Liputan6.com, Jakarta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan siap mengikuti proses hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Bupati Bogor Ade Yasin. Ade diketahui diamankan tim satgas KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT).
"Kemendagri menghormati proses penegakkan hukum yang akan dilakukan oleh aparat penegak hukum (KPK) dan juga akan mengikuti proses hukum dimaksud," ujar Kapuspen Kemendagri Benni Irwan dalam keterangannya, Rabu (27/4/2022).
Meski demikian, Benni menyesalkan tertangkapnya Ade Yasin. Namun Benni menyatakan dengan tertangkapnya Ade Yasin tak akan menggangu penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Bogor.
Advertisement
"Kemendagri sangat menyesalkan hal itu (OTT) terjadi. Dengan kejadian tersebut tentunya akan menambah jumlah kepala daerah yang tersangkut permasalahan hukum," kata dia.
Dia menyatakan Kemendagri akan menunggu terlebih dahulu proses hukum Ade Yasin di KPK sebelum menentukan pihak yang akan memimpin Pemkab Bogor.
"Jadi kita ikuti proses hukum dulu sebelum mengambil langkah administrasi lainnya," kata dia.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan pihaknya bakal segera mengumumkan status Bupati Bogor Ade Yasin yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) tim penindakan sejak, Selasa 26 April 2022 hingga Rabu (27/4/2022).
Firli menyebut hingga kini Ade Yasin masih menjalani pemeriksaan. Nantinya, usai pemeriksaan, Firli menyatakan pihaknya akan mengumumkan status hukum Ade Yasin.
"Pada saatnya KPK akan memberikan penjelasan, mohon bersabar," ujar Firli dalam keterangannya, Rabu (27/4/2022).
OTT KPK
Diketahui, Tim satgas KPK mengamankan Bupati Bogor Ade Yasin dalam gelaran operasi tangkap tangan (OTT). Ade Yasin ditangkap bersama auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat serta pihak lainnya.
Bersama mereka, tim penindakan juga mengamankan uang ratusan juta rupiah.
"KPK telah mengamankan beberapa pihak dari Pemda Kabupaten Bogor, pemeriksa BPK dan rekanan serta sejumlah uang serta barang bukti lainnya," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangannya, Rabu (27/4/2022).
Ghufron belum bersedia membeberkan detail kasus yang membuat Ade Yasin tertangkap. Namun diduga penangkapan Ade Yasin berkaitan dengan pemeriksaan keuangan rutin Kabupaten Bogor.
"Kegiatan tangkap tangan ini dilakukan karena ada dugaan tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan suap," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri.
Berdasarkan KUHAP, KPK memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status hukum Ade Yasin dan pihak-pihak yang turut diamankan.
"KPK masih memeriksa pihak-pihak yang ditangkap tersebut dan dalam waktu 1×24 jam. KPK segera menentukan sikap atas hasil tangkap tangan dimaksud. Perkembangannya akan disampaikan lebih lanjut," kata Ali.
Advertisement
Tak Kapok Korupsi
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata merasa heran korupsi masih dilakukan oleh para kepala daerah. Padahal, sejak KPK berdiri, sudah banyak kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT).
Alex mengungkapnya dalam rapat koordinasi (Rakor) pemberantasan korupsi terintegrasi secara hybrid di Kantor Gubernur Kalimantan Timur, pada Rabu, 9 Maret 2022. Dalam rakor tersebut dihadiri Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
"Selama belasan tahun KPK hadir, sudah berapa kepala daerah yang mengalami OTT. Itu saja tidak membuat yang lain kapok. Ini menjadi keprihatinan kami. Kenapa terus berulang?," ujar Alex dalam keterangannya, Kamis (10/3/2022).
Alex menuturkan data dari Global Corruption Barometer (GCB) tahun 2020 menjelaskan soal kebiasaan masyarakat memberikan imbalan atas pelayanan publik yang diterima.
Ada sejumlah hal yang dijadikan alasan seperti ucapan terima kasih 33%, sengaja diminta memberikan 25%, sebagai imbalan layanan lebih cepat 21%, serta tidak diminta, namun umumnya diharapkan memberi sebanyak 17%. "Hal ini menunjukkan masyarakat bersikap permisif terhadap korupsi atau serba membolehkan," kata Alex.
Modus Korupsi Terbanyak
Data dari KPK sendiri menemukan dalam rentang waktu 2004 sampai 2021, dua modus korupsi terbanyak yakni terkait penyuapan dan pengadaan barang jasa. Atas dasar itu, dia memandang perlunya perubahan pola pikir dan perilaku untuk menyikapi masalah tersebut.
Terkait hal itu, sistem Monitoring Center for Prevention (MCP) dapat dimanfaatkan untuk mengukur raihan keberhasilan perbaikan tata kelola pemerintahan secara administratif. Sistem ini dapat digunakan sebagai ukuran untuk membangun komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan pencegahan korupsi yang dilaporkan lewat MCP.
"Secara fakta di lapangan harus sama baiknya dengan nilai secara administratif. Jangan sampai tidak sinkron. Perlu penerapan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang holistik dan adil sehingga rakyat dapat merasakan secara langsung manfaatnya," kata Alex.
Advertisement