Keluarga Brigadir Yoshua: Disiksa Dulu Baru Ditembak atau Sebaliknya?

Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J atau Yoshua, Kamarudin Simanjuntak menyertakan sejumlah barang bukti dalam laporan dugaan pembunuhan berencana di kasus tewasnya Brigadir Yoshua dalam insiden adu tembak anak buah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 18 Jul 2022, 15:40 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2022, 15:40 WIB
Rumah Dinas Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri RT 5/RW 1, Duren Tiga Jakarta Selatan, yang menjadi lokasi adu tembak polisi
Rumah Dinas Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri RT 5/RW 1, Duren Tiga Jakarta Selatan, yang menjadi lokasi adu tembak polisi. (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Liputan6.com, Jakarta Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J atau Yoshua, Kamarudin Simanjuntak menyertakan sejumlah barang bukti dalam laporan dugaan pembunuhan berencana di kasus tewasnya Brigadir Yoshua dalam insiden adu tembak anak buah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Hal itu demi menjawab pertanyaan penyebab sebenarnya dari kematian almarhum.

"Apakah dianiaya dulu atau disiksa dulu baru ditembak, atau disiksa dulu setelah jadi mayat baru disiksa. Ini, kan pertanyaan juga. Harus jelas. Tetapi biasanya disiksa dahulu atau dianiaya dulu baru ditembak. Karena sudah ditembak, dia sudah mati untuk apa lagi disiksa atau dianiaya," tutur Kamarudin di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (18/7/2022).

Adapun barang bukti yang disertakan antara lain surat permohonan visum et repertum dari Kapolres Jakarta Selatan pada 8 juli 2022, di mana dijelaskan temuan mayat laki-laki pukul 17.00 WIB, kemudian data laki-laki usia 21 tahun dinyatakan telah menjadi jenazah dari Rumah Sakit Bhayangkara Polri Kramat Jati, surat keterangan bebas Covid-19, dan berita acara serah terima mayat yang dilakukan Kombes Leonardo Simatupang selaku penyidik utama Propam Polri.

"Kemudian barang bukti berikutnya itu adalah berupa foto. Jadi foto ini ketika polisi lengah dengan alasan mau menambah formalin, maka tiba-tiba para wanita saksi-saksi yang pemberani mereka buru-buru membuka bajunya kemudian memfoto dan memvideokan," jelas dia.

Dari situ, ditemukan sejumlah luka sayatan, luka tembak, beberapa luka memar, juga adanya pergeseran rahang. Secara rinci, yakni ada luka di bahu, luka sayat di kaki, luka di telinga, luka sayat di tubuh bagian belakang, luka di jari-jari, luka membiru di perut kanan kiri atau di tulang rusuk, luka menganga di bahu dan pipi.

Selanjutnya, ditemukan luka peluru, luka di bawah dagu, luka di bawah ketiak, luka di belakang telinga dengan jarak kurang lebih satu jengkal diduga akibat senjata tajam dan bengkak di dalam, luka ditemukan di kaki seperti bekas luka senjata tajam yang sudah dijahit.

"Kemudian ditemukan lagi luka yang sangat menganga dan masih mengeluarkan darah di bagian perut. Ya, kemudian ditemukan lagi luka membiru sama memar di daerah tulang rusuk. Kalau di dokumen elektroniknya lebih jelas, kalau diprint tidak terlihat jelas," kata Kamarudin.

 

 

Komnas HAM Sebut Kantongi Banyak Informasi

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemui keluarga almarhum Brigadir Yoshua atau J di Jambi, dalam rangka mengumpulkan berbagai informasi dan keterangan terkait kasus adu tembak anak buah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyampaikan, pihaknya telah mendapatkan banyak informasi, keterangan, serta dokumentasi yang terkait dengan kasus meninggalnya Brigadir J atau Yoshua.

"Komnas HAM sejak kemarin berada di Jambi ketemu sama pihak keluarga. Nah kami diberikan banyak keterangan, kami diberikan banyak foto, kami diberikan banyak video, dan yang paling penting dalam konteks itu adalah kami diberikan konteks. Kami ucapkan terima kasih kepada pihak keluarga yang telah menerima Komnas HAM, terus memberikan keterangan, memberikan berbagai hal yang kami sebutkan," tutur Anam dalam video yang diterima Liputan6.com, Minggu (17/7/2022).

"Apa yang didapatkan Komnas HAM dalam proses ini, tentu saja Komnas HAM dapat lebih banyak dari apa yang beredar di publik, khususnya soal foto dan soal video," sambungnya.

Menurut Anam, yang paling penting dalam berbagai keterangan dan informasi, serta dokumentasi terkait kasus tersebut adalah konteks.

"Jadi foto itu diambilnya gimana, konteksnya apa, dan penjelasan dari keluarga apa itu yang penting," jelas dia.

Soal Peretasan

Anam juga menerima keterangan terkait soal peretasan ponsel yakni bagamana, kapan, karakter, hingga pola seperti apa yang dialami dan dirasakan oleh keluarga Brigadir J atau Yoshua.

"Yang lain lagi kami juga dapat soal polisi datang dalam jumlah banyak. Kami juga dikasih keterangan peristiwa itu backgroundnya apa, konteksnya apa, kapan waktunya, momentumnya apa, dan siapa yang datang ke sana. Kami dikasih tau semuanya sama pihak keluarga," kata Anam.

Anam memastikan, kedatangan tim Komnas HAM menemui keluarga almarhum Brigadir J atau Yoshua berbuah banyaknya keterangan yang dikumpulkan, sejak siang hingga malam.

"Nah itu menurut kami satu proses yang baik. Kami memang ini bagian dari proses awal, setelah di internal kami melakukan berbagai pendalaman. Nah ini adalah proses awal kami untuk meminta semua, apa namanya, keterangan ya," Anam menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya