Liputan6.com, Jakarta - Beberapa pekan terakhir kerumunan massa yang mengakibatkan desak-desakan hingga memakan korban menjadi pembahasan masyarakat. Misalnya dalam perayaan Halloween di Itaewon, Korea Selatan. Dalam peristiwa tersebut banyak korban berjatuhan mulai dari terinjak hingga meninggal dunia.
Sedangkan di dalam negeri juga sempat diramaikan adanya penghentian festival musik Bergoyang Berdendang di Istora Senayan usai puluhan penonton yang pingsan saat acara berlangsung.
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Vito Damay menyatakan saat dalam kerumunan dan saling berdesakkan seseorang berisiko dada terhimpit yang mengakibatkan sulit untuk bernapas dengan baik.
Advertisement
Saat keadaan seperti itu, tubuh akan mengalami kekurangan oksigen. Keadaan kurangnya aliran oksigen tersebut biasa disebut hipoksia.
Kata Vito, hal tersebut juga diperparah dengan situasi yang tidak terkendali sehingga ketegangan, stres dan adrenalin muncul karena berdesakan. Akibatnya pembuluh darah menjadi kuncup dan kekurangan oksigen.
"Kita bayangkan sel otot jantung, sel yang seharusnya bekerja memompa sehingga oksigen-oksigen ini dipompa oleh otot jantung ke seluruh tubuh ini kekurangan oksigen. Maka dia tidak bisa memompa darah, lama-lama dia akan detak semakin lambat bahkan akhirnya tidak detak sama sekali. Ini yang bikin orang bisa meninggal," kata Vito kepada Liputan6.com.
Sebelum akhirnya meninggal dunia seseorang yang mengalami hipoksia akan merasakan beberapa gejala yang bervariatif. Seperti halnya pusing, sesak, mata berkunang-kunang, keringat dingin, hingga lemas.
Untuk meminimalisir risiko yang terjadi seseorang yang berada dalam kerumunan massa dapat melakukan beberapa hal. Pertama melakukan posisi kuda-kuda atau satu kaki di depan. Itu bertujuan agar seseorang tidak langsung terjatuh saat terjadi dorongan.
Lalu, seseorang juga dapat menempatkan tangan untuk melindungi bagian dada agar tidak terhimpit meskipun tidak dapat bertahan dalam waktu lama.
"Ketiga mungkin adalah saat kondisi kita terjatuh kita menutup atau melindungi bagian tubuh organ-organ dalam yang lebih rentan dengan tangan, tungkai dan kaki, nah ini mungkin bisa membantu beberapa saat tapi kalau tertumpuk mungkin orang-orang yang begitu banyak ya mungkin tetap saja tidak tahan tapi itu dapat dilakukan," ucapnya.
Cari Tempat Bersembunyi
Hal lain juga dapat dilakukan saat terjadi kerumunan yang sudah tidak terkendali yaitu mencari ruang atau tempat bersembunyi yang tidak mengakibatkan himpitan. Selain itu idealnya untuk menghindari saat terperangkap dalam situasi panik dan terhimpit yaitu berbalik arah.
"Balik badan ke arah sebaliknya dan bilang bahwa ini bahaya dan kalau semua ini balik badan yang dibelakang pasti sadar diri dan mikir 'kok ini semua orang balik kebelakang' dan kita mau ke depan tapi mereka semua malah balik arah ke sebaliknya. Setidak-tidaknya pasti akan mikir akan balik ke belakang juga dan ini akan melonggarkan kerumunan," papar dia.
Saat keadaan yang mulai longgar dapat memberikan pertolongan dan membawa orang pingsan untuk bernafas yang lebih baik. Sedangkan untuk orang yang terjadi henti jantung dapat dilakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP) atau disebut juga dengan pijat jantung.
"CPR tidak mungkin dilakukan saat semuanya berhimpit-himpitan dan itu yang pertama bawa dulu keluar dari tempatnya. Kita enggak bisa melakukan apa-apa kalau semuanya masih berhimpitan dan mengarah ke tempat yang sama," jelas Vito.
Advertisement
Penetapan Tersangka Penyelenggaraan Festival Musik
Polres Metro Jakarta Pusat menetapkan HA dan BW sebagai tersangka kasus kericuhan hingga menyebabkan sejumlah peserta pingsan dalam acara 'Berdendang Bergoyang'. Acara tersebut digelar di Istora Senayan pada Sabtu (29/10/2022).
"Jadi sekarang ada dua orang sudah ditetapkan tersangka," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Komarudin, dalam keterangannya, Sabtu (5/11/2022).
Kata Komarudin kedua tersangka merupakan orang yang bertanggung jawab atas kejadian dalam konser musik tersebut. "HA penanggung jawab dan BW direktur," imbuh Komarudin.
Kendati HA dan BW sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut, kata Kapolres Metro Jakarta Pusat keduanya belum dilakukan penahanan di Polres Metro Jakarta Pusat.
"Ancaman hukuman di bawah 5 tahun dan tersangka kooperatif," tutur Komarudin.
Adapun atas kejadian tersebut kepolisian mengenakan pasal berlapis yakni pasal dugaan pasal 360 ayat 2 akibat lalainya menyebabkan orang lain luka serta pasal 93 UU nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan.
Komarudin menjelaskan pihaknya mengenakan pasal karantina kesehatan lantaran pihak panitia telah telah menerima rekomendasi dari satgas mengenai batasan penonton Festival Berdendang Bergoyang hanya sebanyak 5 ribu. Namun rekomendasi itu tidak diindahkan.
"Mereka mengajukan permohonan rekomendasi ke satgas covid hanya 5 ribu orang, jadi mereka sudah menjual tiket puluhan ribu tapi mengajukan ke satgas covid hanya 5 ribu orang dan rekomendasi yang keluar dari satgas covid pun hanya 5 ribu," paparnya.
Dalam temuan data yang dilakukan pihak penyidik, Kapolres Jakarta Pusat menerangkan pihak panita telah menjual tiket sejak bulan April lalu hingga 14 Oktober. Sehingga total tiket yang telah terjual sebanyak 27.879 tiket .
Â