Kasus Suap Izin Tambang, Saksi Ahli Minta Fakta Sidang Ungkap Sosok Lain yang Terlibat

Hadir sebagai terdakwa eks Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo. Margarito dalam kesaksiannya mengatakan, jika terdapat fakta menunjukkan keterlibatan pihak selain terdakwa, maka hal itu harus segera diungkap.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 24 Mei 2022, 09:38 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2022, 22:07 WIB
Margarito Kamis Kritisi Nawacita-Jakarta- Helmi Fithriansyah
Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang kasus suap izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu menghadirkan saksi ahli, yakni Pakar Hukum Margarito Kamis di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), Senin (23/5/2022).

Seperti diketahui, dalam kasus ini, hadir sebagai terdakwa eks Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo. Margarito dalam kesaksiannya mengatakan, jika terdapat fakta menunjukkan keterlibatan pihak selain terdakwa, maka hal itu harus segera diungkap.

"Kalau ada fakta yang menunjukan dalam kasus ini ada orang lain terlibat, Ya ungkap, bebani tanggung jawab pidana kepada orang itu. Kalau tidak ada, ya jangan," jelas Margarito dalam persidangan, Senin (23/5/2022).

Margarito melanjutkan, jika dalam fakta kasus suap izin tambang ini juga tergambar sosok lain, maka sebaiknya juga dapat dibongkar.

"Kalau di dalam fakta (sidang) tergambar ada A,B, dan C sementara yang ada sekarang ini cuma ada A. B dan C tidak ada, kenapa tidak ada B dan C nya, itu harus dibongkar," papar Margarito.

Margarito menegaskan, hukum akan berjalan proporsional dan objektif jika memang pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus ini turut bertanggung jawab.

"Saya tidak menyebut nama, B dan C Itu siapa. Tapi, siapapun itu harus dibongkar baru proporsional dan baru objektif," beber Margarito.

Diberitakan pada persidangan sebelumnya, seorang saksi bernama Christian Soetio yang merupakan adik dari mantan Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) almarhum Henry Soetio, dihadirkan dalam persidangan ini.

Melalui kesaksiannya, Christian mengaku tahu tentang adanya aliran dana kepada eks Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP). Christian menyebut, Mardani adalah pemilik saham dari PT PAR dan PT TSP.

Menurut Christian, PT PAR dan TSP bekerja sama dengan PT PCN dalam mengelola pelabuhan batu bara dengan PT Angsana Terminal Utama (ATU).

Christian menyatakan, pengetahuannya tentang aliran dana itu karena pernah membaca pesan WhatsApp (WA) dari kakaknya Almarhum Henry Soetio yang ditujukan kepada Resi, seorang pegawai bagian keuangan PT PCN.

"Resi diperintahkan mentransfer duit ke Mardani lewat PT PAR dan TSP," ujar Chirstian di muka sidang.

"Ada berapa kali perintah itu?," tanya hakim.

"Yang saya tahu di WA berkali-kali yang mulia," jawab Christian.

"Berapa totalnya? (uang yang diduga dikirim ke Mardani)," tanya hakim.

"Total yang sesuai TSP dan PAR itu nilainya Rp 89 miliar yang mulia," jawab Christian Lagi.

 

 

Latar Belakang Penandatanganan SK

Ketua Umum BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Mardani H. Maming
Mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H. Maming. (Ist)

Diketahui, dugaan suap dalam kasus penerbitan IUP kepada PT PCN terjadi saat Mardani H. Maming menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu tahun 2011. Mardani sebelumnya juga sudah dihadirkan sebagai saksi untuk menjelaskan ihwal ini di muka persidangan.

Dalam kesaksiannya, Mardani membenarkan telah meneken IUP tersebut dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu yang bernomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara.

Namun, Mardani membantah, jika dirinya terlibat praktek dugaan suap penerbitan SK terkait. Sebab sebelum meneken SK itu, sudah ada rekomendasi yang menjadi dasar penerbitan SK.

"Saya tidak akan memberikan tanda tangan seandainya tahu izin itu bertentangan dengan hukum," ujar Mardani dalam keterangannya, Senin 25 April 2022.

Mardani menjelaskan, sebelum menandatangani SK tersebut, sudah ada paraf dari kepala dinas terkait, dalam hal ini Dwijono Putrohadi Sutopo yang sekarang duduk di kursi terdakwa. Sehingga saat itu Mardani meyakini membubuhkan tanda tangannya terhadap SK tersebut.

"Yang saya cek adalah paraf kepala dinas. Kalau sesuai aturan, maka saya tandatangani," kata Mardani.

"Setelah diparaf oleh kabag Hukum, kemudian asisten atau sekda maka saya menyatakan bahwa proses ini sudah berjalan sesuai dengan aturan dan makanya saya memberikan tanda tangan. Kalau tidak sesuai dengan aturan, harusnya proses itu tidak sampai ke meja saya," tuturnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya