PKS: Dua Juta Nelayan Bisa Menganggur Jika BBM Naik

Menurut Riyono, kenaikan BBM ini berdampak sangat serius. Ada hampir 7000 kapal di atas 30 GT izin pusat yang terancam bangkrut akibat kenaikan harga solar ini.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Agu 2022, 16:42 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2022, 12:11 WIB
20170105-BBM-Naik-AY1
Papan petunjuk BBM yang berada di SPBU, Jakarta, Kamis (5/1). Penetapan harga BBM Umum jenis Pertamax, Pertamax Plus, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, Dexlite dan Pertalite merupakan kebijakan korporasi Pertamina. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi oleh pemerintah bakal semakin memukul kondisi nelayan kecil. Sebelumnya kenaikan harga solar nonsubsidi sudah memukul nelayan dan dunia perikanan. 

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bidang Tani dan Nelayan Riyono menyebutkan, penderitaan nelayan dan dunia perikanan bertambah dengan harga solar yang mencapai 23.000.

"Kalau solar subsidi untuk nelayan dinaikkan, terus nelayan akan makan apa?" tanya Riyono. 

"Ada hampir 3000 kapal tidak bisa melaut karena biaya BBM membengkak sampai 60 persen dari biasanya. Kenaikan BBM dan juga di iringi kenaikan perbekalan membuat sekarat nelayan," lanjut Riyono dalam keterangannya, Rabu (24/8/2022).

Menurut Riyono, kenaikan BBM ini berdampak sangat serius. Ada hampir 7000 kapal di atas 30 GT izin pusat yang terancam bangkrut akibat kenaikan harga solar ini. Belum lagi jika solar subsidi dinaikkan, jumlah nelayan kecil yang terdampak akan sangat besar.

"Visi poros maritim tidak mampu hadir disaat nelayan susah, negara tidak hadir saat kondisi susah," tutup Riyono.

Secara tegas, Riyono memaparkan nelayan binaan PKS tegas menolak dan meminta dana pembangunan IKN dialihkan untuk subsidi solar bagi nelayan kecil.

Bagi Riyono, rencana kenaikan BBM subsidi semakin memperberat kondisi sektor perikanan. Harapan baru nelayan dan sektor perikanan mampu bangkit sebagai pengungkit ekonomi nasional terganjal oleh berbagai regulasi dan kondisi yang memberatkan nelayan dan pelaku usaha perikanan. 

"Kontroversi PP 85, kenaikan PNBP, sistem penangkapan terukur membuat gaduh dan mandeknya sektor perikanan. Nampaknya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum memahami psikologi serta denyut nadi nelayan," papar Riyono.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tidak Punya Kepekaan Krisis

FOTO: Antrean Kendaraan di SPBU Jelang Kenaikan Harga Pertamax
Sejumlah kendaraan mengisi bahan bakar minyak (BBM) di sebuah SPBU di Jakarta, Kamis (31/3/2022). PT Pertamina (Persero) akan memberlakukan tarif baru BBM jenis Pertamax menjadi Rp 12.500 pada 1 April 2022. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sejak menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan,  menrutnya, Wahyu ST hanya fokus bagaimana meningkatkan pendapatan melalui berbagai aturan yang ujungnya menuai kontroversi dan akhirnya harus direvisi.

"Berbagai sikap nelayan dari penolakan dan ribut soal PP 85 th 2021 beserta turunannya dalam bentuk permen KP no 85 dan 86 tentang Harga Patokan ikan (HPI) dan PHP(pungutan hasil perikanan) membuktikan bahwa KKP tidak memiliki sense of crisis sekaligus gagal berkomunikasi dengan nelayan, tapi kenapa Presiden Jokowi menandatanginya?" tanya Riyono. 

Setelah terbitnya PP 85 th 2021 yang ditindaklanjuti dengan permenKP menjadikan suasana dialog serta komunikasi menjadi kaku, disatu sisi KKP sudah pasang target 12 T untuk PNBP sampai 2024 dengan harapan di 2022 bisa naik menjadi 1 T.

"Kondisi pandemi nampaknya belum menjadi pertimbangan serius KKP, angka di atas kertas yang disodorkan BPK soal potensi transaksi perikanan yang mencapai 215 T per tahun menjadi acuan target.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya