Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) Prigi Arisandi menyampaikan, para gubernur di Pulau Jawa telah gagal mengelola kebersihan sungai karena diduga melakukan pembiaran terhadap pencemaran dari hasil ekspedisi sungai yang dilakukan pihaknya.
Para gubernur yang dimaksud adalah mereka yang memimpin provinsi di tiga sungai yaitu Sungai Brantas di Jawa Timur, Sungai Bengawan Solo di Jawa Tengah dan Sungai Citarum di Jawa Barat.
Advertisement
Baca Juga
"Dalam ekspedisi sungai kami menemukan sungai-sungai ini tertekan, padahal 60% populasi Indonesia ada di Jawa, semua butuh air bersih, semua industri butuh bahan baku air sehingga mereka memeras ketiga sungai ini," kata Prigi saat jumpa pers daring bersama WALHI, Selasa 13 April 2022.
Dia melanjutkan, penelitian pihaknya tidak sebatas ekspedisi sungai melainkan juga melakukan sebuah penelitian terhadap kotoran manusia atau feses di dalam tubuh masyarakat yang tinggal di kawasan Citarum, Ciliwung, Bengawan Solo dan Berantas.
"Kita mengambil 103 sampel kotoran manusia sebanyak 10 gram, lalu kita menemukan rata-rata ditemukan 17-20 partikel mikro plastik di dalam feses manusia," rinci Prigi.
Dia meyakini, temuan tersebut menguatkan bukti tentang keadaan sungai di Jawa yang sedang tidak baik-baik saja atau sedang sakit. Hal itu terlihat dari temuan data pencemaran dari total 8 juta ton sampah plastik dihasilkan oleh penduduk Indonesia, hanya 3 juta ton yang mampu dikelola pemerintah, sisanya dibakar, dibuang ke alam, dan 2,6 juta ton dibuang ke sungai.
"Oleh karena itu kita melakukan upaya litigasi untuk menggugat para gubernur di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur," jelasnya.
"Kita menggugat ketiga gubernur ini karena kita anggap mereka lalai membiarkan sungai-sungai kita, sungai-sungai penting di Jawa yang menjadi suplai irigasi bagi 50% stok pangan nasional dan juga bahan baku PDAM di Solo, Jakarta, Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik itu dibiarkan terancam, mengancam kesehatan masyarakat yang mengonsumsinya," kata Prigi.
Selamatkan Sungai Brantas
Sebelumnya, sejumlah mahasiswa memungut sampah di tepi aliran Sungai Brantas di Sidosadar, Kebalen Wetan, Kota Malang. Sampah diidentifikasi dan dipilah berdasarkan jenis, lalu dimasukkan ke dalam dua karung besar yang sudah disiapkan.
Aliran Sungai Brantas dipenuhi limbah domestik atau sampah rumah tangga. Sebagian besar berupa produk plastik kemasan, styrofom sampai popok bayi. Tak sedikit pula rumah-rumah penduduk langsung menjadikan sungai sebagai tempat buang tinja.
Sudah beberapa bulan ini, anak-anak muda dari komunitas Environmental Green Society (Envigreen Society) dan Trash Control Community (TCC) itu melakukan aktivitas serupa. Termasuk meneliti kualitas air di beberapa titik Sungai Brantas.
“Kondisi sungai sudah sangat buruk karena tercemar. Didominasi sampah plastik,” kata Ziadatur Rizqiyah, juru bicara Envigreen Society dan TCC di Malang, Minggu, 13 September 2020.
Panjang Sungai Brantas mencapai 320 kilometer dengan luasan daerah aliran sungai mencapai 12 ribu kilometer persegi. Sungai melintasi 14 kota dan kabupaten, menopang hampir 50 persen populasi penduduk Jawa Timur.
Luasnya skala itu menempatkan sungai ini sebagai salah satu sumber kehidupan di provinsi ini. Ironisnya, tingkat pencemarannya sudah sangat memprihatinkan lantaran darurat limbah plastik.
Advertisement
Limbah Plastik
Limbah plastik tidak hanya menyebabkan sedimentasi sungai. Plastik juga terdegradasi jadi mikroplastik, yaitu partikel plastik kecil berukuran tidak lebih dari lima milimeter. Membahayakan kehidupan biota sungai, misalnya bila sampai dimakan biota penghuni Sungai Brantas.
"Kalau ikan itu dimakan manusia ya bisa berbahaya, berpotensi jadi penyakit kanker. Kalau dibuat mandi pun bisa jadi penyakit kulit," ujar Ziadatur.
Ziadatur dan komunitasnya merupakan mahasiswa jurusan biologi. Mereka meneliti kualitas air di beberapa titik dengan metode penilaian cepat. Hasilnya menunjukkan tingkat pencemaran yang mengkhawatirkan. Ada temuan mikroplastik dari limbah plastik sampai fiber.
Titik aliran Sungai Brantas dan hasil penelitiannya antara lain Bumiaji, Kota Batu ditemukan 10 mikroplastik dalam 100 liter air. Di Sengkaling ditemukan 19 mikroplastik dalam 100 liter air, Muharto dan Klojen Kota Malang ditemukan 15 mikroplastik dalam 100 liter air.
Butuh kesadaran penduduk yang bermukim di sepanjang aliran Sungai Brantas agar tidak membuang sampah sembarangan. Peran aktif pemerintah daerah di wilayah DAS Brantas juga mutlak dibutuhkan.
“Pemerintah daerah bisa menyediakan fasilitas tempat sampah agar warga tak langsung membuang sampah ke sungai,” ujar Ziadatur.
Berhenti Saling Menyalahkan
Isu limbah dan pencemaran di Sungai Brantas terus berlarut meski titik persoalan sudah diidentifikasi. Jenis sampah misalnya, lembaga konservasi lingkungan Ecoton menyebut 70 persen adalah sampah popok bayi dan sisanya berupa sampah plastik.
Direktur Ecoton, Prigi Arisandi mengkritik Perum Jasa Tirta I selaku otoritas Sungai Brantas yang tidak tegas menghukum perusahaan pencemar sungai. Serta soal kualitas air sungai yang tercemar parah.
“Jasa Tirta pasti punya data perusahaan nakal pembuang limbah B3, kondisi air dan lainnya. Tapi selama ini mendiamkan saja, harusnya tegas menghukum,” kata Prigi.
Ia mendesak penyelesaian pencemaran harus melibatkan semua pihak. Mulai dari Pemprov Jawa Timur, pemerintah kota dan kabupaten, Balai Besar Wilayah Sungai Brantas sampai Perum Jasa Tirta selaku otoritas sungai.
“Berhenti saling menyalahkan dan saling lempar tanggung jawab. Lebih baik mulai membangun komitmen bersama,” ujar Prigi.
Advertisement