Liputan6.com, Jakarta - Kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat tak hanya membuat pilu keluarga, namun juga menyisakan tanda tanya. Keluarga yang penasaran dengan kondisi jenazah, dengan alasan ingin menambah formalin, membuka baju Brigadir J atau Yoshua dan lalu mendokumentasikannya saat para polisi lengah. Hasilnya pun mengejutkan.
Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J atau Yoshua, Kamarudin Simanjuntak mengungkapkan, ada dua jahitan di bagian hidung, sayatan di bagian jari manis dan kaki, di bibir, kemudian di leher. Kemudian juga ada memar di perut kanan kiri.
Atas dasar itu, pihaknya melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri tentang pembunuhan berencana. Adapun barang bukti yang dibawa adalah sejumlah foto dokumentasi keluarga yang menunjukan sejumlah kejanggalan kematian pada jenazah Brigadir J.
Advertisement
"Laporan kita telah diterima yaitu laporan tentang dugaan tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana dimaksud pasal 340 KUHP, kemudian jo pembunuhan sebagaimana dimaksud pasal 338 KUHP jo, penganiayaan yang menyebabkan matinya orang lain sebagaimana pasal 351 ayat 3 yaitu tentang penganiayaan berat, itu 3 pasal yang diterima," jelasnya di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin 18 Juli 2022.
Baca Juga
Brigadir J dinyatakan tewas setelah adu tembak dengan anggota polisi di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Jumat 8 Juli 2022 lalu. Dia disebutkan meninggal setelah terkena timah panas yang ditembakkan oleh Bharada E.
Langkah pengacara keluarga Brigadir Yoshua melaporkan ke Bareskrim tentang dugaan pembunuhan berencana dinilai sebagai hal yang tepat. Karena menurut Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar, ada bukti yang bisa mengarah pada perkara tersebut.
"Kenapa pengacara keluarga melaporkan itu, karena faktanya menggambarkan itu. Kalau ditembak itu hanya luka di bagian yang kena tembak kan, ini ada sayatan di mana mana. Karena itu menurut saya, (wajar kalau) akan diminta diperiksa kembali, bahkan diperiksa lagi, kan mencari kebenaran," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (19/7/2022).
Fickar mengungkapkan, ada sejumlah alasan yang membuat kasus tersebut mengandung kejanggalan. Di antaranya posisi seorang ajudan yang seharusnya tidak diperkenankan untuk masuk rumah petinggi Polri.
"Saya juga sepakat kejadiannya itu memang janggal. Yang namanya ajudan di banyak tempat, dia enggak bisa masuk ke dalam rumah, hanya di pos jaga atau ke dapur untuk minum. Kenapa orang ini dianggap bisa masuk," ujar dia.
Kemudian kendati tidak menuding oknum kepolisian di balik kasus tersebut, namun menurutnya, hal ini pasti ada kaitannya dengan kejadian. Karena itu, penyidikan kasus ini harus lebih ditingkatkan.
"Bahkan kalau perlu ada penyidikan baru atau tambahan. Saya setuju itu Komnas HAM berdiri sendiri mengadakan penyelidikan. Karena kalau campur, dia enggak independen," ujar dia.
Fickar beranggapan, kasus yang terjadi di rumah Ferdy Sambo merupakan perkara yang mudah diselesaikan. Tinggal tergantung ada tidaknya kemauan dari pihak yang terlibat dalam masalah tersebut.
"Gampang atau susahnya sebuah kasus tergantung para pihak yang terlibat dalam perkara itu. Dia menjadi kelihatan sulit karena ini menyangkut orang-orangnya kepolisian juga. Padahal (kasus ini) sebenarnya enggak sulit. Kan sudah jelas ada orang mati, ada yang nembak, tinggal dicari motifnya," demikian Fickar menandaskan.
Sementara itu menurut Krimonolog dari Universitas Indonesia, Arthur Josias Simon Runturambi, kasus tewasnya Brigadir Yoshua menjadi ujian bagi Polri. Tagline yang terkandung dalam Presisi (Prediktif, responsibilitas, dan transparansi) harus benar-benar dijalankan dalam mengungkap kasus ini di internal mereka.
