Baleg DPR: 3 Nama Provinsi Baru di Papua Masih Bisa Diubah dalam Pembahasan

DPR RI telah menyetujui RUU tentang tiga provinsi baru di Papua, yakni Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 08 Apr 2022, 21:31 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2022, 21:22 WIB
FOTO: Mendagri dan Pansus DPR Bahas RUU Otonomi Khusus Provinsi Papua
Mendagri Tito Karnavian saat rapat kerja bersama Pansus RUU Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (8/4/2021). Rapat mendengar penjelasan pemerintah, pengesahan jadwal Pansus dan mekanisme. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah menyetujui 3 Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah untuk disahkan sebagai RUU inisiatif DPR dalam sidang paripurna.

Wakil Ketua Baleg DPR RI, Achmad Baidowi menyatakan, ketiga nama provinsi baru di Papua tersebut masih bisa diubah.

"Pengajuan Komisi II DPR yang tercantum adalah RUU sesuai yang ada hari ini. Jadi RUU Papua Selatan, RUU Papua Pegunungan Tengah, dan juga RUU Papua Tengah. Jadi seperti itu, kalaupun kemudian mau diubah, itu di dalam pembahasan bisa," kata Baidowi alias Awiek kepada wartawan, Jumat (8/4/2022).

Saat ini, terdapat juga usulan penamaan 3 calon provinsi baru di Papua tersebut berdasar nama adat, untuk Papua Selatan ialah Provinsi Ha Anim, di Papua Tengah bernama Provinsi Meepago, dan di Papua Pegunungan Tengah adalah Provinsi Lapago.

"Memang kita rekomendasikan juga dalam RUU itu nama-nama adat juga dimasukkan. Misalkan Papua Pegunungan Tengah itu apa, terus Papua Tengah itu apa, Papua Selatan itu apa," kata Awiek.

Awiek menyebut usulan nama adat itu berdasar usulan masyarakat dan kajian dari akademisi

"Hasil temuan kita, rekomendasi kita, sesuai dengan aspirasi publik dan kajian dari akademisi, melihat bahan-bahan akademik, itu menunjukkan bahwa nama-nama adatnya seperti itu," ucapnya.

Sementara itu, Awiek menyebut Baleg hanya bertugas mengharmonisasi, sementara pembahasan bersama pemerintah kemungkinan akan dilakukan bersama Komisi II DPR.

"Pembahasan RUU antara DPR dan pemerintah kemungkinan besar akan dilakukan di Komisi II DPR," pungkas dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pemekaran Demi Pemerataan di Papua

Ketua DPR RI Puan Maharani di Rapat Paripurna DPR RI dalam rangka ulang tahun ke-75 DPR
Ketua DPR RI Puan Maharani di Rapat Paripurna DPR RI dalam rangka ulang tahun ke-75 DPR. (Foto: Dokumentasi DPR).

Ketua DPR, Puan Maharani, mendukung rencana pemekaran wilayah tiga provinsi baru di Papua. Tiga provinsi baru itu adalah Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.

Pemekaran wilayah di Papua tersebut tertuang dalam rancangan undang-undang (RUU) yang diusulkan oleh Komisi II DPR.

Puan mengklaim pemekaran itu demi pemerataan pembangunan. “Penambahan provinsi di Indonesia bagian timur dimaksudkan untuk mempercepat pemerataan pembangunan di Papua dan untuk melayani masyarakat Papua lebih baik lagi,” kata Puan Maharani, Jumat (8/4/2022).

Puan menambahkan, pemekaran wilayah di Papua juga bertujuan agar ada peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat Papua. Dengan penambahan provinsi, Puan berharap Papua bisa semakin maju.

“RUU yang mengatur pemekaran 3 wilayah baru ini juga sebagai upaya untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat Papua,” ucapnya.

Tiga provinsi baru di Bumi Cenderawasih itu nantinya akan melingkupi belasan kabupaten yang kini masuk di Provinsi Papua.

Provinsi Papua Selatan (Ha Anim) akan menjadikan Merauke sebagai ibu kota, kemudian ibu kota Provinsi Papua Tengah (Meepago) akan berada di Timika, dan ibu kota Provinsi Papua Pegunungan Tengah (Lapago) adalah Wamena.

Setelah RUU soal pemekaran wilayah di Papua ini disahkan sebagai RUU inisiatif DPR di Rapat Paripurna, pembahasan RUU akan dilanjutkan dalam pembicaraan tingkat I bersama Pemerintah.

