Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi belum lama ini menerima kedatangan mantan Perdana Menteri (PM) Inggris Tony Blair di Istana Merdeka, Rabu, 19 Oktober kemarin.
Hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut antara lain terkait rencana pemindahan ibu kota baru, sekaligus meminta Tony Blair memnbantu mempromosikan ke Ibu Kota Nusantara (IKN) ke dunia Internasional.
Advertisement
Baca Juga
Hal ini diungkap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang ikut mendampingi Presiden Jokowi dalam pertemuan tersebut.
"Presiden minta Tony Blair dan Tony Blair kebetulan menawarkan diri juga untuk membantu promosikan ibu kota baru ini ke internasional," ujar Luhut, seperti disebutkan dalam rilis dari Sekretariat Presiden, Rabu, 19 Oktober 2022.
Saat bertemu langsung dengan Presiden Jokowi, menurut Luhut, ada sejumlah pemikiran yang disampaikan mantan PM Inggris tersebut. Salah satunya mempromosikan IKN ke pemerintah Persatuan Emirat Arab (PEA) dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Tony Blair juga mengapresiasi langkah Presiden Jokowi dengan menggandeng para investor asing maupun dalam negeri untuk berinvestasi di IKN Nusantara.
"Perusahaan dari Indonesia itu nanti bahu-membahu dalam membangun IKN karena pembangunan ini bukan hanya gedungnya saja, tetapi seperti Presiden sampaikan, termasuk juga kepada rohnya," kata Luhut.
Lantas, seperti apa sosok Tony Blair serta kiprahnya dalam karir politik dan kini ditunjuk Presiden Jokowi menjadi Dewan Penasihat Ibu Kota Nusantara (IKN)?
1. Awal Terjun ke Politik hingga Menjadi Perdana Menteri
Pria kelahiran Edinburgh, 6 Mei 1953 tersebut mengawali karier politiknya saat bergabung dengan sebuah partai politik, Labour Party, pada tahun 1983. Sebelumnya, Blair adalah seorang pengacara lulusan Oxford University.
Dikenal memiliki wawasan luas serta sikap terbuka kepada siapa saja membuat pemilik nama lengkap Anthony Charles Lynton Blair ini terpilih menjadi Perdana Menteri pada tahun 1997. Dia bahkan digadang menjadi PM termuda saat itu.
Sebelum menjabat sebagai Perdana Menteri, Blair sempat menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri kabinet bayangan pada tahun 1988. Hanya berselang lima tahun dari pertama kali ia tercatat sebagai anggota partai.
Jejak rekam politik lainnya, saat dirinya terpilih sebagai Ketua Partai Buruh dalam pemilu yang diadakan pada bulan Juli 1994. Membawa nama partai dengan sebutan Partai Buruh Baru, Blair saat itu ingin menunjukkan kepada khalayak, jika partai yang dipimpinnya berbeda dengan partai sebelumnya.
Sehingga rakyat diharapkan untuk tidak ragu-ragu dalam memilih partainya nanti jika maju dalam pemilu.
Saat pesta dempkrasi tiba, partai yang dipimpinnya memenangkan banyak suara pada Pemilu 1997. Ia dinyatakan menang telak dengan perolehan kursi dan mayoritas tertinggi sepanjang sejarah atas Partai Konservatif yang telah memimpin Inggris selama 18 tahun.
Blair pun menepati janjinya saat kampanye untuk tidak menaikkan pajak. Keterbukaan dan wawasan yang luas akhirnya juga mampu membawa pria yang kini genap berusia 69 tahun tersebut dipilih sebagai sebagai Perdana Menteri Inggris selama tiga periode berturut-turut (1997, 2001, dan 2005).
Advertisement
2. Negosiator Ulung
Saat menjabat sebagai PM di empat tahun pertama, Tony berkontribusi untuk menyelesaikan konflik Jumat Agung yang terjadi di Irlandia Utara selama tiga puluh tahun berturut-turut lewat jalur negosiasi.
Konflik tersebut terjadi di antara kaum Katolik minoritas dan Protestan. Saat itu, mengikuti peristiwa pengeboman dalam mobil atau biasa dikenal Omagh Bombing, anggota Real Irish Republican Army (RIRA) semula menolak adanya perdamaian.
Namun, Blair terus mengupayakan perdamaian dengan melakukan serangkaian perundingan damai antara pihak-pihak yang bertikai. Ia menyatakan dukungannya pada perdamaian di Irlandia.
Akhirnya, pada April 1998 para pihak-pihak terkait, termasuk para tentara militer, menyatakan kesediaannya untuk berdamai. Sehingga perang selama tiga dekade tersebut berhasil diselesaikan dengan syarat-syarat perjanjian, yaitu menyerahkan wilayah utara kepada pihak Irlandia Utara. Sedangkan pihak Republik Irlandia mendapatkan wilayah di bagian selatan.
Keberhasilan Blair lainnya saat berhasil mendirikan badan perwakilan terpilih di Skotlandia dan Wales, mendirikan kerja sama secara politis dengan partai ketiga, Partai Demokrat Liberal, serta mengurangi jumlah pengangguran di Inggris. Semua itu mampu menarik banyak simpatisan untuk memilihnya kembali dalam pemilu.
3. Tantangan yang Dihadapi Tony Blair di Tahun ke-3 Pemerintahan
Pada tahun 2005, elektabilitas Blair semakin menurun usai dirinya mendukung Amerika Serikat dalam menginvasi Afganistan pada tahun 2001 serta Irak pada tahun 2003.
Oleh mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohammad saat itu, tindakan Blair dinilai sebagai kejahatan perang. Bahkan banyak menimbulkan kontroversi hingga membuat 139 anggota parlemen menolak dengan sikap yang ditunjukkan Blair.
Terbukti pada pemilu yang diadakan dua tahun berikutnya yakni tahun 2007, Blair tidak banyak mendapatkan suara. Ia mengalami kekalahan telak atas Gordon Brown, mantan menteri Keuangan. Blair resmi mengakhiri jabatannya sebagai Perdana Menteri pada 27 Juni 2007.
Advertisement