Epidemiolog Sebut Indonesia Tengah Menuju Puncak Covid-19 Varian BA.5

Dicky mengatakan dengan adanya varian BA.275, masyarakat harus mewaspadai dan mengamati dampak yang hadir di tengah gelombang empat.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Agu 2022, 13:42 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2022, 11:00 WIB
FOTO: Sosialisasi Protokol Kesehatan dan Swab Keliling
Tenaga kesehatan Puskesmas Kecamatan Menteng melakukan tes usap antigen dan PCR gratis kepada warga saat Swab Seru Keliling di Masjid Jami Assuhaimiah, Kebon Sirih, Jakarta, Kamis (9/9/2021). Program ini diharapkan dapat memutus penularan COVID-19 dari pasien tanpa gejala. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Varian baru Covid-19 terus bermunculan. Saat ini, varian yang sedang menular di publik adalah BA.4, BA.5 dan BA.275.

Kalau terus bermutasi, lantas kapan Covid-19 berakhir?

Epidemiolog dan peneliti dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan Indonesia masih berada di gelombang empat Covid-19 yang puncaknya mungkin akhir Agustus atau September.

Menurut Dicky, pergerakan menuju puncak Covid-19 varian BA.5 lebih lamban karena virus melalui orang yang sudah memiliki imunitas. Dicky memprediksi masa rawan di Indonesia akan berlangsung hingga Oktober tahun ini. 

"Bukan berarti banyak kematian. Tapi kalau kita lemah testing, tracing, dan treatment (3 T), mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas (5 M), serta vaksinasi, pada gilirannya akan memakan jiwa kelompok paling rawan, seperti lansia, tenaga kesehatan, komorbid, ibu hamil dan anak," ucap Dickydalam keterangannya, Senin (8/8/2022).

"Di Indonesia kelompok rawan banyak, karena jumlah penduduk kita besar. Ini harus disadari semua pihak," kata Dicky.

Dicky mengatakan dengan adanya varian BA.275, masyarakat harus mewaspadai dan mengamati dampak yang hadir di tengah gelombang empat. Menurut dia, BA.275 belum menggeser dominasi BA.5. Setidaknya 2% dari yang dites Covid-91 harus menjadi genome sequencing.

 


Pengarus Stigma hingga Obat-obatan

FOTO: Program Vaksinasi Booster COVID-19 Sasar Kelompok Rentan
Tenaga kesehatan menyiapkan vaksin COVID-19 untuk disuntikkan kepada warga saat pelaksanaan vaksinasi booster COVID-19 di Puskesmas Cilandak, Jakarta, Rabu (12/1/2022). Pemerintah mulai program vaksinasi booster COVID-19 gratis untuk masyarakat umum usia 18 tahun ke atas. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Melihat virus yang terus bermutasi, Dicky mengakui sulit mengatakan kapan Covid-19 akan jadi penyakit biasa. Menurut dia, ada banyak yang mempengaruhi peralihan Covid-19 jadi penyakit biasa, antara lain stigma, obat, karakter dan sifat virus. Dahulu, demam typoid amat ditakuti, namun stigma itu kemudian berubah.

Kehadiran obat juga mempengaruhi perubahan Covid-19 jadi penyakit biasa.

"Tidak ada kematian, karena obatnya ada. Sekarang obat selain mahal, masih terbatas dan belum memadai," ujar Dicky.

Masalahnya, kata Dicky, kalau Covid-19 terus bermutasi melahirkan varian baru dan mengurangi efikasi vaksin. Dicky menegaskan, kondisi ini tidak bisa diatasi hanya dengan vaksinasi dan obat. Pendekatannya harus dengan meningkatkan 3T dan 5M.

"Perilaku hidup bersih dan sehat harus jadi budaya baru. Itu yang menguragi potensi virus bemutasi," kata Dicky.

Infografis 3 Area Wajah Sering Disentuh Tangan Rentan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 3 Area Wajah Sering Disentuh Tangan Rentan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya