Kasus Suap Mahkamah Agung, Firli Sayangkan Praktik Korupsi Masih Ada di Lingkup Peradilan

Ketua KPK, Firli Bahuri, mengaku prihatin atas kasus dugaan rasuah di lingkup Mahkamah Agung (MA) yang melibatkan 10 orang tersangka dengan salah satunya adalah seorang hakim agung.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 23 Sep 2022, 08:34 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2022, 08:34 WIB
Tumpukan Uang Barang Bukti Suap Pengurusan Perkara di Mahkamah Agung
Ketua KPK Firli Bahuri saat menggelar konferensi pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) perkara suap di Mahkamah Agung di gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/9/2022) (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua KPK, Firli Bahuri, mengaku prihatin atas kasus dugaan rasuah di lingkup Mahkamah Agung (MA) yang melibatkan 10 orang tersangka dengan salah satunya adalah seorang hakim agung.

Diketahui, dalam kasus ini mereka diduga terlibat dalam kasus suap proses persidangan pada tahapan kasasi di Mahkamah Agung atas putusan pailit Koperasi Simpan Pinjam Intidana.

Menurut Firli, pihaknya sudah sering mengingatkan seraya mengajak semua pihak untuk berkolaborasi memberantas korupsi. Bahkan, belum lama ini KPK juga telah menyelenggarakan Penguatan Antikorupsi untuk Penyelenggara Negara Berintergitas (PAKU Integritas) bagi jajaran Mahkamah Agung.

“Saya sering di beberapa kesempatan menyampaikan bahwa pemberantasan korupsi harus dilakukan bersama pemangku kepentingan termasuk kamar-kamar kekuasaan legislatif, eksekutif, yudikatif dan Parpol,” kata Firli dalam keterangannya, Jumat (23/9/2022).

Firli memastikan, pemberantasan rasuah di Indonesia adalah kerja bersama. Artinya, perlu dibangun kolaborasi dengan seluruh pihak agar celah rasuah bisa dicegah dan diberantas.

“Semua pihak harus mengambil peran untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi,” tegas Firli.

10 Tersangka

Sebagai informasi, total 10 orang tersangka dalam kasus ini.

Mereka adalah Hakim Agung pada MA Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), Desy Yustria (DY) selaku PNS pada Kepaniteraan MA, Muhajir Habibie (MH) selaku PNS pada Kepaniteraan MA, Kemudian dua PNS MA bernama Redi (RD) dan Albasri (AB), lalu dua pengacara bernama Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES), serta dua Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Pasal

Mereka dijerat dengan pasal sangkaan berbeda, yakni sebagai pihak pemberi dan penerima. Pertama sebagai pemberi adalah HT, YP, ES dan IDKS. Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Kedua, mereka yang berperan sebagai penerima yaitu SD, DS, ETP, MH, RD dan AB. Masing-masing disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya