Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa enam orang saksi untuk mendalami kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) tahun 2013-2019.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan, seluruh saksi diperiksa dalam rangka mendalami keterlibatan tujuh tersangka yakni PSNM, DSD, AS, FS, JAS, JD, dan S dalam kasus tersebut.
Advertisement
Baca Juga
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan untuk melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan Tipikor dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI tahun 2013-2019," tutur Ketut dalam keterangannya, Senin (7/3/2022).
Adapun para saksi adalah Asep Budihartono selaku pensiunan di LPEI dengan jabatan terakhir Fungsional Ahli Koordinator Kanwil pada September 2019, Riski Armando Riskomar selaku Mantan Deputi Bisnis pada LPEI Kanwil Surakarta periode 2018-2020, dan Novlies Hendrawan selaku Kepala Departemen Analisa Risiko Bisnis (ARD) II LPEI periode 2017-2018.
Kemudian Fajar Hargiana selaku Kadep III UMKM Mei 2018-Maret 2020, Tri Purnomosidi selaku Mantan Kadiv Kepatuhan dan Kadiv Hukum LPEI, dan Yugo Adhistira selaku Kepala Departemen Trade Review pada LPEI.
"Seluruhnya diperiksa terkait pemberian fasilitas pembiayaan dari LPEI," kata Ketut.
Tetapkan 2 Tersangka Baru Korupsi LPEI
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menetapkan dua tersangka baru kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas perkara dugaan korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI Tahun 2013-2019. Dengan begitu, maka total Kejagung telah menetapkan 7 tersangka.
"Tim Jampidsus menetapkan dua orang tersangka dalam Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang korupsi LPEI Tahun 2013-2019," kata Leonard.
Adapun dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka dengan jeratan TPPU yaitu JD selaku Owner Johan Darsono Grup dan S selaku Swasta (Owner atau Direktur PT Mulia Walet Indonesia, Direktur Jasa Mulya Walet dan PT Borneo Walet Indonesia).
"Tersangka tersebut ditetapkan berdasarkan laporan hasil perkembangan penyidikan dalam perkara LPEI Tahun 2013-2019," sebutnya.
Kedua tersangka dijerat diancam pidana Pasal 3 jo. Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Kejagung juga menyita aset berupa tanah seluas 16.360 M milik JD yang ditetapkan tersangka korupsi pembiayaan ekspor nasional Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Tahun 2013- 2019.
Penyitaan dilakukan berdasarkan penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Sukoharjo yang pada pokoknya memberikan izin kepada Penyidik dari Kejaksaan Agung untuk melakukan penyitaan terhadap tanah di Kabupaten Sukoharjo.
"Sesuai Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor. 30/Pen.Pid/2022 /PN.Skh tanggal 10 Februari 2022, aset milik atau yang berkaitan dengan Tersangka JD," sebut Leonard.
Tiga tanah yang disita tersebar di dua desa yakni, desa Gedangan, Sukoharjo yang masing-masing sertifikat hak milik (SHM) seluas 5.195 M dan seluas 5.200 M. Sementara satu tanah lagi dengan sertifikat hak milik di Desa Kudu seluas 5.965 M.
Adapun penyitaan dilakukan untuk menutupi kerugian negara yang diduga disebabkan akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka JD, kurang lebih kerugian mencapai Rp2,6 triliun.
"Terhadap aset-aset para tersangka yang telah disita tersebut, selanjutnya akan dilakukan penaksiran atau taksasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) guna diperhitungkan sebagai penyelamatan kerugian keuangan negara didalam proses selanjutnya," ujarnya.
Advertisement