"Slogan yang sudah disampaikan ke publik itu kita lihat pengujiannya. Polisi sedang diuji, tidak hanya pengujian eksternal juga yang paling penting internal. Yang penting tadi, program polri yang presisi, betul-betul memang menjadi landasan pembuktian dari kasus-kasus di internal mereka sendiri," ujar dia.
Josias menilai langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo sebuah keputusan yang cermat. Dengan demikian, ini menjadi langkah awal dalam mengungkapkan kasus ini lebih transparan.
"Mudah-mudahan itu langkah awal. Karena sebaiknya yang diduga terkait kasus itu jangan punya jabatan tertentu. Nah kemudian selanjutnya ya artinya kan kita bisa kembalikan kepada penyelidik penyidiknya, katakan jikalau ada hambatan segala macam, sudah lebih mudah, karena levelnya sudah ke bawah," jelas dia.
Namun demikian, Josias berharap pemeriksaan kasus ini tak hanya menyasar para petinggi Polri. Tetapi juga anggota kepolisian yang terkait.
"Pak Kapolres Jaksel perlu dinonaktifkan atau tidak? Tergantung, dengan dinonaktifkan apakah itu ada kaitannya ke bawah. Cuman jangan kita, kembali ke penyidik apakah dia akan menelusuri lebih lanjut atau tidak," ujar dia.
Kepolisian sebelumnya sudah menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan. Pasal yang dikenakan terkait dengan perbuatan cabul dan pengancaman. Sementara itu, pengacara keluarga Brigadir Yoshua melaporkan tentang pembunuhan berencana.
"Lihat saja perkembangannya, kalau toh keduanya mengklaim dasar penyelidikan penyidikan, toh nanti harus ada dasar pembuktiannya, petunjuk-petunjuk yang akan disampaikan, nanti akan terlihat sesuai enggak. Kan masing-masing punya dasar atau bukti yang kemudian bisa disampikan dalam proses selanjutnya, kita lihat, siapa yang kuat, siapa yang lemah dari petunjuk yang ada," demikian Josias menjelaskan.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap 3m #vaksinmelindungikitasemua
Bareskrim Polri telah menerima laporan keluarga Brigadir J atau Yoshua terkait dugaan pembunuhan berencana dalam kasus adu tembak dua polisi di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Aduan tersebut tertuang dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/0386/VII/2022/SPKT/ Bareskrim Polri tanggal 18 Juli 2022.
"Laporan kita telah diterima," tutur Kuasa Hukum Keluarga Brigadir Yoshua, Jhonson Pandjaitan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (18/7/2022).
Dalam aduan tersebut tertulis bahwa laporan itu terkait dengan dugaan tindak pidana pembunuhan berencana dan atau pembunuhan dan atau penganiayaan berat, sebagaimana dimaksud Pasal 340 KUHP dan atau Pasal 338 KUHP dan atau Pasal 351 KUHP.
"Tiga pasal sudah diterima," kata Jhonson.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Keluarga Brigadir Yoshua, Kamarudin Simanjuntak mengatakan, pihak keluarga menemukan kejanggalan dari kematian putranya tersebut yang mereka terima dari Mabes Polri melalui Divisi Humas Polri.
"Yang janggal ya penjelasan Karo Penmas, dia bilang tembak-menembak, yang menembak katanya almarhum, tapi yang ditembak enggak kena. Abis 7 peluru. Kemudian yang ditembak, menembak balik 4 kali. Tapi menghasilkan 7 peluru. Kan janggal itu. Senjata apa yang dipakai kok bisa menembak 4 kali menghasilkan 7 peluru," beber Simanjuntak.
Tak hanya itu, pihaknya juga mempertanyakan adanya luka seperti terkena senjata tajam yang ada pada tubuh Brigadir Yoshua.
"Kenapa ada luka sajam di dalam tubuhnya? Di bibir, di hidung, di mata, di belakang telinga ada sayatan kurang lebih satu jengkal, kemudian di bahu, biru-biru di dada kanan kiri, ada luka tusukan atau syatan di kaki. Jarinya, rahangnya, engselnya lepas ata geser, giginya berantakan," ungkapnya.
Kamarudin menyatakan bahwa ada dua lokasi yang diduga menjadi titik keberadaan Brigadir Yoshua sebelum akhirnya tewas dalam rangkaian insiden adu tembak anak buah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Sebab, hal itu terekam dalam jejak komunikasi keluarga dengan almarhum.
"Adapun tindak pidana ini diduga terjadi pada tanggal 8 Juli 2022 sekira pukul 10.00 WIB pagi sampai pukul 17.00 WIB sore. Locus delictinya adalah kemungkinan besar antara Magelang dan Jakarta itu alternatif pertama. Locus delectinya yang kedua di rumah Kadiv Propam Polri atau rumah dinas Duren Tiga kawasan Jakarta Selatan," tutur Kamarudin.
"Jadi alternatif pertama itu antara Magelang hingga Jakarta, alternatif kedua karena mayat ditemukan di situ berdasarkan hasil visum repertum Polres Jaksel di rumah Kadiv Propam Polri di Komplek Polri di Duren Tiga Jaksel," sambungnya.
Menurut Kamarudin, sebelum pukul 10.00 WIB atau rentang lokasi Magelang-Jakarta, Brigadir Yoshua masih aktif berkomunikasi via telepon dan pesan singkat dengan orang tuanya, maupun grup Whatsapp keluarga.
"Tetapi setelah pukul 10.00 WIB, almarhum minta izin mau mengawal atasan atau komandannya yang dikawal, dengan asumsi perjalanan tujuh jam. Jadi, artinya tujuh jam jangan ada telepon dulu karena jam 10.00 WIB pagi itu di Magelang tanggal 8 Juli 2022," jelas Kamarudin.
Kamarudin menyebut, komunikasi terakhir antara orang tua dan Brigadir Yoshua adalah sekitar pukul 10.00 WIB. Adapun posisi orang tua berada di Balige, Sumatera Utara, sementara Brigadir Yoshua di Magelang, Jawa Tengah.
"Setelah jam 10.00 WIB, dia minta izin mengawal balik ke Jakarta. Jadi tidak etis seorang ajudan mengawal pimpinan masih WA dan telepon-telepon. Tujuh jam jangan diganggu dulu. Nah, setelah lewat tujuh jam, yaitu jam 17.00 WIB, maka orang tuanya atau keluarganya yang sedang berada di sana, di Sumatera Utara, mencoba menelepon, tidak bisa, di Whatsapp ternyata sudah terblokir," ujarnya.
Kondisi tersebut pun membuat keluarga khususnya orang tua beserta kakak adik Brigadir Yoshua mulai gelisah. Terlebih, disusul terjadi pemblokiran dan diduga adanya upaya peretasan ponsel.
"Ayah ibunya handphonenya tidak bisa dipakai, kakak adiknya, semua handphone tidak bisa dipakai, kurang lebih satu minggu. Artinya ini ada dugaan pembunuhan terencana, sehingga bagaimana caranya handphone itu bisa dikuasai passwordnya, berarti sebelum dibunuh, ada dulu dugaan pemaksaan untuk membuka password handphone," kata Kamarudin.
Lebih lanjut, bukti percakapan terakhir antara keluarga dengan Brigadir Yoshua tersebut tentu ada di ponsel milik almarhum. Sementara percakapan elektronik atau surat elektronik dari pihak keluarga telah dilampirkan dalam laporan ke penyidik hari ini.
"Di Magelang itu dia bersama dalam rangka mengawal Kadiv Propam, kemudian mengawal istrinya dan mengawal anaknya yang sedang sekolah taruna negara di sana," kata Kamarudin.
"Mobilnya kami minta untuk segera pemeriksaan, atau penyitaan. Karena ini suatu perkara yang sangat ajaib, terjadi pembunuhan di suatu tempat tapi yang ditangkap atau diamankan, lokasi tidak ditemukan, olah TKP tidak dipasang police line, yang ada informasi rumah dinas tidak ada CCTV tapi informasi dari media atau dari Ketua RT setenpat bahwa recorder CCTV sudah diduga diambil oleh seseorang," tandasnya.
Pastikan Kasus Tetap Diusut
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengungkapkan pihaknya telah melakukan otopsi dan hasilnya akan disampaikan bersamaan dengan hasil dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) selaku pihak pengawas eksternal.
"Sudah diotopsi nanti akan disampaikan hasilnya (bersama) sama Komnas HAM juga biar lebih obyektif," kata Dedi kepada wartawan, Selasa (19/7/2022).
Kendati terkait permintaan otopsi ulang secara mandiri oleh pihak keluarga, Dedi mengatakan, dirinya belum mengetahui lebih lanjut terkait aturan tersebut. Pasalnya, proses otopsi dilakukan untuk kebutuhan penyidikan.
Sehingga, dia menyampaikan, bila proses otopsi harus dilakukan sebagaimana yang telah diatur dalam KUHAP. Karena hasilnya tersebut nantinya akan dijadikan sebagai alat bukti untuk persidangan.
"Belum tahu kalau itu (permintaan otopsi ulang secara mandiri). Karena (otopsi) untuk kebutuhan penyidikan sebagai alat bukti yang akan disampaikan ke sidang," terangnya.
Dedi juga mengungkapkan, Polda Metro Jaya telah mengambil alih kasus adu tembak polisin dari Polres Metro Jakarta Selatan. Hal itu agar proses pengusutan lebih cepat.
"Komitmen pimpinan biar cepat terungkap secara terang benderang berdasarkan Scientific Crime Investigation (Penyidikan Berbasis Ilmiah)," kata Dedi.
Pengambilalihan kasus yang kini ditangani Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Metro Jaya, juga bakal didukung oleh Tim Labfor, Inafis, hingga Puslabfor.
Dia mengungkapkan, kasus dugaan pelecehan yang dilakukan oleh Brigadir Yoshua itu sudah naik ke tahap penyidikan. "Pasal yang kemarin disampaikan Pak Kapolri, perbuatan cabul dan pengancaman," jelas dia.
Namun Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mempertanyakan pasal perbuatan cabul dan pengancaman terhadap Brigadir Yoshua. Harusnya, kata dia, yang diprioritaskan dalam penanganan kasus ini adalah kejadian penembakan.
"Prioritas yang diungkap itu soal kejadian penembakan di rumah Pak Ferdy Sambo. Itu yang paling prioritas, karena udah jelas ada pelakunya, ada korbannya, terlepas apakah korban punya persoalan lain. Ini kan harus diungkap dulu. Baru dilakukan pengembangan," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (19/7/2022).
Khairul menilai kasus ini sebenarnya sederhana dan mudah untuk diungkap. Karena menurutnya sudah banyak data dan fakta yang ditemukan di lapangan.
"Kasus ini sederhana, ada pelaku, saksi, mestinya ada CCTV ada alat bantu, ada korban yang juga bisa diperiksa autopsi, forensik, kondisinya (jenazah). Apakah keterangan pelaku benar, keterangan saksi layak dipercaya, ini sederhana. Kalau ini terjadi pada masyarakat lain, mudah diungkap," ujar dia.
Karena itu, wajar publik bertanya-tanya ada apa di balik lambannya penanganan kasus ini. Khairul menegaskan, hanya butuh itikad baik dari kepolisian dalam menuntaskan persoalan tersebut.
"Kita tidak berburuk sangka, kita butuh itikad baik dari kepolisian untuk memberikan transparansi pada publik, apalagi keluarga korban menuntut keadilan," ujar dia.
Khairul mengapresiasi Polri yang menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo agar proses penanganan kasus ini dapat transparan. Namun begitu, menurutnya langkah ini diharapkan bukan akibat adanya tekanan publik atau politik.
"Harus ditunjukkan ini datang dari adanya profesionalisme, kepentingan hukum, perlu dilanjutkan langkah-langkah ini," kata dia.
Tak hanya Ferdy Sambo, ia berharap Polri juga dapat mengambil langkah serupa terhadap perwira lain yang patut diduga atau perlu didalami peran dan andilnya dalam hal dugaan adanya penundaaan pengungkapan kasus. Ada jeda dua hari antara kejadian dengan keterangan yang disampaikan kepolisian.
"Saran saya itu juga harus dibebastugaskan supaya bisa mendalami peran dalam kebijakan, atau jajaran Pak Ferdy Sambo maupun Kapolres Jaksel yang awal sekali dapat informasi itu," ujar dia.
Sementara Pengacara Keluarga Irjen Ferdy Sambo, Arman Hanis memastikan Irjen Sambo akan memenuhi panggilan Komnas HAM jika memang dibutuhkan keterangannya. Dirinya menjamin bahwa Ferdy Sambo akan siap hadir untuk memberikan keterangan.
“Mengenai pemeriksaan terhadap Pak Ferdy Sambo, apabila Komnas HAM ingin melakukan pemeriksaan pasti Pak Sambo akan hadir untuk memberikan keterangan. Jadi enggak ada masalah, pasti Pak Sambo akan hadir jika dibutuhkan keterangannya,” kata Arman, Senin 18 Juli 2022.
Sambo, menurut dia, sudah dimintai keterangan oleh pihak kepolisian. Bahkan pemeriksaan itu berlangsung lebih dari sekali. “Pak Sambo sudah diperiksa kok dua kali oleh tim yang dibentuk Pak Kapolri,” kata Arman.
Menurut dia, keterangannya itu disampaikan Sambo kepada tim khusus yang dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada Kamis, 14 Juli 2022 dan Jumat, 15 Juli 2022. Namun, ia tidak ikut mendampingi Sambo saat diperiksa.
“Sudah, sudah diperiksa. Kamis malam sama Jumat malam, setahu saya seperti itu. Pak Sambo kan tidak saya dampingi. Tapi yang lain saya dampingi,” ujarnya.
Selain itu, dia juga mengatakan pihak keluarga Sambo sudah menyerahkan semua barang milik Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat yang tewas dalam insiden baku tembak dengan Bharada RE (E) kepada penyidik kepolisian.
“Sudah diserahkan ke pihak penyidik semuanya (barang milik Brigadir J yang ada di rumah Pak Sambo). Yang saya ketahui seperti itu,” kata Arman,
Namun, Arman tidak mengetahui apakah barang-barang milik Brigadir J sudah diserahkan kepada pihak keluarganya atau belum oleh penyidik kepolisian. Menurut dia, sebaiknya hal tersebut ditanyakan langsung kepada pihak Mabes Polri.
“Apakah diserahkan ke keluarganya, silakan tanya ke Mabes Polri,” jelas dia.
Yang jelas, kata Arman, pihak keluarga Sambo sudah menyerahkan semua barang milik Brigadir J kepada pihak kepolisian. Namun, ia tidak mengetahui kapan penyerahan barang milik Brigadir J itu dilakukan keluarga Sambo kepada kepolisian.
“Ya itu saya tidak tahu kapan penyerahannya, saya juga tidak hadir. Silakan tanya ke Mabes Polri,” ujarnya.
Advertisement
Naik Tahap Penyidikan
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo resmi menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam Polri, Senin 18 Juli 2022. Langkah tersebut menuai apresiasi dari Senayan yang di antaranya dari Anggota Komisi III DPR RI, Habiburokhman.
“Kami menghormatii langkah Kapolri yang menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo. Ini membuktikan Pak Kapolri berupaya semaksimal mungkin agar pengusutan perkara ini bebas dari hingar bingar tekanan publik,” kata Anggota Komisi III DPR RI, Habiburokhman, Selasa (19/7/2022).