Puan pun memastikan beleid soal pemekaran wilayah itu nantinya akan tetap diselaraskan dengan Undang-undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

“Dalam pembahasan RUU ini nantinya agar memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat Papua,” pesan Puan.

Dengan adanya penambahan tiga provinsi baru di Papua, Indonesia kelak akan memiliki 37 provinsi. Puan meminta dukungan masyarakat terkait hal ini.

“Saya meminta dukungan masyarakat semua,” kata dia.

 


Ditolak Mahasiswa dan Pelajar Papua

Akasi unjuk rasa damai mahasiswa Papua menolak Otonomi khusus dan pembentukan provinsi Baru. (Istimewa)
Akasi unjuk rasa damai mahasiswa Papua menolak Otonomi khusus dan pembentukan provinsi Baru. (Istimewa)

Rencana pemekaran Papua mendapat penolakan dari sejumlah elemen masyarakat. Sejumlah mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam Front Pelajar dan Mahasiswa Papua Jember (Forpemapje) menggelar aksi demonstrasi pada Sabtu (19/03/2022). Mereka menentang rencana pemerintah untuk memekarkan dan membentuk provinsi baru di Papua.

“Indonesia harus lebih dulu menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di West Papua sejak tahun 1961 hingga sekarang,” tutur Yeris Karoba, salah satu koordinator aksi mahasiswa dan pelajar Papua di Jember

Aksi longmarch digelar sejak depan kampus Universitas Jember (Unej) hingga kemudian berorasi di depan gedung DPRD Jember. Seiring dengan berlakunya Otonomi Khusus (Otsus), pemerintah pusat sejak 1 dasawarsa lalu membentuk provinsi baru di daerah yang sebelumnya bernama Irian Jaya. Yakni Provinsi Papua dan Papua Barat. Dengan adanya provinsi baru, maka akan ada 3 provinsi di daerah tersebut.

“Hingga saat ini, pemerintah belum juga melaksanakan amanat UU Otonomi khusus (Otsus) seperti penghormatan, perlindungan serta pemberdayaan penduduk asli. Bahkan, kualitas pembangunan di kabupaten-kabupaten baru pun belum mengalami perbaikan. Jika pemerintahan Jokowi tetap bersikeras memekarkan daerah otonomi baru (DOB) maka bisa memperburuk keadaan,” lanjut Yeris Karoba.

 


Khawatir Pengiriman Militer Meningkat

FOTO: Aksi Mahasiswa Papua Tolak Otonomi Khusus
Massa Ikatan Mahasiswa Papua saat berunjuk rasa di depan Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Rabu (24/2/2021). Dalam aksinya mereka mengutuk tindakan elite politik Papua yang mengatasnamakan rakyat Papua untuk mendukung Otonomi Khusus (Otsus). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pembentukan provinsi atau daerah otonomi baru (DOB), dikhawatirkan mahasiswa bisa berdampak pada meningkatnya pengiriman militer organik dan non organik (TNI/POLRI), sampai perluasan kekuatan militer melalui pembangunan Kodam, Korem, Kodim, dan Koramil.

“Kami juga khawatir pembangunan perusahan-perusahan besar milik orang asing justru akan menjadi kencang dan menjadi target utama ketika di mekarkan,” tutur Yeris.

Para mahasiswa juga mengecam para elite politik Papua yang ikut mendukung rencana pembentukan daerah otonomi baru (DOB) baru, dengan mengatasnamakan representasi rakyat Papua.

“Mereka mendengar dan mempertimbangkan suara dan tuntutan rakyat Papua dibawa 113 organisasi yang berfront dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) yang menolak dengan tegas keberlanjutan Otsus Papua,” tutur Yeris.

Para mahasiswa juga mengecam masih tingginya kasus kekerasan terhadap rakyat sipil di Papua. Termasuk yang terbaru adalah penembakan terhadap peserta aksi damai di Yahukimo pada akhir 2021 lalu.

“Kami menilai Otsus telah gagal di tanah Papua karena banyak dana yang dikorupsi oleh elite politik,” tegas Yeris.

Pantauan di lapangan aksi demo berjalan tertib dengan pengawalan ketat dari polisi.

Infografis: Divestasi Freeport, APa manfaatnya untuk Papua? (Dok Kementerian BUMN)
Infografis: Divestasi Freeport, APa manfaatnya untuk Papua? (Dok Kementerian BUMN)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya