Kemenag Finalisasi Modul Integrasi Moderasi Beragama Demi Cegah Ekstrimisme

Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam menggelar Finalisasi Modul Implementasi Integrasi Moderasi Beragama.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 15 Des 2022, 20:45 WIB
Diterbitkan 15 Des 2022, 20:45 WIB
Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam menggelar Finalisasi Modul Implementasi Integrasi Moderasi Beragama.
Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam menggelar Finalisasi Modul Implementasi Integrasi Moderasi Beragama. (Dok. Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam menggelar Finalisasi Modul Implementasi Integrasi Moderasi Beragama.

Hal itu diwujudkan melalui Mata Pelajaran Rumpun Pendidikan Keagamaan Islam yang dikemas dalam agenda “Review dan Uji Keterbacaan Modul Moderasi Beragama Bagi Guru dan Tendik Madrasah”, Rabu, 14 Desember 2022.

“Tahun ini kita sudah harus menginformasikan moderasi beragama itu masuk ke level satuan pendidikan dan menjangkau para peserta didik," kata Direktur GTK Madrasah, Muhammad Zain dalam keterangan pers diterima, Kamis (15/12/2022).

Zain menjelaskan, hal itu adalah inisiasi dan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis kementerian Agama tahun 2020-2024, dimana agenda tersebut juga merumuskan bagaimana mengintegrasikan moderasi beragama melalui modul pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru pengampu mata pelajaran umum.

"Pada tahun-tahun sebelumnya penguatan moderasi beragama menyasar para pendidik, para guru tahun ini mau tidak mau moderasi beragama harus masuk pada level peserta didik," harap Zain.

Zain mendorong, tenaga pendidik harus paham betul moderasi dalam beragama. Lebih lanjut ia menjelaskan, penyusunan enam modul integrasi moderasi beragama melalui mata pelajaran rumpun pendidikan Islam seperti akidah akhlak, sejarah kebudayaan islam, fiqih, alquran hadis, dan juga RA.

"Hal ini sebagai salah satu upaya untuk memperkuat moderasi beragama sampai level peserta didik," jelas Zain.

Pembaharuan Modul Sejarah Islam

Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Ajaran 2020/2021 Sesuai Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 (Foto: Istimewa)
Ilustrasi siswa/siswi sekolah. (Foto: Istimewa)

Zain memastikan, Kementerian Agama menaruh perhatian pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, dimana menurutnya harus ada pembaruan pembahasan, dimana yang sebelumnya menonjolkan peradaban dan penaklukan oleh kerajaan-kerajaan Islam di masa lampau yang tak jarang digunakan oleh para ekstrimis sebagai salah satu pedoman dalam membenarkan perilakunya.

"Bagian sejarah yang selama ini harus kita elaborasi tentang sejarah Al Mitsaqul Madinah, Konstitusi Madinah, kemudian juga As sulh Al Hudaibiyah, juga tentang sejarah Fatkhul Makkah dan sebagainya. Kami akan memberikan guidance kepada guru agar lebih mudah dalam mengelaborasi moderasi beragama dalam pengajaran pendidikan islam,” Zain menutup.

Cegah Ekstrimisme

Senada dengan itu, Ketua Pokja Moderasi Beragama Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Anis Masykhur menambahkan, melalui modul ini para siswa sebagai warga negara seolah diberi imunitas dalam menangkal informasi yang mendorong dalam aksi radikalisme atau ekstrimisme berbasis keagamaan. Hal ini diyakininya sebagai alasan, mengapa buku atau modul ini penting untuk diselesaikan.

"Ekstrimisme dalam pendidikan itu setidaknya masuk melalui tiga pintu, pertama adalah melalui guru, yang kedua kurikulum, lalu yang ketiga melalui organisasi siswa, semacam rohis dan sejenisnya,” terang Anis.

Dia berharap, penyusunan modul modul tersebut memangkas pintu masuk ekstrimisme atau radikalisme yaitu melalui kurikulum dan melalui guru.

“Kita harapkan persoalan di kurikulum dan siswa selesai, argumen guru bisa menyampaikan yang benar ketika menyampaikan ke peserta didik,” Anis memungkasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya