Â
Liputan6.com, Jakarta Fadel Muhammad dicopot jabatannya sebagai Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD. Keputusan itu diambil dalam Sidang Paripurna ke-2 DPD RI Masa Sidang I Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/8/2022).
Agenda sidang paripurna itu dipimpin Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Salah satu agenda yang dibahas dalam sidang adalah tindak lanjut penyampaian mosi tidak percaya terkait keinginan mayoritas anggota DPD RI untuk menarik Fadel Muhammad dari jabatan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD RI.
Advertisement
"Dalam Sidang Paripurna ke-13 DPD RI Masa Sidang V Tahun Sidang 2021-2022, diputuskan bahwa mosi tidak percaya akan diteruskan ke Badan Kehormatan dan kelompok DPD RI," tutur LaNyalla dalam keterangannya, Jumat (19/8/2022).
LaNyalla melanjutkan, mosi tidak percaya yang awalnya ditandatangani 91 anggota DPD RI bertambah menjadi 97 anggota yang membubuhkan tanda tangan.
Dalam Sidang Paripurna ke-1 Masa Sidang I Tahun Sidang 2022-2023 ditetapkan terkait penarikan dukungan itu keputusannya diserahkan kepada pimpinan DPD RI.
"Maka pimpinan DPD RI pada sidang kali ini menyepakati penarikan tersebut. Untuk itu dalam sidang kali ini kita perlu melakukan pemilihan Wakil Ketua MPR utusan DPD RI untuk mengisi kekosongan posisi tersebut," tutur LaNyalla.
Selanjutnya masing-masing wilayah diminta bermusyawarah untuk mengusulkan calon Wakil Ketua MPR dari utusan DPD RI.
Sub wilayah Barat I mengusulkan nama Abdullah Puteh (Aceh), Sub Wilayah Barat II merekomendasikan Bustami Zainudin (Lampung), Sub Wilayah Timur I usul Tamsil Linrung (Sulawesi Selatan) dan Sub Wilayah Timur II mengusulkan Yorrys Raweyai (Papua).
Â
Digantikan Tansil Linrung
Â
Saat ditawarkan untuk dilakukan musyawarah kepada keempat calon ternyata hal itu tidak tercapai. Pimpinan sidang memutuskan pemilihan dengan mekanisme voting yang diikuti sebanyak anggota 96 anggota DPD RI.
"Akhirnya dengan mengantongi 39 suara Tamsil Linrung diputuskan sebagai Wakil Ketua MPR utusan DPD RI pengganti posisi Fadel Muhammad," ujar Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono.
Sedangkan kandidat lainnya Bustami Zainudin memperoleh 21 suara, Yorrys Raweyai 19 suara dan Abdullah Puteh 14 suara. Sementara terdapat 2 suara tidak sah dan 1 abstain.
Sebelumnya Fadel Muhammad dalam sidang tersebut menolak atas mosi tidak percaya tersebut. Fadel merasa dirinya tidak berbuat hal-hal yang melanggar.
"Untuk itu saya akan melakukan upaya hukum atas keputusan tersebut. Upaya hukum secara internal dengan melapor ke BK. Upaya dari luar, saya akan membuat somasi terhadap Ketua, pimpinan dan para anggota DPD RI yang menandatangani. Saya menganggap langkah itu tidak sesuai tata tertib dan tidak ada dalam aturan di DPD, untuk itu saya akan menuntut somasi sebesar Rp 100 miliar yang ditanggung oleh DPD RI," papar dia.
Langkah selanjutnya, Fadel dan tim hukum juga akan melaporkan ke polisi atas pencemaran nama baik.
"Ketiga karena sudah ditetapkan dan diketok palu dalam Sidang Paripurna oleh Ketua DPD RI, maka kami akan ajukan hal ini ke PTUN. Yang terakhir kami akan mengajukan perdata dengan penetapan ganti rugi," tuturnya.
Advertisement
Kinerja DPD Disorot
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyatakan, masyarakat ingin melihat kerja kongkret dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Sebab, selama ini lembaga tersebut lebih dikenal hanya perebutan kekuasaan untuk kepentingan kelompok tertentu.
"Harusnya DPD bisa menunjukkan kerjanya dengan menjadi orang pertama yang menyampaikan aspirasi masyarakat daerah kepada Pemerintah Pusat di forum resmi," saran Lucius dalam keterangannya, Selasa 16 Agustus 2022.
Namun, Lucius memahami kewenangan yang selama ini dimiliki DPD tidak tuntas dalam konstitusi di Indonesia. Tapi, lembaga tersebut mempunyai anggaran dan infrastruktur yang memadai untuk kerja sehingga masih bisa menunjukkan kinerja di tengah kewenangan yang terbatas.
"Jadi banyak jalan yang bisa dilakukan anggota DPD untuk menunjukkan kinerjanya. Yang penting tetap konsisten dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat di daerah," tegas Lucius.
Selain itu, Lucius mengingatkan jangan jadikan lembaga DPD sebagai tempat persinggahan politik termasuk ingin mencalonkan diri sebagai calon Presiden atau wakil Presiden.
"Keinginan politik itu yang menjadikan lembaga DPD tidak jelas dan tidak terlihat manfaatnya lagi di mata rakyat," kritiknya.
Kendati demikian, Lucius menghargai setiap keinginan Ketua DPD bila ingin menjadi calon presiden. Tapi jangan karena punya jabatan tinggi terus semua keinginan menjadi mungkin.
"Ini sama saja dengan mimpi di siang bolong karena tidak paham dengan Undang-Undang Pemilu," kritiknya.
Lebih baik saran Lucius bila Ketua DPD ingin menjadi calon presiden atau wakil presiden untuk bergabung ke dalam partai politik yang ada karena hal itu sesuai dengan amanah Undang-Undang Pemilu.
Â