Liputan6.com, Jakarta - Kelompok Kerja Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Pokja RUU Sisdiknas) mengagendakan pertemuan dengan kelompok masyarakat sipil bidang pendidikan. Pertemuan ini diharapkan menjadi ajang dialog terkait berbagai permasalahan yang muncul dalam draf RUU Sisdiknas susunan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbud Ristek).
“Kami akan bertemu dengan berbagai elemen masyarakat sipil bidang pendidikan dalam waktu dekat. Kami berharap dalam forum akan muncul berbagai identifikasi masalah dari draf RUU Sisdiknas yang berpotensi menjadi kendala dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia,” ujar Inisiator Pokja RUU Sisdiknas, Syaiful Huda, Rabu (14/9/2022).
Ketua Komisi X ini mengatakan dalam pertemuan ini kelompok masyarakat sipil diberikan kesempatan luas dalam menyampaikan pandangan dan pemikiran mereka terkait format ideal RUU Sisdiknas. Menurutnya ini penting agar semua ideasi para elemen masyarakat sipil yang telah lama berkecimpung di dunia Pendidikan bisa terakomodasi dalam rumusan pasal dan ayat RUU Sisdiknas.
Advertisement
“Kami yakin para penggerak Pendidikan dari elemen masyarakat sipil ini mempunyai ideasi-ideasi menarik bagaimana pengelolaan Pendidikan yang sesuai dengan akar budaya Indonesia dan adaptif terhadap berbagai dinamikan perkembangan global,” katanya.
Huda menuturkan dalam pertemuan Pokja RUU Sisdiknas akan dibuat seperti focus group discussion (FGD). Nantinya peserta yang hadir akan dikelompokkan dalam kluster-kluster isu yang disarikan dari RUU Sisdiknas susunan dari Kemendikbud Ristek. Dalam setiap kelompok yang membahas isu tertentu tersebut diharapkan munculkan kajian mendalam sekaligus rekomendasi.
“Kami berharap nantinya pertemuan tersebut bisa menghasilkan daftar inventarisasi masalah dari draf RUU Sisdiknas yang disusun Kemendikbud Ristek. Dengan demikian semua uneg-uneg mereka bisa tertampung dan diformulasikan secara jelas dalam poin per poin sesuai pasal maupun ayat dalam RUU Sisdiknas,” katanya.
Diperdalam oleh Fraksi
Jika Daftar Inventaris Masalah (DIM) versi masyarakat sipil ini telah terumuskan, kata Huda, proses pembahasan RUU Sisdiknas di level DPR akan jauh lebih mudah. Nantinya anggota Pokja RUU Sisdiknas tinggal menyampaikan DIM tersebut ke masing-masing fraksi di DPR.
“Dengan demikian para anggota fraksi tinggal memperdalam dan menindaklanjutinya DIM tersebut untuk diformulasikan dalam langkah formal di parlemen. Dengan model begini pembahasan RUU Sisdiknas tidak membutuhkan waktu lama karena berbagai masukan dari kelompok masyarakat sipil telah tertampung sehingga tidak perlu ada lagi perdebatan Panjang dalam proses pembahasannya,” katanya.
Politikus PKB ini menegaskan jika draf Rancangan Perubahan UU Sisdiknas harus menjadi ruang temu ide, gagasan, dan pemikiran para stake holder Pendidikan di tanah air. Menurutnya RUU Sisdiknas harus unggul dalam konsep kebaruan subtansi yang ditawarkan sekaligus harus mendapatkan dukungan luas dari publik.
“RUU Sisdiknas ini sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa mendatang. Jadi harus sebanyak-banyaknya dihasilkan oleh usulan baik banyak kalangan,” katanya.
Advertisement
Isiasi Bentuk Pokja
Penolakan berbagai elemen masyarakat sipil terhadap Rancangan Perubahan Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) kian kencang. Kelompok Kerja (Pokja) Nasional RUU Sisdiknas dinilai bisa menjadi solusi untuk membuka ruang dialogis bagi pemerintah dan kelompok masyarakat sipil.
“Kami sepakat jika UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas harus direvisi karena dinamika pengelolaan pendidikan nasional sudah jauh berubah dibandingkan kondisi 20 tahun lalu. Kendati demikian harus dibuka ruang dialog yang lebih transparan mengingat banyaknya penolakan dari kelompok masyarakat sipil. Maka saya menginisiasi adanya Kelompok Kerja (Pokja) Nasional RUU Sisdiknas ini,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangannya, Kamis (1/9/2022).
Huda menjelaskan kencangnya penolakan draf RUU Sisdiknas yang disusun oleh Kemendikbud Ristek oleh berbagai elemen masyarakat sipil harus ditangkap sebagai bentuk kritik membangun. Suara-suara mereka harus benar-benar didengar dan dipertimbangkan agar UU Sistem Pendidikan Nasional yang ada benar-benar menjadi payung hukum bagi terciptanya ekosistem pendidikan nasional yang sesuai dengan kepentingan bangsa.
“Apalagi suara-suara tersebut disampaikan oleh lembaga-lembaga yang selama ini terlibat aktif dalam pengelolaan pendidikan nasional seperti PGRI, P2G, Muhammadiyah, pemerhati pendidikan, hingga para guru besar,” ujarnya.
Huda menilai kritikan adanya kelemahan pada sisi aspek prosedural dan materi RUU Sisdiknas yang disampaikan publik masih dalam tahap kewajaran. Dari aspek prosedural misalnya Kemendikbud Ristek memang terkesan berjalan sendiri dan tidak membuka ruang partisipasi publik dalam proses penyusunan draf RUU Sisdiknas.
“Pakar-pakar yang diundang sebagian besar mengaku hanya disuruh mendengarkan poin-poin dalam draf RUU Sisdiknas, sehingga kesannya Kemendikbud Ristek hanya sosialisasi saja. Di samping itu memang belum ada grand desain pendidikan yang disepakati sebagai pijakan dalam pembentukan UU. Hal inilah yang dianggap kelemahan dari sisi prosedur penyusunan draf RUU Sisdiknas,” katanya.