Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional Hak Manusia (Komnas HAM) memberikan hasil laporan investigasinya, terkait kasus kematian Brigadir Yoshua Hutabarat atau Brigadir J kepada pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud Md.
Laporan berbentuk rekomendasi tersebut berisi lima poin dan secara terbuka, poin-poin itu dibacakan oleh Ketua Komnas HAM Ahmad Taufik Damanik saat jumpa pers.
Baca Juga
“Satu, kami meminta untuk melakukan pengawasan atau audit kinerja dan kultur kerja di Kepolisian Republik Indonesia untuk memastikan tidak terjadinya penyiksaan, kekerasan, atau pelanggaran hak asasi manusia lainya,” kata Taufan di Kantor Komnas HAM Jakarta, Senin (12/9/2022).
Advertisement
Taufan menegeskan, poin pertama tidak semata berangkat dari kasus kematian Brigadir J, tetapi juga dari data-data pengaduan atau kasus-kasus yang ditangani Komnas HAM menyangkut institusi Polri dalam lima tahun periode di bawah kepemimpinannya.
“Dua, kami meminta kepada Bapak Presiden untuk memerintahkan Kapolri untuk menyusun suatu mekanisme pencegahan dan pengawasan berkala terkait penanganan kasus kekerasan penyiksaan, atau pelanggaran HAM lainnya yang dilakukan oleh anggota Polri,” jelas Taufan.
Poin berikutnya, lanjut Taufan, meminta pengawasan bersama dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia terhadap berbagai kasus-kasus kekerasan, penyiksaan, atau pelanggaran hak asasi manusia lainnya yang dilakukan oleh anggota Polri.
“Keempat, mempercepat proses pembentukan direktorat pelayanan perempuan dan anak di Polri. Terakhir, memastikan infrastruktur untuk pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), termasuk kesiapan kelembagaan dan ketersediaan peraturan pelaksanaanya,” Taufan menandasi.
Mahfud Md Terima Rekomendasi Komnas HAM
Diberitakan sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud Md menerima laporan hasil rekomendasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan, terkait kematian Brigadir Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
Menurut Mahfud, meski laporan itu tidak pro justitia namun dapat menjadi info tambahan di kepolisian dalam mengungkap kasus dugaan pembunuhan berencana yang menjadikan Eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka.
“Ini adalah hasil laporan yang tidak projustitia, kita sampaikan saja biar polisi mendalami, memang sudah jelas perencanaan pembunuhan sehingga Sambo tak bisa mengelak,” kata Mahfud saat jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta, Senin (12/9/2022).
Mahfud kembali menegaskan, soal motif dalam kasus ini tidak begitu dibutuhkan. Sebab, pihak pengadilan hanya ingin memastikan jika pelaku tidak gila saat beraksi.
“Motif tidak harus ada tapi kadang kala hakim mau tahu juga motif pelaku. Apakah orang sehat atau gila? sehingga dicari motifnya, kalau tidak gila sebetulnya cukup,” jelas dia.
Advertisement