Habiburokhman menilai sejauh ini Polri sudah menangani kasus itu dengan maksimal dan cukup transparan.
“Secara umun Pak Kapolri dan jajarannya sangat maksimal menangani kasus ini, sesuai dengan konsep presisi atau prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan,” kata dia.
Ia meminta tim yang dibentuk Kapolri bisa bekerja profesional mengusut kasus tersebut hingga tuntas.
“Kami menyerukan kepada pejabat publik untuk tidak banyak bersepkeluasi di media yang bisa mempengaruhi jalannya pengusutan perkara,” pungkas dia.
Dukungan serupa juga datang dari Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Benny K. Harman. Namun menurutnya, yang paling ditunggu publik saat ini adalah penanganan kasus yang transparan.
"Tentu bukan soal penonaktifannya (Kadiv Propam), yang ditunggu-tunggu oleh publik pada saat ini adalah pengungkapan secara objektif, secara transparan, secara terbuka juga akuntabel apa sebetulnya yang terjadi di kasus yang menyedot perhatian masyarakat seluruh Indonesia ini,” kata Benny pada wartawan, Selasa (19/7/2022).
Meski demikian, Anggota Komisi III DPR ini menyampaikan apresiasi pada Kapolri yang merespons cepat dan segera mengambil tindakan konkret untuk menuntaskan kasus tersebut.
“Ketika Pak Kapolri membentuk tim khusus untuk ini, kami memberikan apresiasi tinggi, ya semata-mata untuk menunjukkan kepada publik bahwa memang institusi Polri di bawah Kapolri yang saat ini, Pak Listyo, benar-benar profesional, tanggap, responsif,” kata dia.
Terkait lambannya kinerja Polri dalam penetapan tersangka kasus tersebut, Benny meminta masyarakat menunggu dan tidak menekan Polri.
"Kita tunggu sajalah, kita tunggu saja, jangan kita tekan-tekan. Tadi saya sampaikan begini lho, kita memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada Pak Kapolri untuk mengungkapkan peristiwa ini secara terbuka, transparan dan objektif,” pungkas dia.
Adapun anggota Komisi III DPR RI Santoso menilai penonaktifan Ferdy Sambo diperlukan agar tidak ada konflik kepentingan dalam pengusutan kasus dugaan adu tembak dua anggota polisi di rumahnya.
"Dengan adanya kasus ini agar tidak ada konflik interest (konflik kepentingan) antara penyidik dengan pihak Propam Porli,” kata Santoso kepada wartawan, Selasa (19/7/2022).
Politikus Partai Demokrat itu menyebut, keputusan Kapolri Sigit tepat dan bertujuan untuk mempercepat proses penyidikan kasus hukum yang terjadi di rumah Ferdy Sambo, agar lebih transparan. Pasalnya kasus ini menjadi perhatian masyarakat.
“Tindakan Kapolri ini, saya yakin akan mempercepat proses penyidikan kasus ini secara profesional serta transparan pada publik,” ujarnya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan kasus ini akan terus diusut kendati Ferdy Sambo telah dinonaktifkan. Pengumpulan barang bukti dan saksi terus dilakukan.
"Tentunya kita akan mengumpulkan selain saksi, juga bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan scientific, sebagaimana komitmen kami untuk memproses seluruh peristiwa yang ada ini dengan pertanggungjawaban scientific crime investigation," tutur Listyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin 18 Juli 2022.
Listyo sendiri belum merinci lebih jauh terkait perkembangan penanganan kasus adu tembak anggota yang dilakukan oleh tim khusus bentukannya. Namun dia memastikan seluruh hasil penyidikan akan disampaikan secara objektif dan transparan ke publik sesuai komitmen Polri yang selama ini dijaga.
"Seluruh tahapan sedang berjalan, proses pemeriksaan saksi sedang berjalan, pengumpulan alat bukti sedang berjalan," kata Listyo.