Liputan6.com, Jakarta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini akan menggelar Rapat Paripurna. Salah satu agenda dalam Rapat Paripurna ini adalah pengesahan Revisi Undang-undang (RUU) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3).
Untuk agenda pertama Rapat Paripurna ke-23 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022, Selasa (24/5/2022), DPR akan mendengarkan penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2021 serta Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Semester II Tahun 2021 dari BPK RI.
Baca Juga
“Kemudian akan ada Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan keputusan terhadap RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” kata Ketua DPR RI, Puan Maharani, Selasa (24/5/2022).
Advertisement
RUU P3 yang akan disahkan itu, nantinya akan menjadi landasan hukum bagi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
Menurut Puan, revisi UU P3 dilakukan sebab pada UU 12/2011 yang merupakan pedoman penyusunan peraturan perundang-undangan belum mengatur mengenai metode omnibus law.
MK mengamanatkan agar UU Cipta Kerja dilakukan perbaikan pembentukan dalam kurun waktu 2 tahun sejak putusan yang diambil pada November 2021.
“DPR melaksanakan putusan MK” jelas Puan.
Usai pengambilan keputusan pengesahan RUU P3, Rapat Paripurna DPR dilanjutkan dengan penyampaian pandangan fraksi-fraksi atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) RAPBN Tahun Anggaran 2023.
Mantan Menko PMK itu mengatakan, pandangan dari fraksi-fraksi di DPR akan ikut menentukan arah kebijakan ekonomi nasional. Untuk itu, Puan berpesan kepada seluruh fraksi DPR agar menyampaikan pandanganya secara cermat.
“DPR akan memberikan perhatian khusus pada KEM PPKF 2023 agar dapat mewujudkan APBN Tahun Anggaran 2023 yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat,” tutupnya.
Baleg dan Pemerintah Setujui RUU PPP Dibawa ke Rapat Paripurna DPR
Rapat Kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama Pemerintah dan DPD RI menyetujui RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) berlanjut ke tahap pengambilan keputusan Tingkat II dalam rapat paripurna DPR.
"Apakah RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat disetujui untuk dilanjutkan ke tahapan selanjutnya dalam pengambilan keputusan Tingkat II dalam Rapat Paripurna," kata Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas dalam Raker Baleg di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu malam, 13 April 2022.
Semua anggota DPR, perwakilan pemerintah, dan DPD RI menyatakan setuju RUU PPP tersebut dibawa ke Rapat Paripurna untuk diambil keputusan persetujuan agar menjadi undang-undang.
Sebelum pengambilan keputusan tersebut, masing-masing fraksi menyampaikan pendapatnya terkait dengan RUU tersebut. Tercatat delapan fraksi menyetujui dengan beberapa catatan dan Fraksi PKS menyatakan belum bisa menerima.
"Delapan fraksi menerima dengan beberapa catatan yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari keputusan yang diambil dan satu fraksi yang belum bisa menyetujui," ujar Supratman yang dikutip dari Antara.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU PPP Achmad Baidowi menjelaskan bahwa Panja secara musyawarah mufakat memutuskan beberapa poin dalam revisi UU PPP, antara lain, pertama terkait dengan perubahan penjelasan Pasal 5 huruf g yang mengatur mengenai penjelasan asas keterbukaan.
Kedua, perubahan Pasal 9 yang mengatur mengenai penanganan pengujian peraturan perundang-undangan; ketiga, penambahan Bagian Ketujuh dalam Bab IV UU PPP; keempat, penambahan Pasal 42A yang mengatur mengenai perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus.
"Perubahan Pasal 49, mengatur mengenai pembahasan RUU beserta daftar inventarisasi masalah (DIM); dan perubahan Pasal 58 mengatur mengenai pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi atas rancangan peraturan daerah," ujarnya.
Advertisement
Gunakan Metode Omnibus
Berikutnya perubahan Pasal 64 mengatur mengenai penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dapat menggunakan metode omnibus; perubahan Pasal 72, mengatur mengenai mekanisme perbaikan teknis penulisan RUU setelah RUU disetujui bersama namun belum disampaikan kepada Presiden.
Baidowi menjelaskan bahwa perubahan Pasal 96 yang mengatur mengenai partisipasi masyarakat, termasuk penyandang disabilitas.
Selain itu, penambahan Pasal 97A, Pasal 97B, dan Pasal 97C mengatur mengenai materi muatan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus, pembentukan peraturan perundang-undangan berbasis elektronik, pengharmonisasian rancangan peraturan perundang-undangan di lingkungan Pemerintah serta evaluasi regulasi.
"Perubahan Pasal 98, mengatur mengenai keikutsertaan jabatan analis hukum selain perancang peraturan perundang-undangan," katanya.
Selanjutnya, perubahan Pasal 99 yang mengatur mengenai keikutsertaan jabatan fungsional analis legislatif dan tenaga ahli dalam pembentukan undang-undang, perda provinsi, dan perda kabupaten/kota, selain perancang peraturan perundang-undangan.
Hadir dalam Raker Baleg, antara lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.