Liputan6.com, Jakarta - Forum Keagamaan KTT G20 atau Religion Twenty (R20) mengundang ratusan pemuka agama. Sejumlah pimpinan pelbagai sekte di seluruh dunia dan para ahli teologi bermacam latar keilmuan dari berbagai negara berkumpul di forum ini.
Liputan6.com yang berkesempatan langsung meliput acara tersebut, mencoba menggali lebih dalam tentang makna keberagaman agama melalui kaca mata seorang Teolog Yahudi berkebangsaan Amerika Serikat, Rabbi Yakov Nagen.
Advertisement
Baca Juga
“Kita membutuhkan agama untuk menyatukan kita, (khususnya) bagi orang-orang Timur Tengah yang telah sangat menderita,” ujar pria yang menjabat sebagai Direktur Beit Midrash for Judaism and Humanity ini saat mengawali obrolannya di Hotel Grand Hyatt Nusa Dua, Bali, Kamis 3 November 2022.
Liputan6.com lalu bertanya tentang apa dan bagaimana Rabbi Yakov melihat keberagaman di Indonesia hingga konflik yang terus berkecamuk antara Israel dan Palestina, serta stigmatisasi negatif terhadap kelompok Yahudi bagi orang Indonesia. Termasuk berbicara soal peluang terjalinnya hubungan diplomatik Israel dan Indonesia suatu hari nanti.
Berikut kutipan wawancaranya bersama Jurnalis Liputan6.com, Radityo Priyasmoro:
Bagaimana Anda memAndang Indonesia secara umum?
Saya sangat suka semboyan Bhineka Tunggal Ika yang berarti Meski Berbeda Tetap Satu Jua, dan saya pikir itu memiliki pesan yang sangat kuat kepada dunia. Kita memerlukan itu, kita butuhkan itu kepada sesama.
Bisa Anda perjelas bagaimana kultur keberagaman di Indonesia memiliki dampak nyata bagi dunia?
Ya tentu, karena kita tinggal di era globalisasi yang tidak dapat menawar perbedaan satu dan lainnya. Bahkan kita sendiri yang memilih hal itu sebagai anugerah atau kutukan. Sebab sebenarnya, kita bisa temukan persatuan dalam keberagaman meski kita berbeda. Inilah jalan-Nya dan inilah keindahan dari dunia, di mana faktanya memang kita tidak sama.
Ini adalah cermin bagaimana Tuhan menunjukkan kebesaran-Nya. Bayangkan jika kita semua sama, pastinya membosankan bukan? Dunia yang kita tinggali ini sangat kaya dan sebab kita berbeda, kita dapat belajar dari yang lain, kita dapat menolong dan tumbuh bersama. Inilah anugerah-Nya bagi kita di dunia.
Bagaimana Cara Mendamaikan Israel dan Palestina?
Anda meyakini agama mampu menyelesaikan masalah. Namun konflik di Timur Tengah tak jarang melibatkan unsur agama sebagai penyebab. Yahudi, bagi orang Indonesia memiliki stigma negatif, khususnya tentang Israel dan Palestina, bagaimana menurut Anda?
Saya sadar, setiap konflik sangatlah kompleks. Saya bisa bilang, lebih dari 10 orang murid saya meninggal karena terbunuh akibat serangan teror. Bahkan sahabat saya yang berjarak tiga rumah dari tempat saya tinggal di Yerusalem juga terbunuh bersama anaknya akibat serangan teror.
Saya tidak ingin menghakimi, hal terpenting adalah bagaimana menyikapinya. Kita harus merangkul kedua sisi, menolong mereka untuk keluar dari hal ini. Jika kita hanya condong ke salah satu pihak dan melawan pihak lainnya maka konflik akan semakin dalam. Kita wajib memahami, kedua sisi tersebut sama-sama menderita dan saat kita mengatakan sisi ini baik dan yang satunya buruk maka hal itu hanya akan melanjutkan penderitaan.
Lalu bagaimana caranya untuk bisa mendamaikan?
Ada tiga kata, koneksi sebelum koreksi. Jadi, koneksikan orang-orangnya, ketika kita sudah saling terhubung maka kita dapat tahu perbedaan satu dan yang lainnya. Saya percaya hal ini mampu membawa kedamaian.
Advertisement
Optimistis Indonesia Akan Jalin Hubungan dengan Israel
Jadi Anda yakin, bila suatu hari semua dapat terhubung atas nama kemanusiaan? Termasuk Indonesia dengan Israel?
Tentunya hal itu akan sangat baik untuk sesama. Problem yang dunia hadapi adalah keterpisahan. Maka saat kita bisa semakin terhubung, tentu semakin jauh kita dari amarah, semakin banyak berkah dan hal itu baik untuk semua.
Saya rasa saya berharap, satu hari nanti Indonesia mampu melakukan hal itu, seperti yang telah dilakukan Maroko, Mesir, Yordania, dan Bahrain. Saya paham akan terasa sulit di awal namun terjalinnya kembali koneksi dengan mereka tidak semata hanya untuk Israel, namun juga Palestina.
Artinya, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjalin hubungan dengan Israel?
Saya kira demikian. Kita tahu Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) telah menyadarinya, bahwa kita tidak bisa memilih satu dan mengesampingkan lainnya. Kita harus katakan untuk peduli dengan keduanya. Hal ini dicontohkan oleh Uni Emirat Arab saat mendonasikan 25 Juta Dollar AS untuk rumah sakit di Palestina.
Terlepas dari siapa yang nanti dirawat di sana, apakah Yahudi atau Muslim, namun sumbangan tersebut adalah buah dari hubungan yang terkoneksi. Kita akan punya hidup yang lebih baik, jauh dari kekerasan dan amarah.
Sebagai penutup, apa hal yang ingin Anda sampaikan untuk pembaca Liputan6.com?
Saya pikir, saat ini Indonesia berdiri di titik yang sangat kompleks dan saya harap, langkah yang diambil selanjutnya bukanlah kecenderungan yang merujuk ke salah satu pihak dan melawan pihak lainnya. Namun semata demi keduanya. Sebab jika dua pihak terkoneksi antara mereka tentu akan terjalin hubungan pertemanan yang baik.
Ini bukan menjadi sekedar jalan menuju perdamaian, melainkan kemampuan untuk melipatgandakan makna sesungguhnya sebagai manusia, yakni saling menghormati dan mencintai sesama. Jalinlah hubungan dengan mereka yang berbeda dengan kita dan berdamailah bersama. Maka ketentraman itu akan hadir dan cara itulah yang dapat mengubah serta menyelesaikan konflik di dunia ini.