Kejagung Periksa Eks Direktur Terkait Kasus Korupsi Proyek Pabrik Krakatau Steel

Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan Pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Apr 2022, 20:07 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2022, 20:07 WIB
Ilustrasi Kejaksaan Agung RI (Kejagung)
Gedung Kejaksaan Agung Jakarta. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan Pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan Pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Rabu (6/4/2022).

Para saksi yang diperiksa adalah SP selaku Direktur Produksi PT Krakatau Steel periode 2009-2012, DD selaku Direktur Pemasaran PT Krakatau Steel periode 2015-2016, Andi Soko Setiabudi selaku Deputi Direktur Proyek Strategis PT Krakatau Steel tahun 2010-2012, dan Haryanto selaku Deputi Head of Internal Audit PT Krakatau Steel periode tahun 2017-2019.

"Mereka diperiksa terkait dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan Pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011," kata Ketut.

Sebelumnya dalam konferensi pers pada Kamis (24/2/2022) lalu, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan, pada awalnya proyek pembangunan pabrik Blast Furnace (BFC) tersebut dilaksanakan oleh Konsorsium MCC CERI (asal China) dan PT Krakatau Engineering sesuai hasil lelang tanggal 31 Maret 2011 dengan nilai kontrak setelah mengalami perubahan adalah Rp 6,92 triliun.

 

Tidak Bisa Dioperasikan

Kontrak tersebut telah dibayarkan ke pihak pemenang lelang senilai Rp 5,3 triliun, namun demikian pekerjaan kemudian dihentikan pada tanggal 19 Desember 2019. Padahal, pekerjaan belum 100 persen dan setelah dilakukan uji coba operasi biaya produksi lebih besar dari harga baja di pasar.

Selain itu, pekerjaan sampai saat ini belum diserahterimakan dengan kondisi tidak dapat beroperasi lagi. PT Krakatau Steel membangun Pabrik Blast Furnace (BFC) dengan menggunakan bahan bakar batubara agar biaya produksi lebih murah.

Pembangunan proyek tersebut menggunakan bahan bakar gas sehingga memerlukan biaya yang lebih mahal. Menurut Supardi, pabrik peleburan tersebut tidak bisa dioperasikan, karena akan mengeluarkan biaya tinggi.

"Tidak bisa beroperasi, kalau dipakai high cost tidak bisa bersaing," ujar Supardi.

Infografis Jaksa Agung dan Wacana Kajian Hukuman Mati Koruptor. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Jaksa Agung dan Wacana Kajian Hukuman Mati Koruptor. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya