Soal Kasus Adu Tembak Polisi, Ketua RT Kesal: Saya Ini Jenderal Lho

Ketua RT 05 RW 01, Irjen Pol (Purn) Seno Sukarto kesal karena tak dihargai karena tidak pernah mendapat penjelasan langsung dari pihak kepolisian, terkait insiden adu tembak antar polisi.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 13 Jul 2022, 19:24 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2022, 19:24 WIB
Ketua RT 05 RW 01, Irjen Pol (Purn) Seno Sukarto
Ketua RT 05 RW 01, Irjen Pol (Purn) Seno Sukarto kesal karena tak dihargai. Hal ini karena tidak pernah mendapat penjelasan langsung dari pihak kepolisian, terkait insiden baku tembak antar polisi.

Liputan6.com, Jakarta Ketua RT 05 RW 01, Irjen (Purn) Seno Sukarto (84) geram karena merasa tak dihargai lantaran tidak pernah mendapat penjelasan langsung dari pihak kepolisian, terkait insiden adu tembak antar polisi. Padahal dia juga merupakan pensiunan jenderal polisi.

Adapun terdapat insiden baku tembak antara Bharada E dan Brigadir Yoshua alias Brigadir J pada, Jumat 8 Juli 2022 lalu di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Dalam kejadian tersebut Brigadir Yoshua dinyatakan meninggal dunia.

"Sampai sekarang saya ketemu saja nggak, terus terang saya juga ya kesal. Saya ini dianggap apa sih, maaf saja saya ini jenderal lho, meskipun RT," kata Seno saat di sambangi, Rabu (13/7/2022).

Seno mengatakan, ia merasa tersinggung atas sikap kepolisian yang terkesan tak memandangnya sebagai Ketua RT setempat. Seno menambahkan, pihak kepolisian juga kerap memerintah sekuriti atau petugas keamanan tanpa koordinasi terlebih dahulu dengan pengurus RT termasuk dirinya.

"Jadi saya memang tersinggung juga dalam hal ini. Sama sekali nggak ada laporan, nggak ada ini, merintahkan satpam seenaknya saja. Kenapa tidak memberi tahu saya sebagai ketua RT," ujar dia.

Seno sendiri mengaku tak mengetahui persis peristiwa baku tembak antara Bharada E dengan Brigadir Yoshua alias Brigadir J pada Jumat 8 Juli 2022 sekira pukul 17.00 WIB di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Samb.

Menurut Seno, sekuriti sempat mendengar bunyi letusan. Namun, dikira suara itu bersumber dari petasan. Pasalnya pada saat itu menjelang hari raya Idul Adha.

Suara Letusan Senjata Api Dikira Petasan

 

"Di sini ini biasanya menjelang Idul Adha atau tahun baru itu biasanya membunyikan kembang api. Jadi semuanya pada saat itu menyadari bahwa mereka itu menganggap petasan, bukan tembakan. Sehingga tidak ada tindak lanjut setelah mendengar itu tidak ada tindak lanjut, biasa-biasa saja," papar Seno.

Belakangan, sekuriti merasa ada sesuatu yang terjadi di kediaman Irjen Pol Ferdy Sambo. Sejumlah orang ramai-ramai datang. Tapi, sekuriti justru tak diberitahu.

"Satpam mulai bertanya-tanya kok yang datang itu makin lama makin banyak ke rumah itu. Ditanya lah sama satpam, ada apa? Nggak ada apa-apa," ujar dia.

Seno menerangkan, ia membaca sebuah berita di media sosial. Ternyata, bunyi yang didengar sekuriti ialah bersumber dari senjata api.

"Saya justru membaca YouTube itu. Itu saya baru tahu loh, itu ada kaitannya dengan itu. Meskipun sebetulnya saya sudah agak ragu-ragu ada apa sih ini sebetulnya," ujar dia.

"Itulah yang saya sesalkan kenapa nggak dilapori soal kejadian itu," ungkapnya.

 

DPR Sebut Polri Tidak Transparan

Anggota Komisi III DPR RI Trimedya Panjaitan mengatakan, kasus baku tembak polisi di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo diwarnai banyak kejanggalan. Misalnya saja, saat olah tempat kejadian perkata (TKP) yang dilakukan tertutup alias tidak transparan oleh Polri.

Adapun terdapat insiden baku tembak antara Bharada E dan Brigadir Yoshua alias Brigadir J pada, Jumat 8 Juli 2022 lalu di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Dalam kejadian tersebut Brigadir Yoshua dinyatakan meninggal dunia.

“Olah TKP harusnya terbuka dan harusnya segera dilakukan dan disampaikan kepada masyarakat. Saat olah TKP kenapa pers tidak diundang? kan perwakilan kita pers,” kata Trimedya saat dikonfirmasi, Rabu (13/7/2022).

Legislator Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengungkapkan, Polri harus terbuka kepada keluarga Brigadir Yoshua, termasuk membeberkan hasil otopsinya. Jangan sampai Brigadir Yoshua yang sudah meninggal malah mendapat fitnah.

“Hasil otopsi kan harus dibagikan ke keluarga, ke masyarakat, hak-hak keluarga juga harus diperhatikan. Orang itu meninggal jangan difitnah lagi, apa benar dia (Brigadir Yoshua) mau menodong senjata?,” kata dia.

Karena itu, legislator Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meminta agar Polri bisa transparan untuk mengungkap baku tembak antar dua anggota polisi tersebut.

“Biarlah dia menghadap Tuhan dengan baik tenang dan hak keluarga jangan diabaikan. Haknya keluarga untuk tahu penyebab kematiannya,” sambungnya.

 

Infografis Polisi Dilarang Pamer Kemewahan
Infografis Polisi Dilarang Pamer Kemewahan. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya