Liputan6.com, Jakarta - Draf RUU Sisdiknas mendapatkan respons negatif dari masyarakat. Sebab dalam draf itu tidak mencantumkan kata "madrasah" seperti halnya dalam UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo menegaskan, sekolah dan madrasah tetap ada dalam RUU Sisdiknas.
“Sedari awal tidak ada keinginan ataupun rencana untuk menghapus sekolah atau madrasah atau bentuk-bentuk satuan pendidikan lain dari sistem pendidikan nasional. Sekolah maupun madrasah secara substansi tetap menjadi bagian dari jalur-jalur pendidikan yang diatur dalam batang tubuh dari revisi RUU Sisdiknas," katanya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (29/1/2022).
Advertisement
Namun, katanya, penamaan secara spesifik, seperti SD dan MI, SMP dan MTs, atau SMA, SMK, dan MA akan dijelaskan dalam bagian penjelasan agar penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat di tingkat UU sehingga lebih fleksibel dan dinamis.
Baca Juga
Dia menambahkan penyusunan RUU Sisdiknas dengan prinsip terbuka terhadap masukan dan tidak dilaksanakan dengan terburu-buru. Perkembangan RUU Sisdiknas sekarang masih dalam revisi draf awal.
Hal itu berdasarkan masukan dari para ahli dan berbagai pemangku kepentingan, sekaligus pembahasan dalam panitia antarkementerian.
”Pada dasarnya, RUU Sisdiknas juga masih di tahap perencanaan dan kami akan tetap banyak menampung dan menerima masukan," kata dia yang dikutip dari Antara.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Timbulkan Dikotomi
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan hilangnya kata madrasah dalam draf RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) akan memunculkan dikotomi pada bidang pendidikan.
“Tidak adanya madrasah dalam RUU Sisdiknas ini berpotensi menyebabkan terjadinya dikotomi sistem pendidikan nasional yang tentu saja bertentangan dengan UUD 1945 yang menginginkan adanya integrasi pendidikan dalam satu pendidikan nasional,” ujar Mu’ti dalam keterangannya di Jakarta, Senin 28 Maret 2022, yang dikutip dari Antara.
Selain itu juga dikhawatirkan akan munculnya kesenjangan mutu pendidikan di madrasah. Tidak adanya katanya madrasah dikhawatirkan menjadi alasan pemerintah tidak mengalokasikan anggaran untuk madrasah.
Mu’ti juga mengaku khawatir dikotomi pendidikan tersebut jika tidak dikelola dengan baik, maka berpotensi menimbulkan masalah disintegrasi bangsa.
Oleh karena itu, penting untuk memasukkan madrasah ke dalam RUU Sisdiknas 2022 seperti yang sudah tercantum dalam UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sementara itu, Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara, Arifin Junaidi, meminta pemerintah untuk kembali memasukkan madrasah dalam RUU Sisdiknas.
Hilangnya kata madrasah, lanjut Arifin, merupakan kemunduran setelah sekolah dan madrasah diintegrasikan dan tidak dikotomi dalam UU 20/2003.
“Madrasah harus tetap diatur dalam UU, bukan pada aturan turunan. Tujuannya agar madrasah dapat didukung baik dari sisi kebijakan maupun anggaran,” kata Arifin.
Advertisement