Liputan6.com, Jakarta- - Krisis pangan menghantui dunia. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyebut, krisis pangan tak hanya terjadi akibat terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina.
Untuk itu, Faisal mengatakan, pemerintah harus melakukan sejumlah langkah antisipasi terjadinya krisis pangan.
Baca Juga
Untuk dalam negeri, kata dia, pemerintah harus meningkatkan dan mengoptimalkan produktivitas untuk makanan pokok, misalnya beras. Sebab sejumlah negara telah melakukan pembatasan ekspor.
Advertisement
"Jadi ada proteksi daripada supply pangan mereka, dan kita perlu memprioritaskan produksi pangan dalam negeri. Jadi, harus meningkatkan resiliensi terutama untuk staple food kita di beras," kata Faisal kepada Liputan6.com.
Faisal menyebut, pemerintah dapat mempelajari sejumlah kelemahan-kelemahan yang seringkali terjadi dalam meningkatkan produksi di dalam negeri. Salah satunya yaitu dengan memberikan insentif untuk para petani. Yakni harga yang dapat memberikan motivasi petani untuk terus melakukan aktivitas produksi.
"Hal ini yang agak kurang (diperhatikan) selama ini, yaitu pendekatan dari sisi produsennya, karena yang disoroti selalu dari sisi konsumen diberikan harga yang terjangkau, tapi melupakan bahwa produsen perlu diperhatikan. Karena jika harga jual terlalu rendah mereka jadi tidak ingin berproduksi," papar dia.
Dengan produksi yang terus menurun nantinya, kata Faisal, dapat memberikan efek ketergantungan dengan melakukan impor besar-besaran. Meksipun data ini, Indonesia sudah bergantung pada impor bahan pangan.
Ketergantungan impor dapat memberikan risiko yang tinggi setelah adanya konflik atau perang. "Untuk bahan pangan yang susah untuk kita swasembada karena masalah iklim dan cuaca seperti gandum yang mau tidak mau kita memang perlu mendorong lebih kuat lagi diversifikasi negara asal impor gandum kita. Jadi, tidak bergantung pada satu atau dua negara saja," ujarnya.
Pengalihan impor kepada negara lain, kata Faisal sebagai langkah pengalokasian yang lebih menguntungkan. "Saya rasa langkah terakhir kemarin, yaitu Pak Jokowi ke Rusia dan Ukraina menyentuh permasalahan ini. Jadi, permasalahan krisis pangan terutama dalam kaitannya supply gandum, dimana kita merupakan importir terbesar," Faisal menjelaskan.
Pasokan dan Stabilitas Harga
Di satu sisi, Pemerintah bersiap dan memastikan terus menjaga dan meningkatkan ketahanan pangan nasional. Berbagai upaya terus dilakukan, mulai dari sisi supply terkait dengan peningkatan produksi, upaya diversifikasi pangan, efisiensi distribusi pangan, penggunaan teknologi untuk meningkatkan produksi dan kualitas pangan, hingga penguatan stok pangan nasional.
Ini menjadi bahasan para pejabat negara dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) tentang Kebijakan Pangan yang berlangsung, Rabu (29/6/2022).
Hadir Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Kepala Badan Pangan Nasional, Kepala BNPB, Dirut BULOG.
Kemudian sejumlah Pimpinan K/L membahas kondisi terkini terkait dengan situasi pangan nasional dan antisipasi krisis global di bidang pangan, serta berbagai upaya yang akan dilakukan untuk menjaga ketahanan pangan nasional.
“Rapat kali ini merupakan tindak lanjut dari arahan Bapak Presiden terkait dengan ketersediaan pangan strategis, yang sampai bulan Juli ini relatif aman, baik dari sisi pasokan maupun stabilitas harga," kata Menko Airlangga ketika membuka Rakortas yang diselenggarakan secara hybrid di Loka Kretagama, Kantor Kemenko Perekonomian.
Terkait dengan Beras, Indonesia memiliki ketersediaan pangan yang memadai hingga akhir tahun 2024.
Advertisement
Indonesia Akan Ekspor Beras
Bahkan dalam tiga tahun terakhir, Indonesia sudah tidak lagi melakukan impor beras. Dalam Rakortas tersebut juga mengisyaratkan bahwa Indonesia akan segera melakukan ekspor beras.
“Berdasarkan data dan neraca yang dipaparkan pada Rapat Internal dengan Bapak Presiden, stok per Desember 2021 adalah 7 juta ton dan stok Bulog lebih dari 1 juta ton, artinya kalau ekspor 200.000 ribu ton masih aman,” kata Menko Airlangga.
Dalam kesempatan tersebut, Menko Airlangga beserta para Menteri, Dirut Bulog, dan Kemendag juga membahas tentang aspek regulasi, aturan, perizinan dan kesiapan untuk pelaksanaan proses ekspor beras yang akan segera dilakukan.
Selain itu, juga dilakukan pembahasan mengenai bantuan beras BULOG tahun 2022 untuk 19,14 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan revisi regulasi (Perpres 48 Tahun 2016) untuk penguatan penugasan BULOG.
Beberapa ketentuan yang akan diatur antara lain terkait penggunaan CBP (Cadangan Beras Pemerintah), pelepasan stok CBP, kriteria stok beras turun mutu dan penggunaan dana untuk pelepasan stok.
Rakortas tersebut juga membahas mengenai program penyaluran Jagung untuk Peternak Mikro Kecil sebesar 50 ribu ton, dengan melakukan perpanjangan penugasan BULOG hingga 31 Juli 2022.
Selain itu, juga dibahas terkait dengan transformasi kebijakan Pupuk Bersubsidi mulai dari refocusing target subsidi menjadi 2 jenis pupuk dan 9 komoditas prioritas strategis, transformasi digital dan revisi beberapa regulasi yang diperlukan