Buang Jasad Korban Tabrakan di Nagreg ke Sungai, Kolonel Priyanto: Saya Pikir Sudah Meninggal

Pernyataan Kolonel Priyatno ini dilontarkan ketika ahli forensik dr Zaenuri Syamsu Hidayat yang mengungkap hasil autopsi Handi, memberikan keterangan di persidangan pembunuhan korban kecelakaan di Nagreg.

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Mar 2022, 19:57 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2022, 19:57 WIB
Barang bukti tabrak lari sejoli di Nagreg
Barang bukti mobil Isuzu Panther milik oknum anggota TNI Kolonel P yang digunakan menabrak sejoli di Nagreg dan membuangnya ke sungai. (Foto: Puspom TNI AD)

 

Liputan6.com, Jakarta Terdakwa dugaan pembunuhan berencana Kolonel Priyanto mengaku membuang jenazah sepasang sejoli Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) karena mengira keduanya telah meninggal. Berbekal pemiliran tersebut, dia memutuskan untuk membuang jasad kedua korban ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.

Pernyataan Priyatno ini dilontarkan ketika ahli forensik dr Zaenuri Syamsu Hidayat yang mengungkap hasil autopsi Handi, memberikan keterangan di persidangan pembunuhan korban kecelakaan di Nagreg. Zaenuri mengatakan, Handi masih hidup ketika dibuang oleh anak buah Priyatno.

Priyanto menceritakan Handi sudah dalam kondisi kaku dan kaki tertekuk ketika dibuang ke sungai. Oleh karena itu, dia mengira Handi meninggal dunia.

"Saya buang dalam keadaan kaki menekuk, karena sudah kaku. Apakah itu bisa dinyatakan dia bisa meninggal atau tidak?" tanya Priyanto saat sidang Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (31/3/2022).

"Saya tidak bisa memastikan," jawab Zaenuri.

"Termasuk tadi Pak Dokter menyampaikan ada air dan darah 500 cc. Tidak bisa dibedakan airnya berapa cc dan darah berapa cc?" tanya Priyanto, sekali lagi.

"Tidak bisa dibedakan. Tidak bisa disimpulkan," ucap Zaenuri.

Oleh sebab itu, Priyanto menegaskan, tak tahu bila Handi masih hidup ketika dibuang.

"Saya hanya menanyakan itu. Jadi memang saya orang awam, tidak tahu, saya temukan, kemudian saya buang sudah dalam keadaan kaku. Ya pikiran saya sudah meninggal. Demikian Pak, terima kasih, Yang Mulia," tutup Priyanto.

Sementara Salsabila diperkirakan sudah meninggal dunia ketika dibuang ke Sungai Serayu. 

 

Ada Pasir Halus di Paru-Paru dan Saluran Napas Handi

Ahli forensik, Zaenuri Syamsu Hidayat, membeberkan Handi Saputra (17) korban tabrak lari di Nagreg, Jawa Barat, masih hidup ketika dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah, oleh anak buah Kolonel Infanteri Priyanto.

Hal itu disampaikan, Zaenuri ketika hadir sebagai saksi dalam sidang perkara dugaan pembunuhan berencana atas terdakwa Kolonel Inf Priyanto di Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta Timur, Kamis (31/3/2022).

"Setelah kami buka rongga dada, itu tampak pada saluran nafas itu ada benda-benda air semacam lumpur, di saluran nafas, di rongga dada ditemukan cairan," ucap Zaenuri.

Hal itu merujuk pada proses autopsi yang berlangsung sekitar pukul 16.00 WIB, 13 Desember 2021 di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto, Jawa Tengah.

Selain ditemukan air pada rongga pernapasan, Zaenuri menemukan sejumlah luka di sekujur tubuh jenazah Handi. Mulai dari luka di kepala, retak pada tulang kepala, hingga luka di dada kiri, namun tidak menembus hingga rongga dada.

"Apa maksudnya kalau dalam paru-paru itu ada pasir halus?" tanya Hakim Ketua Pengadilan Tinggi Militer II, Brigjen TNI Faridah Faisal. Zaenuri menjawab, karena ada air sungai yang masuk ke dalam rongga dada. Kemudian ke dalam paru-paru dan ke dalam saluran nafas bagian bawah.

Mendengar itu, Brigjen Faridah kembali bertanya kepada Zaenuri, apakah pada jenazah Handi dibuang masih dalam keadaan hidup atau tidak. Sebab, ada pasir sungai yang masuk ke dalam paru-paru korban.

"Artinya apakah pada saat korban ini jatuh ke dalam sungai itu apakah masih bernafas? Ada pasir dalam paru-paru?" tanya Brigjen Faridah.

"Nggih, masih bernafas," beber Zaenuri.

"Kalau masih bernafas, masih hidup ya?" tanya Brigjen Faridah.

"Masih hidup," ucap Zaenuri.

 

Tak Sadar

Kendati demikian, Zaenuri menjelaskan Handi dibuang dalam kondisi tidak sadar. Sebab, tidak ada temuan air maupun pasir di dalam organ lambung.

"Jadi ada 3 tipe org masuk ke dalam air, sadar masuk ke dalam air kemudian meninggal, tidak sadar masuk ke dalam air kemudian meninggal, atau dalam keadaan meninggal kemudian dimasukan ke dalam air itu beda semua," jelas Zaenuri.

Untuk diketahui, kasus ini bermula dari Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya, yaitu Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh menabrak Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) di Nagreg.

Mereka tidak membawa korban tersebut ke rumah sakit, namun justru membuang tubuh Handi dan Salsa di Sungai Serayu, Jawa Tengah. Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia, sedangkan Handi masih hidup.

Adapun dalam perkara ini Oditur Militer mendakwa Priyanto melakukan tindak pidana lebih berat dari kecelakaan lalu lintas, yakni pembunuhan berencana hingga membuang mayat dalam bentuk dakwaan gabungan.

Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP dimana turut terancam hukuman paling berat yakni pidana mati, seumur hidup, atau pidana 20 tahun penjara.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya