Partai Gelora Uji Materi ke MK, Tolak Adanya Pemilu Serentak

Partai Gelora melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Feb 2022, 20:47 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2022, 17:41 WIB
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi (MK)
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi (MK) (Liputan6/Putu Merta)

Liputan6.com, Jakarta Partai Gelora melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Berdasarkan laman resmi MK, gugatan itu dilayangkan oleh Ketua Umum Gelora Anis Matta, Sekjen Mahfuz Sidik dan Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah, yang dilakukan pada Kamis 24 Februari 2022 dengan nomor 27/PUU/PAN.MK/AP3/02/2022.

"Menyatakan Pasal 167 ayat (3) sepanjang frasa "Secara Serentak" dan Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi gugatan para pemohon seperti dikutip pada Jumat (25/2/2022).

Disebutkan, pasal di atas bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

Partai Gelora berpendapat, bila pileg 2024 digelar lebih dahulu sebelum pilpres, maka hak mereka dirugikan secara konstitusional, yakni untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden berpotensi hilang.

"Bahwa jika pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2024 diselenggarakan secara terpisah dengan mendahulukan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD sebelum pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden maka kerugian konstitusional Pemohon sebagaimana dimaksud di atas tidak akan terjadi," demikian.

 

MK Tolak soal Presidential Threshold

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan terkait presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dalam Undang-Undang Pemilu yang dilayangkan mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo.

Demikian putusan disampaikan Hakim Konstitusi yaitu Anwar Usman selaku Ketua dalam gugatan bernomor 70/PUU-XIX/2021 yang diajukan Gatot pada sidang Kamis (24/2/2022).

"Mengadili, Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," kata Anwar dalam draft Amar Putusan yang dikutip melalui website MK.

Dalam bagian konklusi, majelis hakim menilai berdasarkan fakta dan hukum gugatan yang diajukan para pemohon tidak beralasan menurut hukum. Karena Gatot selaku pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.

"Menimbang bahwa meskipun Mahkamah berwenang mengadilipermohonan a quo. Namun dikarenakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan," jelasnya.

Pasalnya, Menurut Mahkamah, Gatot telah mengetahui hasil hak pilihnya dalam pemilu legislatif tahun 2019 akan digunakan juga sebagai bagian dari persyaratan ambang batas pencalonan pasangan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2024.

"Yang hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu, sehingga tidak terdapat kerugian konstitusional Pemohon," katanya.

Persoalan jumlah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang akan berkontestasi dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tidak berkorelasi dengan norma Pasal 222 UU 7/2017 karena norma a quo tidak membatasi jumlah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang berhak mengikuti pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

"Dengan demikian, selain Pemohon tidak memiliki kerugian konstitusional dengan berlakunya norma Pasal 222 UU 7/2017, juga tidak terdapat hubungan sebab akibat norma a quo dengan hak konstitusional Pemohon sebagai pemilih dalam Pemilu," tuturnya.

 

 

Reporter: Genantan Saputra/Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya