Garuda Indonesia Tahun 2011-2021. Dalam proses penyidikan, diketahui perkara tersebut diduga telah menguntungkan sejumlah perusahaan asing.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan, runut kasus tersebut bermula pada kurun waktu 2011-2021, PT Garuda Indonesia melakukan pengadaan pesawat udara dari berbagai jenis tipe pesawat, antara lain Bombardier CRJ-100 dan ATR 72-600 yang dilaksanakan dalam periode Tahun 2011-2013.

Kemudian, terdapat penyimpangan dalam proses pengadaannya, antara lain kajian Feasibility Study/Business Plan rencana pengadaan pesawat Sub-100 Seaters yakni CRJ-1000 maupun pengadaan pesawat turbopropeller yaitu ATR 72-600 yang memuat analisis pasar, rencana jaringan penerbangan, analisis kebutuhan pesawat, proyeksi keuangan dan analisis resiko, tidak disusun atau dibuat secara memadai berdasarkan prinsip pengadaan barang dan jasa yaitu efisien, efektif, kompetitif, transparan, adil dan wajar serta akuntabel.

"Proses pelelangan dalam pengadaan pesawat Sub-100 Seaters maupun pengadaan pesawat turbopropeller mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang/jasa tertentu, yaitu Bombardier dan ATR," tutur Burhanuddin di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (24/2/2022).

Selanjutnya, kata Burhanuddin, ada indikasi praktik suap dalam proses pengadaan pengadaan pesawat Sub-100 Seaters maupun pengadaan pesawat turbopropeller dari manufacture. Akibat dari pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang menyimpang tersebut, PT Garuda Indonesia mengalami kerugian dalam mengoperasionalkan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.

"Atas kerugian keuangan negara yang ditimbulkan tersebut, diduga telah menguntungkan pihak terkait dalam hal ini perusahaan Bombardier Inc Kanada dan perusahan Avions de Transport Regional (ATR) Perancis masing-masing selaku pihak penyedia barang dan jasa, serta perusahaan Alberta S.A.S. Perancis dan Nordic Aviation Capital (NAC) Irlandia selaku lessor atau pihak yang memberikan pembiayaan pengadaan pesawat tersebut," jelas dia.

Lebih lanjut, telah dilakukan permintaan perhitungan kerugian keuangan negara kepada BPKP Pusat dan telah dilakukan ekspose atau gelar perkara, antara tim penyidik dengan Tim BPKP.

"Serta telah diperoleh kesimpulan adanya kerugian keuangan negara dalam pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 dimaksud, yang mana proses perhitungannya sedang dilakukan oleh Tim Auditor dari BPKP," Burhanuddin menandaskan.

2 Tersangka Baru

Ilustrasi Kejaksaan Agung RI (Kejagung).
Gedung Kejaksaan Agung RI (Kejagung). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Adapun dua tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat udara pada PT Garuda Indonesia periode 2011-2021 adalah AW selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia Tahun 2009-2014, yang juga anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000 NG Garuda Indonesia tahun 2011 serta anggota Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600 PT Garuda Indonesia tahun 2012.

Kemudian SA selaku Vice President Strategic Management Office PT Garuda Indonesia periode 2011-2012 yang juga anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000 NG Garuda Indonesia tahun 2011 serta Anggota Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600 PT Garuda Indonesia tahun 2012.

Demi mempermudah proses penyidikan, maka dilakukan penahanan terhadap tersangka AW selama 20 hari ke depan, terhitung sejak 24 Februari 2022 sampai dengan 16 Maret 2022 di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Sementara tersangka SA dilakukan penahanan juga selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Subsidiair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya