Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut proses pengisian 272 penjabat atau Pj yang menggantikan kepala daerah dalam Pilkada serentak 2024 rentan disalahgunakan. Bahkan, proses pengisian Pj tersebut rentan dikorupsi.
"Proses transisi dan pengisian Pj ini penting menjadi perhatian kita bersama. Karena proses ini sering menjadi ajang transaksi yang rentan terjadinya praktik-praktik korupsi," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Selasa (10/5/2022).
Baca Juga
Ali mengatakan, rentannya praktik korupsi dalam proses tersebut mirip dengan praktik jual-beli jabatan dalam sejumlah perkara yang ditangani KPK.
Advertisement
Ali mengungkapkan, data KPK dari 2004 sampai 2021 menunjukkan mayoritas para pelaku korupsi berasal dari sebuah proses politik. Mereka terdiri dari 310 anggota DPR dan DPRD, 22 gubernur, 148 wali kota dan bupati.
Menurutnya, biaya politik yang mahal menjadi salah satu faktor kepala daerah melakukan korupsi. Para kepala daerah berpikir bagaimana caranya mendapatkan penghasilan tambahan demi mengembalikan uang yang mereka keluarkan selama proses kampanye.
"Penghasilan tambahan ini tidak jarang dilakukan dengan cara-cara yang menabrak aturan, salah satunya korupsi," kata Ali.
Diketahui, pelaksanaan Pilkada Serentak pada 2024 akan memunculkan Penjabat (Pj) di sejumlah daerah untuk menggantikan kepala daerah yang habis masa tugasnya pada 2022 dan 2023. Sebanyak 272 daerah akan dipimpin oleh Pj dan sebagian besarnya akan menjabat lebih dari setahun.
Kondisi ini mendapat sorotan dari Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Sutan Riska Tuanku Kerajaan. Dalam Talkshow Apkasi yang digelar secara daring, Senin 14 Maret 2022, dia mengaku mendapat banyak pertanyaan dari kepala daerah tentang persoalan Pj kepala daerah ini.
Terkiat dengan RPJMD
Dia menuturkan, konsekuensi dari kondisi ini harus mendapat perhatian, khususnya menyangkut dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang merupakan gambaran visi dan misi para kepala daerah terpilih.
“Banyak anggota Apkasi yang mempertanyakan batas kewenangan pejabat kepala daerah, seperti perubahan OPD atau mutasi pejabat. Kekhawatiran lainnya adalah keberlangsungan pembangunan di daerah mengingat pejabat kepala daerah tidak memiliki legitimasi pilihan rakyat secara langsung. Juga adanya anggapan akan tersendatnya komunikasi dengan DPRD terkait membahas program prioritas dan pengelolaan anggaran,” kata Sutan Riska dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/3/2022).
Narasumber lainnya, Direktur Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD Kementerian Dalam Negeri, Andi Bataralifu menyebutkan, ada sekitar 4.262 Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya dan Pratama yang memenuhi kriteria untuk menduduki penjabat (Pj) Kepala Daerah yang akan habis masa jabatan pada 2022 dan 2023 atau sebelum Pemilu 2024.
Jumlah itu dirasa cukup mengisi kekosongan kursi penjabat. Pada 2022 dan 2023 akan terjadi pergantian 272 kepala daerah. Perinciannya, pada 2022 ada 101 kepala daerah yang diganti, sedangkan 2023 sebanyak 171 kepala daerah diganti.
“Merujuk pada penjelasan JPT Pratama dan Madya di Undang-Undang ASN, kita dapat menyampaikan bahwa JPT Pratama yang tersedia, ketersediaan jabatan tinggi Madya untuk sebagai calon ataupun alternatif untuk dipilih sebagai penjabat Gubernur di level kementerian atau di pusat itu ada 588, di provinsi itu ada 34,” kata Andi.
Advertisement
Ada Pembatasan Kewenangan
Jadi sebetulnya ketersediaan itu totalnya, kata Andi, sekitar 622 untuk mengisi kekosongan Pj Gubernur di tahun 2022 untuk 7 Gubernur dan atau di tahun 2023 yang 17 Gubernur. “Artinya dari sisi ketersediaan itu memadai,” katanya.
Menjawab tentang kekhawatiran akan batasan kewenangan pejabat yang akan ditunjuk, Andi menegaskan pembatasan kewenangan tertuang dalam PP No.49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
"Tugas dan wewenang penjabat kepala daerah itu sama dengan definitif, namun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya ada pembatasan sebagaimana tertuang dalam PP No.49 Tahun 2008," imbuhnya.
Ada empat hal utama yang dibatasi Pj Kepala daerah. Pertama dilarang melakukan mutasi pegawai. Kedua, dilarang membatalkan perizinan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya, atau mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan pejabat sebelumnya.
Ketiga, dilarang membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya, dan keempat, Pj Kepala Daerah dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
"Namun pembatasan kewenangan atau larangan tersebut dapat dikecualikan jika mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri. Artinya tetap ada mekanisme pembinaan dan pengawasan terhadap Pj dalam melakukan aktivitas, tugas dan kewenangan kepala daerah. Hal ini juga terkolerasi dengan mekanisme laporan, evaluasi binwas yang dilakukan secara berjenjang dalam konteks Pj dalam hal ini melaksanakan tugasnya di masa masa transisi ini," jelas Andi.
Sementara itu Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Teguh Setyabudi yang jadi pembicara menjawab isu-isu terkait keberlanjutan pembangunan daerah selama kekosongan Kepala Daerah. Ia menyampaikan bahwa Kemendagri telah mengantisipasi terkait dengan keberlanjutan pembangunan daerah selama dijabat oleh Pj Kepala Daerah.
Sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 70 Tahun 2021 tentang Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Bagi Daerah Dengan Masa Jabatan Kepala Daerah Berakhir Tahun 2022, telah diamanatkan kepada Daerah yang habis masa jabatan Kepala Daerahnya tahun 2022, agar menyusun dokumen Rencana Pembangunan Daerah (RPD) 2023-2026.
“Percayalah jika Anda ditunjuk sebagai Pejabat Kepala Daerah maka ada Menteri ada Presiden sebagai atasan yang sewaktu-waktu bisa meniup peluit jika Anda melanggar aturan,” tegasnya.
Jalani Sesuai Aturan yang Ada
Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tanjung sependapat dengan apa yang disampaikan Kemendagri di mana seorang Pj Kepala Daerah sudah sepatutnya menjalankan sesuai dengan peraturan yang ada.
“Kami berharap para Pj Kepala Daerah ini nantinya dalam menjalankan tugasnya, pertama ia tidak boleh mengganggu apa yang telah ditetapkan menjadi visi, misi dan target pembangunan dari kepala daerah sebelumnya, di mana itu semua tentu sudah melewati proses dan kesepakatan-kesepakatan dengan DPRD dan pihak-pihak lainnya,” ujarnya.
Hal kedua, imbuh Ahmad Doli, para Pj Kepala Daerah adalah orang-orang yang kompeten di bidangnya, bisa memahami siatuasi di lapangan tidak hanya berlatar belakang sebagai birokrat, namun juga memahami betul seluruh potensi dan dinamika di daerah tugasnya.
“Sehingga penting bagi Pj Kepala Daerah untuk bisa melakukan pendekatan-pendekatan secara historis maupun secara kultur. Namun yang terpenting adalah situasi politik di 2024 itu jelas sangat berbeda dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Sehingga Pj Kepala Daerah yang akan ditunjuk diharapkan tidak hanya bisa menjalankan roda pemerintahan, tapi ia juga dituntut untuk bisa menjaga independensinya,” kata Ahmad Doli lagi.
Advertisement