Liputan6.com, Jakarta Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, KH Helmy Hidayat mengatakan, momentum Ramadhan kali ini, perlu untuk melihat mengenang akan sosok KH Imam Zarkasyi, salah satu sosok ulama yang terkenal dari Pondok Modern Darrussalam Gontor, yang disebutnya seorang tokoh dengan wawasan luas dan cara pandang yang terbuka.
Baca Juga
Advertisement
Hal tersebut disampaikannya dalam talkshow Ramadhan yang diadakan oleh BKN PDIP pada Sabtu (23/4/2022).
Menurut KH Helmy, KH Imam Zarkasyi menginginkan pesatren yang mengajarkan ultikulturalisme, sebagai representasi dari potret Indonesia dengan keragaman nilai tradisi dan budaya.
"Dengan visi tajamnya mau mengatakan, bahwa inilah gontor yang mengajarkan multi kulturalisme, yang percaya Islam harus dianut siswanya dan menghormati agama lain yang ada di luar sana," kata dia.
Alumni Pondok Gontor ini juga mencontohkan, bagaimana dalam pergaulan sehari-hari sebagai santri, untuk bisa bergaul dengan siapa saja, bukan hanya yang berasal dari kota sendiri. Tujuannya agar para santri ini bisa membuka wawasannya dan paham terkait perbedaan tradisi dan budaya Indonesia.
"Kamu dari jakarta bergaulah dengan orang kalimantan, orang NTT. Jadi sebetulnya sejak kecil sekali kami di tanamkan bibit cinta yang multikulturalis," kata KH Helmy.
Menurutnya, para tokoh pendiri Pondok Pesantren Gontor memahami betul watak pendidikan berkemajuan yang dapat disesuaikan dengan tradisi pesantren, yang memang telah begitu lama hidup di Nusantara.
Dipakai Lainnya
KH Helmy mengatakan, Pondok Modern Gontor mengaplikasian empat lembaga pendidikan yang terkenal di dunia. Tujuannya agar dapat menyebarkan dan mengembangkan sistem pendidikan modern di tengah umat Islam.
Hal ini sebagaimana yang divisikan oleh KH Imam Zarkasyi terkait pendidikan yang ingin dibawanya.
"Gontor dibangun dengan empat misi. Sistem Wakaf, Aligarh, Syanggit, dan Santiniketan," kata dia.
Misalnya, sistem Wakaf itu mengambil dari Universitas Al-Azhar di Kairo, di mana salah satunya memberikan beasiswa untuk membuka wawasan dengan berada di seluruh dunia. Kemduian, sistem Aligarh dari India yang memiiliki perhatian sangat besar terhadap perbaikan sistem pendidikan dan pengajaran.
Yang ketiga adalah Syanggit dari Mauritania. "Syanggit di Mauritania, dari situ kita belajar kedermawanan para pengasuhnya. Oleh karena itu guru-guru tidak digaji, tapi mereka dikasih kesempatan untuk berbisnis," kata KH Helmy.
Yang terakhir, Satiniketan yaitu segenap kesederhanaan, ketenangan dan kedamaiannya dalam kegiatan belajar mengajar.
"Santiniketan, sebuah lembaga pendidikan yang damai, sejuk dan banyak pohon," kata KH Helmy.
Advertisement